care

176 7 1
                                    

“ gue akan pergi.”

Ucap wanita itu pelan, matanya menampilkan sorot kesedihan, air mata sesekali membasahi pipinya.

“ kemana lo pergi, lo gak mau menunggunya lagi?” Tanya sahabatnya, sorot matanya menampilkan keprihatinan untuk si gadis.

“ enggak, kami memiliki jalan masing-masing saat ini.”

“ jangan bodoh, lo masih mencintainya gue tahu itu.”

Wanita itu menggeleng, surainya yang tergerai indah ikut bergoyang.

“ tidak ada gunanya cinta, jika benci masuk di antaranya.”

“ lo yakin itu?”

“ ya, gue yakin.”

****

Sedari tadi Kay tidak berhenti tersenyum, dia menganggap perlakuan Aliana beberapa menit lalu adalah bukti bahwa wanita itu peduli padanya, bahkan Aliana langsung percaya padanya begitu mendengar penjelasan Dean.

Terkadang Kay tersenyum lebar, bahkan mengeluarkan cengiran, membuat Aliana  merasa aneh, Kay saat ini sangat bodoh di matanya.

“ kamu kenapa?” ucap Aliana sambil memutar bola matanya, lama-lama melihat ekspresi Kay membuatnya jijik sendiri.

“ aku senang karena kamu masih peduli sama aku,” ucap Kay bernada ceria. Aliana terdiam, ingatannya kembali kebeberapa menit yang lalu.

“ kamu salah paham, aku bukan peduli sama kamu, cuma karena saat ini kamu menjadi suamiku, aku tidak mau masalahmu nanti menjadi masalah untukku dan keluargaku.”

Perkataan Alina merubah suasana hati Kay, wajahnya berubah datar datar, rahangnya mengeras. Perkataan Aliana menyakitinya sebagai laki-laki, Kay merasa seperti beban yang akan memberatkan Aliana.

“ benarkah hanya itu? Bibirmu ini terlalu pedas akhir-akhir ini.”
Kay mendekatkan dirinya ke tubuh Aliana, hingga punggung Aliana membentur sandaran sofa. Mata Kay yang berubah tajam di balas Aliana tak kalah tajam. Tangan kecilnya mendorong Kay sekuat yang dia bisa.

Kay memegang kedua tangan Aliana dengan satu tangannya lalu membawanya ke belakang tubuh Aliana, menguncinya hingga Aliana tidak bisa menggerakkan tangannya lagi.

Dengan cepat Kay melahap bibir Aliana, menghisap tidak ada habisnya. beberapa menit berlalu, tetapi ke brutalan Kay tidak kunjung mereda. Akhirnya,  Aliana meneteskan air matanya, Kay terlalu kasar kali ini, laki-laki itu bahkan menggigit bibirnya karena Aliana tidak mau membuka mulutnya.

Air mata Aliana mengenai pipi Kay, Kay membuka matanya, di lihatnya Aliana yang menangis dalam diam. Kay melepas pugutannya, penyesalan menusuk hatinya.

“ maaf, aku tidak seharusnya begitu.”
Kay menghapus air mata Aliana, dia menempelkan kening mereka, sesekali mengecup hidung Aliana yang memerah. Kay mengangkat tubuh Aliana ke pangkuannya, pergelangan tangan kanannya yang masih  di gips mengelus punggung Aliana.

“ maaf.”

Kay memeluk Aliana erat, dia merasa menjadi pria yang brengsek saat ini, walau egonya terusik seharusnya dia tidak memperlakukan Aliana dengan kasar.

“ maafkan aku, aku bersalah.”
Sorot mata Kay berubah menjadi lembut, dia tidak menyukai Aliana menangis tapi dia lebih tidak menyukai dirinya yang membuat Aliana menangis.

Beberapa menit setelahnya Aliana sudah berhenti menangis, bahunya tidak bergetar lagi. Kay melepas pelukan mereka, mencoba melihat wajah Aliana.

Kay terkekeh begitu melihat  Aliana yang tertidur di pelukannya, deru napas Aliana menerpa pipi Kay.

Love or ObsessionWhere stories live. Discover now