"Alic, kapan kau bertemu dengan mereka?" Tanya Aiden penasaran.

"Dan bagaimana bisa?" Tanya Ren ikut nimbrung.

Mereka berdua ini selalu saja ingin tau tentang apa yang ku lakukan. Aku jadi ingin mengerjai mereka. "Rahasia." Jawabku singkat untuk menjawab kedua pertanyaan itu. Seketika ekspresi mereka jadi datar dan menuntut jawaban.

Aku jadi mengingat kembali kejadian tadi malam yang membuatku bertemu dengan mereka. Aku tidak mau menceritakannya kepada Aiden dan Ren karena menurutku itu sedikit memalukan.

Flashback

Aku berjalan dalam diam menyusuri jalanan menuju ke rumahku. Hari sudah petang dan aku pulang sendirian. Awalnya aku bersama Ren, tapi dia harus pergi karena ada janji dengan ibunya. Aku tidak tau janji apa, tapi mereka bertemu disebuah toko kata Ren. Aku tidak tanya toko apa karena itu bukan urusanku.

Angin malam berhembus pelan menerpa tubuhku. Dingin. Membuat bulu kudukku meremang. Aku masih memakai seragam sekolahku dan tidak memakai jaket. Ku percepat jalanku agar cepat sampai rumah dan menghangatkan diri.

Tiba-tiba langkahku terhenti karena mendengar sebuah teriakan. Beberapa orang kurasa juga mendengarnya karena mereka juga berhenti. Namun melanjutkan langkahnya lagi seolah tak perduli. Tetapi tidak denganku. Suara teriakan itu adalah suara perempuan dan dia sepertinya tengah dalam bahaya.

Instingku mengatakan untuk mencari sumber dari teriakan tersebut. Namun aku tidak tau dimana. Aku celingukkan kesana-kemari mencari tempat yang menjadi kemungkinan sumber teriakan tersebut. Hingga mataku tidak sengaja menangkap sebuah gang kecil diantara dua bangunan. Kalau tidak salah itu akan menuntunku kebelakang gedung.

Tanpa aba-aba, aku langsung berlari ke sana. Memasuki gang itu dan menelusurinya. Jalannya sempit hanya berukuran sekitar satu meter. Gelap, becek, dan banyak sampah berserakan terutama pecahan kaca, kayu, dan potongan besi. Sehingga aku harus berhati-hati agar kakiku tidak terluka.

Tidak berapa lama kemudian, aku sudah berada diujung gang itu. Di depanku kini terbentang sebuah lapangan basket yang terbengkalai. Di bagian pinggir lapangan terdapat banyak sekali kayu bekas dan besi. Sebuah tiang bediri tegak disamping kananku dengan lampu yang menyala redup.

"Jangan mendekat!!"

Perhatianku teralihkan oleh sebuah suara. Aku menoleh ke kiri dan menemukan tiang lampu lagi. Tapi mataku terpaku oleh seorang gadis bersurai hitam panjang yang kutebak lebih muda dariku berdiri ketakutan dibawah sinar lampu redup. Didepannya berdiri sekitar kurang lebih sepuluh orang pria. Mereka bukan pria biasa melainkan vampir.

Tanpa basa basi aku berlari mendekati mereka. Mungkin karena mendengar suara tapak kakiku, semua perhatian teralih kearah ku yang berlari mendekat. Setelah sampai aku pun langsung berdiri didepan gadis itu dan membelakanginya.

"To-tolong aku!!" Ucapnya ketakutan.

"Tanpa kau minta! Apa kau baik-baik saja?" Tanyaku khawatir.

"Aku baik-baik saja. Tapi aku takut." jawabnya memegang lengan kiriku kuat.

Aku menatap para vampir di depanku dengan tajam. Berani sekali mereka membuat seorang gadis ketakutan. Aku yang sesama gadis merasa tersinggung.

"Wah wah wah. Lihat! Datang seorang gadis lagi? Menguntungkan sekali. Kita mengincar satu orang tapi dapat dua. Tuan pasti senang sekali." ucap salah satu dari mereka yang berada paling depan. Tepat beberapa meter di depanku. Aku langsung mendelik ke arahnya.

"Bicara apa kau?" Tanyaku tajam. Oh, aku bahkan baru sadar bahwa aku tidak merasa takut dengan mereka. Kemana perginya rasa takutku? Tidak seperti biasanya. Sungguh ajaib.

"Hey, mereka vampir!" Bisik gadis di belakangku memperingatkan.

"Aku tau." jawabku dengan berbisik pula.

"Tentu saja membicarakan kalian. Tuan pasti akan senang kita membawa dua gadis sekaligus." jawab vampir yang sama dan di angguki oleh yang lain.

"Dalam mimpimu! Ah. Aku bahkan tak yakin kalian bisa bermimpi, tidur saja tidak." ejekku dan mereka mengeram marah.

Oke. Sekarang aku sedikit takut. Aku harus memikirkan cara agar kita bisa pergi dari sini dengan selamat tanpa kurang sehelai rambut pun. Karena aku tidak mungkin mengeluarkan senjataku dan melawan mereka. Aku tidak mau repot-repot mendengar dan menjawab pertanyaan yang mungkin akan keluar dari gadis di belakangku ini.

"Hey, dengarkan aku!" Ucapku berbisik. "Aku akan mengalihkan perhatian mereka dan kau lari lah! Pergi sembunyi ketempat yang ramai, jangan di tempat yang sepi!" Perintahku. Setidaknya kalau aku harus mengeluarkan senjata, tidak akan ada yang melihatnya.

"Bagaiman denganmu?" Tanyanya.

"Tentu saja mengalihkan perhatian mereka." jawabku enteng. Memangnya aku harus menjawab apa?

"Dan kau akan dibawa oleh mereka? Dibunuh? Dijadikan vampir? Tidak mau. Aku tidak mau meninggalkanmu. Kalau sampai itu terjadi, aku pasti akan sangat merasa bersalah kepadamu." ucapnya.

Oh, jadi gadis ini adalah tipe gadis yang keras kepala. Kalau memang seperti itu tidak bisakah kekeras kepalaannya berkurang sedikit disaat seperti ini? Eh, tapi tunggu! Aiden dan Ren bilang kalau aku juga keras kepala. Ini pasti akan menjadi perdebatan yang panjang antara dua gadis yang sama-sama keras kepala. Sungguh tidak bisa dipercaya. Tapi bagaimanapun caranya, aku harus memenangkannya.

"Ayolah! Ini demi keselamatan kita bersama. Pergilah!" Ucapku menyuruhnya pergi.

"Demi keselamatan kita pantatmu? Yang ada hanya aku yang selamat tidak denganmu!!" Bantahnya. Yang benar saja, kita bahkan tak saling mengenal tapi dia sudah menyumpahi ku?

"Yuhu! Nona-nona!! Sudah selesai berdiskusi? Kita mulai bosan." sela salah satu vampir mengurungkan niatku untuk meyakinkan gadis keras kepala ini.

"Terima kasih sudah menunggu. Tapi kita harus pergi." Ucapku.

"Tidak ada yang akan pergi. Kalian berdua akan ikut dengan kita!" Jawab vampir yang lain.

"Sudah ku bilang dalam mimpimu!!" Jawabku jengkel.

Ugh. Tidak ada cara lain. Terpaksa aku harus melawan mereka sebisaku. Tentu saja dengan senjata dan elemenku. Untuk saat ini nyawa lebih penting daripada rahasia. Nyawa hilang selesai sudah. Rahasia terbongkar masih ada kebohongan untuk menutupi. Lagipula aku bisa meminta Likalio untuk menghapus ingatan gadis ini. Ah, kenapa tidak kepikiran sejak tadi? Melelahkan saja.

"Dan mimpi itu akan jadi kenyataan!" Celetuk vampir yang paling dekat denganku menyadarkanku. Dia mulai bergerak mendekatiku.

Gadis di belakangku panik dan bergetar ketakutan. Tapi aku sudah bersiap. Merentangkan tangan kananku bersedia mengeluarkan tombakku dan menancapkan ke dadanya. Gambar di leherku mulai berpendar merah.

ALIC POV END

++++++++++

+

+

+

+

+

Chapter kali ini terasa terlalu singkat nggak sih?
Kok aku merasa begitu. Soalnya kurang dari 2k kata sih. Udah gitu ngantung lagi, hmm😑
Oh ya, sebenarnya aku sudah ngumpulin cast buat para pemain yang menurutku paling cocok. Kalian penasaran nggak sih? Kalo penasaran, jadi sebaiknya aku post kapan? Setelah ini, setelah flashback-nya udah selesai, atau kalo udah tamat?
Udah itu aja ✌️

Maaf kalau masih ada typo dimana-mana!

Jangan lupa vote dan komennya, ditunggu!!

Sampai jumpa di chapter berikutnya!

Salam hangat

Lilikdwi

The VampireWhere stories live. Discover now