You 86: Another Truth

865 92 10
                                    

Jisoo lagi-lagi melepaskan tautan tangan Jennie di jarinya.

"Chagiya..."

Jennie pikir Jisoo masih sedih karena Appa-nya meninggal.

Jisoo menatap Jennie dengan sendu lalu berjalan meninggalkannya.

"Chogiyo."

Jennie membuntuti Jisoo.

"Kau tidak sendiri."

Jennie berbisik pelan, berharap Jisoo menangkap sayup-sayup suaranya.

Jisoo menggeleng. 

"Aniya."

"Ada aku. Ada eomma. Ada Chaeyoung, Lisa, dan Irene."

"Aniya. Aku akan tetap sendiri."

Jennie kaget mendengar jawaban Jisoo.

"Jisoo-ya."

Air mata menggunung di mata Jisoo, siap-siap tumpah. Ia mengalihkan pandangannya dari Jennie dan berjalan lebih cepat.

Jennie mulai cemas. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan Jisoo. Ia mencoba menyusul langkah Jisoo.

"Aku tahu kau sangat sedih, tapi kau tidak sendiri. Aku akan selalu-"

Jennie berhenti bicara. 

Jisoo tiba-tiba berbalik dan memeluknya dengan erat sambil menangis.

"...disisimu."

"Kita memiliki batas yang tidak bisa kita lewati seenaknya. Kau tahu itu. Kau mau kita salah? Aku kakakmu, mana bisa aku membiarkanmu salah? Kau juga tahu kan? Kenapa harus serumit ini, eoh? Kita tidak ditakdirkan bersama."

Jisoo menangis tambah keras.

Jennie mengusap kepala dan punggung Jisoo. Ia tidak tahu harus apa agar Jisoo tidak bersedih lagi, karena ia juga sedih mendengar kenyataan yang diucapkan Jisoo.

***

"Kau kenapa?"

Chaeyoung pusing seharian ini membujuk Lisa yang marah padanya dari kemarin.

"Aku salah apa lagi kali ini?"

Chaeyoung bingung. Ia merangkul Lisa. Namun rangkulannya dilepas dengan kasar.

"Chagi-"

"Kau rangkul saja Jisoo sana!"

"Oh cemburu rupanya." 

Pikir Chaeyoung sambil menahan tawanya.

Kemarin saat mereka berkunjung ke rumah Jisoo, Chaeyoung memang memeluk Jisoo cukup lama. Ditambah Jisoo yang tiba-tiba menangis dan memeluk Chaeyoung sangat erat. Membuat mata Lisa ikut berduka cita. Mereka memang terlambat mendapat kabar duka cita ini. Jisoo ingin sendiri dulu beberapa hari, ia tidak langsung mengumumkan kepada orang lain selain keluarganya. Hanya Jennie dan eomma Jennie.

"Kita kesana untuk turut berduka cita dan menghibur Jisoo. Tapi kau malah modus peluk-pelukan dengan Jisoo. Dasar tukang curi kesempatan! Aku tahu kau itu sangat menyayangi Jisoo tapi kenapa harus di depanku!"

"Oh, kalau begitu di belakangmu boleh?"

Chaeyoung tersenyum jahil.

"Kau cari mati ya!"

Lisa mencubit perut Chaeyoung kuat-kuat.

"Ah~ Appo chagiya! Appo!"

Chaeyoung menarik tangan Lisa dan memeluk kekasihnya itu.

"Lepas!"

Lisa yang sebal berusaha melepaskan diri.

Cup.

Chaeyoung mencium bibir Lisa sekilas.

"Tidak akan."

Ia menjawab Lisa dengan nada datar dan wajah serius, membuat Lisa terpaku.

Chaeyoung kembali memagut bibir Lisa dan menindihnya.

"Cha...Chaeyoung, ini di sofa ruang tamu mu!"

Lisa menahan Chaeyoung yang sudah mulai menggesekkan kakinya ke selangkangan Lisa.

"Diam dan nikmati saja, chagi-ah!"

Lisa mencubit selangkangan Chaeyoung.

"PINDAH KE KAMAR! SEKARANG!"

Chaeyoung mau tak mau menurut pada Lisa.

"Sakit." 

ringis Chaeyoung.

***

"Kau tidak kasihan pada anak itu? Mereka semua mati juga karena kesalahanmu."

Dewa Kematian menasehati Seulgi.

Seulgi terdiam.

Dia terlalu kaget setelah mengetahui masa lalunya.

"Pantas saja aku selalu tertarik dengan anak itu."

"Sekarang kau tahu kan kenapa lingkunganmu tidak jauh-jauh dari mereka?"

Seulgi mengangguk.

"Cepatlah. Kau tahu harus melakukan apa untuk menebus kesalahanmu dulu."

"Apa dia juga tahu?"

"Tentu saja. Saat dia memegang tanganmu, semua ingatan itu juga pasti terbagi kepadanya."

"Aku tidak mau... dia bersedih karena mengingat masa lalu yang pahit itu."

Air mata Seulgi terjatuh lagi.

"Kenapa baru sekarang kau tulus menyukainya?"

Dewa Kematian kesal melihat Seulgi dan meninggalkannya sendirian.

***

Irene memandangi tanaman sekulen di jendela kamarnya. 

Ia menyenderkan kepala di lengannya.

"Siapa yang kulihat di dalam sekelebat ingatan itu ya? aku tidak mengenal mereka semua tapi mengapa hatiku sakit? Makhluk apa dia sebenarnya?"

Irene merengut. Ia memandangi pel disamping mejanya.

"Seenaknya saja pergi setelah membuat orang jatuh cinta."

Ia membanting pel yang diberikan Seulgi padanya ke lantai.

PLETAK.

"IRENE! SUARA APA ITU!"

Eomma Irene menjerit dari bawah, membuat Irene bergegas memungut tongkat pelnya.

***


YouWhere stories live. Discover now