Bagian Satu

4K 234 14
                                    

Satu cerita dari kota Malang bagian selatan yang membuat gempar desa dan bahkan sampai terdengar ke desa-desa lain masih membekas di ingatanku sampai saat ini. Tentang Rusiana perempuan yang umurnya sebaya denganku. Rusiana menikah di umur yang sangat belia saat itu, pernikahan mereka kandas setahun kemudian.

Dengan statusnya sebagai janda muda yang belum memiliki anak, banyak pemuda kampung dan bahkan di luar kampung berlomba-lomba mendapatkan hatinya.

Hingga pada suatu sore, tepatnya saat aku dan Fitri teman satu desa pulang dari pabrik tempat kami bekerja melihat Rusiana untuk terakhir kalinya.

Sudah menjadi tradisi bagi kami berdua saat pulang kerja menaiki motor dengan kecepatan pelan, di samping menikmati hawa pedesaan di sore hari di selingi melihat status para mantan di akun sosmed lewat gawai.

Fitri menyetir dengan sangat pelan, mataku terus fokus pada layar gawai sambil sesekali menyuapi snack ke mulut Fitri.

Jalan ke desa kami melewati makam di pinggir jalan, setelah itu beberapa petak tanah yang di tanami oleh pohon pisang. Fitri menoleh ke arah makam hingga ia tidak fokus pada jalan, dan motor yang kami naiki oleng ke kiri lalu terguling ke semak-semak.

Beruntung motor milikku tidak sampai tercebur ke parit saat kami jatuh terguling, saking kesalnya pada Fitri kupukul keras pundaknya dari belakang.

"Koen iki, sengojo yo!" (Kamu ini, sengaja yah!) Umpatan kasar keluar dari mulutku sambil memukul keras pundaknya.

Posisiku saat itu kaki kiri terhimpit oleh body motor. Sedangkan Fitri langsung berdiri menghadap ke arah pohon kenitu tanpa memperdulikan diriku yang tidak bisa bergerak karena terhimpit oleh body motor matic yang berat.

Aku mengerang karena rasa nyeri berserta kesumutan mulai menjalar di kaki kiri, sedangkan Fitri masih berdiri memunggungi dengan terus memandang ke arah pohon kenitu.

"Rin, iku kok koyok menungso yo? Opo golek'an?" (Rin, itu kok kayak manusia yah? Apa boneka??) Suara Fitri datar saat bertanya padaku.

Tidak sempat menoleh ke arah pohon kenitu yang di maksud Fitri, karena kakiku yang terhimpit body motor membuat pergerakan ku di batasi.

Tangan secara cepat meraih sepatu di kaki kanan lalu melepaskannya, setelah itu ku lemparkan ke arah ke arahnya.

Fitri baru menoleh padaku setelah sepatu kanan milikku mengenai punggungnya. "Loh, sepurane aku ora eruh nek awakmu kecepit" (Loh, maaf aku tidak tahu kalo kamu terhimpit) ucap Fitri terkejut saat melihat ke arahku. Kemudian Fitri buru-buru memberi pertolongan.

"Matamu, ancene koen iku gendeng" (Matamu, memang kamu itu gila) kata umpatan kembali keluar dari mulutku.

"Sek talah, engkok ae ngamuk'e, iku loh deloken menungso tah uduk?" (Sebentar, nanti saja marahnya, itu lihat dulu manusia apa bukan?) Ucap Fitri sambil menunjuk ke arah pohon kenitu di tengah rimbunnya pohon pisang.

Di sana, di samping pohon kenitu ada sosok wanita tergantung dengan seutas tali yang mengikat lehernya. Wajah pucat dengan lidah yang menjulur keluar disertai tetesan air liur, terlihat juga bekas darah yang keluar dari lubang hidung sisi kanan serta kedua bola mata yang hanya menyisakan warna putih dengan guratan merah muda.

Tubuh wanita yang tergantung itu bergoyang-goyang secara perlahan dan berputar pelan, karena pohon kenitu yang di gunakan mengikat tubuh wanita berbaju merah dengan celana jeans hitam itu di terterpa angin pelan.

Jelas sekali tahu bahwa yang tergantung di pohon itu adalah manusia, hanya bisa berdiri mematung memandang kosong ke arah wanita yang tergantung tersebut.

Sedangkan Fitri di samping berkali-kali menyenggol lenganku dengan pertanyaan, apa sosok wanita yang tergantung itu manusia asli atau hanya sekedar boneka untuk menakut-nakuti orang yang kebetulan lewat.

RUSIANA! [TAMAT]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt