Nana🐰

5.9K 1K 160
                                    

Sorry for typo(s)



Dari kaki mungil itu belum bisa berjalan, mulut yang belum pandai merangkai kata demi kata, Jaemin selalu berada dalam pengawasan Taeyong. Tak pernah lebih dari satu hari meninggalkan sang buah hati, bahkan dalam keadaan memasak lelaki Lee itu juga tengah menenangkan putranya yang rewel.

Berbagai kalimat menenangkan diucapkan, meskipun tahu bahwa sang buah hati lapar. Namun, Taeyong berhasil menyelesaikan masakan kemudian menyuapi Jaemin yang duduk pada pangkuannya.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, Jaemin sendiri. Duduk dengan sorot mata yang ketakutan melihat banyak orang di dekatnya, suara-suara yang menggema dalam pesawat. Maniknya mengedar, pegangan pada kursinya semakin erat.

Namun, kehadiran Jeno di sampingnya sedikit membantu. Sebuah kapas dipasangkan pada telinganya, kedua anak itu saling menautkan tangan. Jaemin memejamkan mata ketika pesawat itu akan lepas landas, ada bantal yang menahan perut untuk mengurangi tekanan mual.

Selama perjalanan udara tersebut, Jaemin hanya diam. Bahkan pemandangan di luar pesawat tak membuatnya takjub. Jeno yang berada di sampingnya memaklumi, ia juga sedih tidak bisa bertemu dengan Bubu dan Haechan lagi.

"Jeno," panggil anak itu seraya memiringkan tubuh mungilnya dengan kedua kaki Jaemin diangkat ke atas kursi, "Nanti kita akan bertemu Bubu lagi, kan?"

Senyum anak itu terukir, Jeno menganggukkan kepala pada pertanyaan Jaemin.

**

Setelah sampai di kota yang asing, Jaemin sama sekali tidak meninggalkan sisi Jeno barang sedetikpun. Lengan anak itu melingkar erat pada sang sepupu yang belum diketahui. Kamar yang jauh lebih besar dari miliknya dengan Bubu membuat anak itu melongo.

Apalagi ketika mendengar ucapan dari Jeno bahwa mereka akan tinggal di rumah besar ini. Sama persis dengan milik Haechan, tetapi masih ada ruang-ruang kosong di sana yang menandakan bahwa ini rumah baru.

Kesenangan Jeno tak menular pada si kecil Lee, ekspresi murung ketika duduk di ranjang. Tidak ada suara Bubu yang memanggil namanya untuk membantu memasak atau bermain. Beberapa saat diam, isakan mulai keluar dari bibir tipis Jaemin.

Hal tersebut menarik perhatian Jeno, ia duduk di samping sahabatnya kemudian melingkarkan lengan pendek itu pada bahu Jaemin.

"Nana jangan sedih, kan ada Jeno. Nanti kalau Uncle J sudah sembuh, kita akan diantar ke rumah Bubu lagi, ya?"

Tak ada sahutan dari Jaemin, ia hanya menyandarkan kepalanya pada bahu kecil sahabat sekaligus sepupunya tersebut dan menangis sampai tertidur.

**

Pada gedung putih di depannya, Jaemin mendongak dengan mata menyipit. Pagi tadi, Jeno membangunkannya dan mengatakan bahwa mereka akan menjenguk Uncle J yang sudah sadar.

Perasaan anak itu juga jauh lebih baik, makanan yang tersaji memang tak selezat buatan Bubu. Namun, ia teringat bahwa makanan yang diberikan orang lain harus diterima karena kebaikan itu tidak boleh diabaikan.

Penampilan orang-orang yang dilewatinya tidak asing bagi Jaemin, mereka yang menyembuhkan orang sakit, begitu kata Bubu.

Jemarinya masih bertaut dengan Jeno ketika memasuki sebuah ruangan kecil, pintu yang terbuat dari besi itu tertutup. Tubuh Jaemin tersentak ketika merasakan sebuah guncangan.

Locu Felice✓Where stories live. Discover now