LF.2

8.3K 1.3K 137
                                    


Sorry for typo(s)





Kehidupan akan selalu berubah, kita bisa kehilangan cinta, teman baik atau bahkan diri sendiri. Namun, tanpa disadari sesuatu yang baru akan menggantikannya. Cinta sejati akan muncul, sahabat yang lebih baik menghampiri lalu kita menjadi pribadi yang jauh lebih kuat dan bijaksana dalam situasi buruk sekalipun.




Lima tahun yang lalu, Taeyong menutup rapat pintu masa lalu kemudian membuka pintu masa depan bersama dengan Lee Jaemin, buah hatinya.



Di rumah sederhana, Taeyong membesarkan buah hatinya sendiri. Usia lelaki bermarga Lee itu sekitar duapuluh tujuh tahun, masih muda untuk ukuran laki-laki yang sudah memiliki anak berusia lima tahun. Jaemin hadir ketika dirinya di tahun terakhir kuliah.




Labelnya sebagai laki-laki yang menghamili seorang perempuan telah menyebar. Segala fitnah dan cacian telah diterimanya. Selama mendapatkan itu semua, Taeyong hanya diam. Fokusnya tertuju pada bayi mungil yang menangis meminta untuk dipeluk.



Saat itu Taeyong sadar bahwa orang-orang di sampingnya tidak selalu ada untuk membantu. Mereka bisa berbalik menjauh dan hal tersebut membuatnya kecewa, ia baru tahu kehidupan yang sesungguhnya baru saja dimulai.



"Bubu! Nana menonton televisi ya?"


Suara sang buah hati mengalihkannya dari kegiatan memotong sayuran, senyumnya terukir kemudian fokus kembali memasak untuk sarapan di hari Minggu ini, "Iya, Nak. Ingat, nomor delapan ya?" sahutnya sedikit berteriak.



"Oke, Bubu!"



Jemarinya dengan telaten memasukkan bumbu-bumbu yang telah disiapkan dan mencampurkannya pada nasi yang akan digoreng. Untuk menyingkat waktu mengingat Ten akan menjemput mereka siang nanti. Segala kegiatan rumah juga telah dilakukan Taeyong sejak subuh tadi supaya sepulang dari jalan-jalan, ia dan Jaemin bisa segera istirahat.



Setelah berlama-lama berkutat di dapur, masakan sederhana Taeyong selesai. Lelaki itu menyajikannya di dua piring, warna putih untuk dirinya sedangkan putranya berwarna merah muda, milik Jaemin lebih sedikit porsinya lalu diletakkan di atas meja berjejer dengan gelas yang berisi air putih.



Langkah Taeyong beralih menghampiri sang buah hati yang duduk di sofa panjang menghadap pada televisi mereka, senyumnya mengembang melihat wajah serius Jaemin yang begitu menggemaskan. Tanpa mengatakan apapun, lelaki Lee itu berbaring di atas paha mungil anaknya.


Respon Jaemin di sana membuat ayah muda itu menyunggingkan senyum yang lebar, lengan mungil sang putra melingkar pada leher dan menyandarkan kepala di pipi Taeyong juga di sana. Maniknya masih fokus pada layar televisi dan sesekali tertawa melihat kartun yang ditonton.



Posisi Taeyong sedikit berubah, memberi kecupan pada dagu putranya yang tertawa karena geli. Afeksi sederhana ini membuat mereka melupakan situasi di luar yang menolak kehadiran keduanya.


"Nasi gorengnya sudah jadi, Nak. Ayo sarapan," ajaknya pada sang buah hati.



"Piringnya yang warna merah muda ya, Bubu!"



Tawa kecil Taeyong keluar mendengar permintaan putranya, jemari mereka bertaut sembari berjalan menuju ke dapur, "Iya, Sayang."



Makanan selalu menjadi hal yang favorit bagi Jaemin, kaki mungilnya berlari menuju ke meja makan sederhana mereka. Tanpa meminta bantuan, anak itu berusaha naik ke kursi yang ada dengan kedua tangan yang berpegangan pada meja.




Locu Felice✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant