Bagian Empat

2.2K 182 8
                                    

Sedang asyik-asyiknya mengobrol tentang Rusiana, bersama Gita, Vita, dan Ezty, sedangkan Fitri masih sibuk dengan konser kecilnya bersama para bocah-bocah desa.

"Hoy gadis-gadis miskin!" Teriak Susi yang baru saja sampai di bibir sungai.

"Opo?" Jawab Ezty dengan wajah garangnya.

"Dungaren tukang kredit karo wanita simpanan Hendrik, onok nek kene?" (Tumben tukang kredit sama wanita simpanan Hendrik ada di sini?) Kata Susi lagi, maksudnya adalah aku karena ibuku juga mengkreditkan barang ke tetanga, dan yang di maksud wanita simpanan Hendrik adalah Pungki. Hendrik ini manusia wandu! Di bilang perempuan bukan, di bilang laki-laki juga bukan jadi biasa di bilang bencong desa kami.

"Koen golek pekoro Karo aku?" (Kamu nyari perkara denganku?) Bentak Pungki pada Susi sambil melemparkan baju yang ia cuci.

"Hahaha .... Ora usah nesu Kabeh wes eroh nek koen pacare Hendrik!" (Hahaha .... Tidak usah marah semua juga sudah tahu kalo kamu pacarnya Hendrik!) Jawab Susi mengejek.

Kembali ke topik awal, kami berempat sedang serius mendengarkan cerita Ezty yang menceritakan kisah pak Karim ayah Rus.

Dari penuturan Ezty, selama dua hari ini ia terus mendengar suara tangisan dari rumah pak Karim. Bagi Ezty genangan air bekas memandikan jenazah Rus masih ada sampai sekarang sangat tidak wajar, logikanya harusnya genangan air tersebut sudah meresap ke tanah.

Sebelum petang kira-kira hampir magrib Ezty hendak mandi, tapi keadaan kamar mandinya saat itu tertutup rapat. Ezty tahu jika bapak dan ibunya sudah berada di rumah pak Karim, lalu adiknya juga sedang mengaji di mushola.

Terdengar suara orang yang sedang mandi di kamar mandi, terlihat juga percikan air sedikit keluar dari celah bawah pintu. Saat itu Ezty merasa merinding di sekujur tubuhnya, lalu suara air terhenti, Ezty semakin penasaran dengan sosok yang mandi di rumahnya.

Dari celah kecil Ezty mencoba mengintip ke dalam kamar mandi. Betapa terkejutnya ia ketika tahu sosok wanita sedang mandi di kamar mandinya, sosok wanita dengan baju putih yang sudah basah. Rambut panjangnya tergerai basah sampai ke lantai.

Saat itu Ezty yang hanya melilitkan handuk di tubuhnya berlari ke dalam rumah, kakinya tersandung dan Ezty jatuh ke lantai. Beruntung saat itu keadaan rumahnya masih sepi ketika ia bangkit hendak menuju kamarnya Ezty menoleh ke belakang, dan lagi sosok sosok yang di yakini Ezty sebagai Rus itu sudah berdiri membelakanginya.

Kami yang mendengar ceritanya sambil membayangkan kejadian yang di alami Ezty sampai bergidik ngeri, tidak bisa kubayangkan jika aku yang mengalaminya.

Kaok ... Kaok ... Kaok ...

Suara burung gagak di antara pepohonan sekitar sungai. Seluruh mata kami langsung tertuju pada burung hitam yang sedang terbang itu.

"Moleh!" (Pulang!) Teriak Gita membuyarkan obrolan kami saat itu.

Burung gagak mempunyai mitos tersendiri di daerah kami. Biasanya adalah pertanda akan datangnya kesialan atau kematian. Dan kami mempercayai itu, karena sudah menjadi tradisi turun temurun dari leluhur kami.

Pungki dan beberapa anak sudah lari terlebih dahulu, di susul Gita dan Vita di belakangnya. Sementara Ezty yang belum sempat mandi karena terlalu lama bercerita bersama kami langsung menceburkan dirinya ke sungai, kemudian ikut lari bersama yang lainya.

Aku yang sempat terbengong melihat ke arah burung gagak langsung di tarik oleh Fitri. Susi yang berada di depan kami berdua terlihat ragu-ragu untuk menyebrangi sungai, padahal saat itu posisinya berada di tengah sungai.

Sungai di desa kami tidak dalam, hanya banyak bebatuan dengan airnya yang jernih. Karena langkah pelan Susi yang hati-hati takut celananya basah, aku dan Fitri mendorongnya sekeras mungkin hingga Susi terjatuh.

RUSIANA! [TAMAT]Where stories live. Discover now