Selamat Jalan, Appa

1.7K 139 9
                                    

"Aerin, ada yang ingin menemuimu dibawah." Ucap So-young unnie saat memasuki kamar.

Selama di Chicago, kami menyewa sebuah apartemen. Karena waktu syuting kami disini juga lumayan lama.

"Nugu?"

"Temui saja dulu."

Aku menuruti ucapan So-young unnie dan bergegas ke bawah untuk mengetahui siapa yang mencariku.

"Kak Bright!!" Teriak ku histeris saat mengetahui Kak Bright lah yang datang kesini.

"Neomu bogosipeo."

"Nado." Ucapnya dengan senyuman kecil.

"Lo udah sembuh, kak?"

"Lumayan. Tapi masih harus kontrol setiap bulan."

"Yha! Kalau lo masih sakit gak seharusnya lo kesini."

"Lebay lo." Ucapnya sambil mencubit pelan pipiku.

"Ah gimana keadaan papa?"

Kak Bright hanya terdiam untuk beberapa saat.

"Kak? Papa baik baik aja kan?"

"Yha! Kenapa lo gak-"

"Papa udah meninggal."

Deg.

"Lo pasti bohong kan? Pliss kak, lelucon lo gak lucu sama sekali."

"Sorry, gue gak bisa jagain papa." Ucapnya dengan lirih.

Seketika seluruh badanku terasa lemas. Rasanya aku sudah tidak memiliki kekuatan lagi untuk berdiri.

"Kapan? Kenapa lo gak ngasih tau gue?"

"Kita duduk dulu, biar gue jelasin." Ucapnya sambil membantuku untuk berdiri.

"Aniya. Jawab dulu pertanyaan gue."

"Udah 1 minggu. Maaf, gue gak bisa kabarin lo karena waktu itu kondisi gue juga masih belum sehat. Gue kesini karena gue pingin nyampein pesan terakhir papa. Dia bilang lo harus bisa jadi anak yang sukses. Dia bakal selalu ngelihat lo dari atas. Kalau lo lagi sedih, lo lihat aja ke langit. Lo bisa bicara sama papa lewat sana. Papa juga minta maaf karena dulu pernah nentang impian kamu."

"Papa selalu nanyain dan nyebut nama lo sebelum dia meninggal. Tapi dia tau, pekerjaan lo bukan sesuatu yang bisa diganggu gugat. Jadi, gue kesini buat nyampein pesan dari papa sekaligus ngelihat keadaan lo."

"Kenapa cuma gue yang gak tau kalau papa meninggal? Kenapa mama gak bilang juga ke gue?" Tanyaku sambil menangis sesenggukan.

Youra unnie, So-young unnie, dan Mee-yon ikut menenangkanku. Aku bisa mendengar kalau mereka juga menangis.

"Mama gak ngebolehin keluarga kita buat ngasih tau hal ini ke lo."

"Wae?"

Kak Bright hanya menatapku nanar.

"Gue harus telpon mama."

"Jangan."

"Wae?"

"Mama.. mama-" Kak Bright sedikit terbata-bata untuk menjelaskannya kepadaku. Namun, aku dapat melihat ada sesuatu yang disembunyikan dari matanya.

Aku tidak menghiraukan perkataannya dan langsung menuju ke kamar untuk mengambil handphone.

"Halo? Ma-"

"Untuk apa kamu menelepon saya lagi?"

Aku sedikit terkejut dengan jawaban mama yang terkesan dingin.

IDOLWhere stories live. Discover now