Di kiri Saka, Acha memanggil Fania dengan keras. Tubuh nya gemetaran kala terus menjerit-jerit."MAMA!"

Saka mengeram keras, sedikit bingung dan syok berat. Tidak menyangka akan di serang, tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Ia melirik sekitar, arah senjata itu berasal."Bangun! Bangun!"Bentak Saka, menarik paksa keduanya."Kita harus pindah!"

Sabiya dan Acha yang tak bisa berpikir jernih hanya diam, air mata sudah menggenang di wajah mereka. Mulut mereka seolah terkunci rapat, meskipun mendengar samar perintah Saka otak keduanya tak paham.

Mereka baru sadar saat Saka kembali menarik paksa sambil berlari, Sabiya menjerit sejadi-jadinya saat Acha terjatuh ke lantai. Bola mata nya membesar hebat menangkap darah keluar dari punggung Acha."ACHA?!"

Saka mendorong Sabiya hingga jatuh ke balik mobil, lalu berlari kembali menarik Acha. Ia sempat terjatuh karena kakinya terkena sasaran, tapi memaksakan diri dan jatuh tepat di hadapan Sabiya. Tempat ini lebih aman dari yang tadi.

"Akh?! Akh?!"Sabiya menutup mulutnya, gemetaran hebat. Menarik Acha ke pelukan saat adiknya mengap-mengap mencari jalan nafas, Sabiya melihat dada kanan Acha juga mengeluarkan darah.

Kala menyadari luka tersebut adalah tembakan, ia menggerung sangat kuat. Tangisan nya begitu dahsyat menggema."Maafin Kakak, Acha!"

"Enggak! Enggak! Acha?!"Sabiya kebingungan, di landa syok begitu parah di samping rasa takut yang teramat. Sabiya menepuk-nepuk wajah Acha melihat adiknya mengedip-ngedip kesusahan, dan tubuhnya mulai lemas perlahan."ACHA! Acha, liat Kakak! Acha ... Acha ... Buka mata mu, Sayang. Acha ... Akhhh!"Sabiya geleng-geleng berulang, cepat sekali."Acha ... Jangan bikin Kakak takut, Acha. Abah, hiks. Abah ... Mama ... Tolongin Biya!"

Tangan belakang nya ia lirik, darah Acha mengalir deras di sana. Kemudian tangan depan nya ia buka, tapi tak lama kembali menekan darah-darah yang terus keluar dari tubuh adiknya. Sabiya menangis sampai tersedu-sedu, otak nya blank seketika. Bahkan Sabiya tak menghiraukan Saka yang juga menahan sakit di samping nya.

Saka melirik kakinya, lalu memejamkan mata sambil membenturkan kepalanya di mobil. Ia melihat Acha dan jadi tertegun, rasa marah hinggap dalam dirinya. Ada rasa bersalah juga kecewa karena tak dapat menjalankan tugas nya. Merasa kalau dirinya dalam keadaan yang tidak baik, Saka mengeluarkan ponselnya.

Tetapi sebelum itu, ia meneliti Acha dahulu. Lalu mengumpat saat sadar Acha butuh pertolongan segera, Saka tidak tau berapa jumlah musuh dan di mana saja mereka. Akan sangat berbahaya kalau nekat keluar, jadi Saka mencari jalan aman."Dengar, Nona. Jangan panik dan jangan bersuara."

Sabiya tak mendengar, masih terus menangisi Acha seraya memeluknya. Tak tega melihat Acha kesakitan, Sabiya takut kalau Acha akan meninggal. Ia tersentak saat wajahnya di tarik Saka, di paksa melihat ke arah laki-laki itu. Wajah Sabiya berantakan parah, darah menghiasi nya."Nona, lihat aku!"Sabiya menurut sambil terisak-isak."Acha akan baik-baik saja ya? Aku janji, kita semua akan baik-baik saja. Sekarang tolong tenang, aku akan mencoba melawan. Diam, dan menunduk lah."

"Tap-tapi--"

"Nona."Saka memotong tak sabar."Aku akan melindungi mu dan Acha, aku akan berusaha membantu mu selamat. Demi tuhan, aku rela mati untuk kalian. Aku akan berjuang semampu ku!"

Sabiya menangis, matanya menangkap kaki Saka. Lalu tersentak, saat akan bicara. Saka sudah lebih dulu berbalik, Sabiya amat takjub dengan keberanian Saka. Debar was-was menyertai nya kala melihat dua pistol di keluarkan Saka, satu dari balik pinggangnya dan yang lain dari sepatunya. Lidah Sabiya kelu kala Saka mengokang nya, lalu mengeluarkan telapak tangan nya dan menarik cepat. Tak sampai satu detik, tembakan menghujani mereka.

Irwan & Sabiya ( Tamat )Where stories live. Discover now