Bagian 6

2K 182 3
                                    

RUSIANA

Part 6

Tik, tik, tik.

Bunyi detak jarum jam di dalam kamar. Beberapa menit yang lalu aku bangun dari tidur dengan keringat membasahi dahi dan leher, setelah jatuh pingsan karena melihat arwah atau lebih tepatnya hantu Rusiana.

Tak ada yang kulakukan selain duduk meringkuk termangu mengingat wajah pucat Rusiana. Jam masih menunjukkan pukul 2 dini hari ketika aku bangun saat itu, seluruh badan ini rasanya sangat letih serta lemas.

Perlahan kuraih selimut tebal untuk menutupi bagian kaki yang terasa amat dingin. Kuseka perlahan bulir keringat dingin di kening, sambil memandangi sekeliling kamar.

Saat itu aku merasa ada seseorang yang sedang mengawasi, tapi entah dari mana sosok tersebut mengawasi diriku. Kadang dari atas lemari pakaian, kadang dari pojok samping pintu kamar, karena di situ tempatku mencantolkan pakaian yang masih bersih setelah kupakai.

Angin berembus semilir dari luar rumah, terdengar suara dedaunan  kering yang terterpa angin. Di kamar ada satu jendela kaca berukuran lumayan besar, lewat kaca jendela dengan korden kamar yang sedikit terbuka.

Kedua bola mataku menatap ke arah luar, tepatnya di bawah tiang listrik dekat pohon jambu air milik pak Giman yang tumbuh di halaman rumahnya. Awalnya samar, tapi, saat kupicingkan mata tepatnya di bawah pohon jambu air itu, sosok gadis berkaus merah yang tadi kukira adalah bayangan tumpukan jagung kering yang di tutupi terpal semakin memperjelas jika sosok itu benar-benar seorang wanita.

"Rus ...." Ucapku lirih ketika wajah sosok wanita yang tidak asing bagiku. Dia! Rusiana, saat itu sedang duduk di kursi kayu di bawah pohon jambu air milik pak Giman, sambil menggoyang-goyangkan kedua kakinya yang tidak menapak pada tanah.

Kedua mata sayu milik Rusiana terus menatap ke arahku, dan aku hanya melihatnya dari balik jendela kamar tanpa bisa menggerakkan badanku. Sampai leherku terasa sakit karena menoleh ke arah kiri terlalu lama.

Di kota asalku Malang bagian selatan, tepatnya di kecamatan pagak. Jika dini hari pasti muncul kabut tebal, bagi aku sendiri fenomena kabut tebal sudah biasa. Tapi yang lebih luar biasanya lagi adalah sosok Rusiana yang tadinya duduk di bawah pohon jambu air tiba-tiba menghilang bersama kabut tebal tersebut.

Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara adzan subuh berkumandang. Ku rebahkan lagi badanku di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. Sosok Rusiana terus terbayang di dalam pikiranku, kebanyakan orang beranggapan bahwa orang yang mati secara tidak wajar akan menjadi arwah penasaran dan terus bergentayangan sampai 7 atau bahkan 40 Harinya.

Tidak bisa kubayangkan jika Rusiana akan terus datang pada malam hari, dan menghantui siapa saja termasuk diriku selama 40 hari setelah ia meninggal. Padahal baru 3 hari yang lalu dia meninggal sudah membuat gempar sebagian tetangga, apa lagi desas-desus tentang kematiannya.

Lampu ruang tengah menyala, pertanda ayah dan ibuku sudah bangun dan bersiap untuk ke mushola. Pagi itu mereka tidak membangunkan aku, meski sebenarnya aku sudah bangun tapi untuk pergi ke mushola rasanya badanku terlalu lemas.

***
"Rin, tanggi Nduk, sarapan wes jam 8 loh." (Rin, bangun Nak, sarapan sudah jam 8 loh.) Suara ibu membangunkan diriku.

Mendengar jam 8 tubuhku reflek bangun dari posisi tidur, karena waktu berangkat kerja sebentar lagi.
Buru-buru aku memasuki kamar mandi lalu segera meraih sikat gigi beserta pasta giginya. Tanpa mandi terlebih dahulu yang penting cuci muka agar terlihat segar.

"Te nandi?" (Mau kemana?) Tanya ibuku dengan suara lirih, sambil melihatku penuh keheranan.

"Keerjo!" Jawabku hampir terbata, baru kuingat jika minggu ini waktu kerjaku sift sore.

Hampir saja aku panik karena takut terlambat berangkat kerja, tiba-tiba datang Pungki dan mengabarkan jika Nurul meninggal dunia.

Aku dan ibu yang mendengar berita tersebut langsung kaget secara bersamaan. Padahal baru semalam aku melihatnya kesurupan dan setelah itu aku tidak tahu lagi tentang kabarnya, karena mendadak pocong yang menyerupai Rusiana muncul dan memporak-porandakan kami yang berkerumun di depan rumah Nurul.

"Inalillahi Wainailaihi Rojiun." Ucapku serempak bersama ibu.

Kemudian ibu yang tadinya hendak membuka warungnya mengurungkan niatnya, lalu saat itu juga ibu mengambil jilbab dan langsung pergi ke rumah Nurul.

"Kapan matine?" (Kapan meninggalnya?) Tanyaku pada Pungki saat itu.

"Sektas Iki mau Mbak." (Baru saja Mbak.) Jawab Pungki lesu, dari wajahnya terlihat kurang tidur semalaman ini.

"Sopo seng wes nek kono?" (Siapa saja yang sudah di sana?) Tanyaku kemudian. Kematian Nurul sama sekali tidak terduga oleh kami, padahal gadis tersebut baru menginjak bangku SMP.

"Samean gak nyusul bude Mbak?" (Tidak nyusul bude Mbak?) Ajak Pungki saat itu.

"Disek wes, tak susul engkok" (duluan saja, aku menyusul nanti) jawabku pelan lalu memasuki kamar.

Tidak berapa lama kemudian datang dua mahluk bernama Ezty dan Susi. "Rin, Rin, Riiiin ...." Suara keras Susi memanggil namaku.

Seperti biasa, Ezty tanpa pamit terlebih dahulu langsung nyelonong masuk ke kamar lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang tidurku. "Wingi Rusiana, saiki Nurul, matine podo ndadak kabeh ngarai gak iso  nyambut gawe ae" (Kamarin Rusiana, sekarang Nurul, meninggalnya pada mendadak semua bikin tidak batal kerja saja) gerutu Ezty sambil memainkan gawainya.

"Awakmu jarene mari di medeni Rusiana? Iyo Tah?" (Kamu katanya habis di hantui Rusiana? Benar kah?) Tanya Susi padaku seolah tidak peduli denganku yang sedang berganti baju.

"Iyo!" Jawabku tegas.

Kemudian Susi memberikan solusi dengan memasukkan akun sosmed milikku ke dalam suatu grub mistis. Dan seluruh isinya penuh dengan berbagai orang-orang ahli spiritual.

***

Sore hari setelahnya pulang dari rumah Nurul, kucoba mengecek grub yang di tadi di sarankan oleh Susi. Kemudian kutulis sebuah status yang isinya tentang keluhan yang sedang kujalani saat ini. Tentang Rusiana yang selalu menampakkan sosoknya padaku, dan juga tentang bisikan pelan Rusiana di telingaku.

"Mati!" Itu sepenggal kata bisikan suara Rusiana yang kudengar.

Tentang kekesalanku padanya, kenapa dia harus bunuh diri dan menghantui warga desa? Mungkin Rusiana sendiri tidak ingin menjadi arwah penasaran seperti sekarang ini. Tapi, mati dengan cara gantung diri seperti yang ia lakukan malah menjadi masalah bagi dirinya juga bagi kami yang masih hidup.

Jika ingin meninggal dengan tenang kenapa tidak menunggu ajal datang saja? Pikirku. Dan apa sebenarnya masalah Rusiana sehingga ia nekat mengakhiri hidupnya, seberapa berat kah masalah yang ia tanggung hingga dia sendiri tidak sanggup menjalaninya? Semakin kupikirkan semakin berat rasanya kepalaku saat itu.

Hingga akhirnya status yang kubuat di banjiri oleh notif, banyak sekali isi komenan mereka. Ada yang bilang aku sedang ketempelan seorang nenek-nenek, ada yang bilang aku harus di ruqyah, karena jika tidak aku akan sulit mendapatkan jodoh. Ada yang berkomentar jika aku sedang mendapat santet kiriman dari seseorang.

RUSIANA! [TAMAT]Where stories live. Discover now