Bagian 3

2.3K 200 7
                                    

Bukanya sepatuku yang ketemu tetapi yang kami dapatkan malah bau aneh dari tengah kebun pisang tempat Rus meninggal.

Sehabis sholat magrib ayah sudah menuju ke rumah pak Karim untuk melaksanakan tahlilan mendiang Rus. Saat itu ibu terlihat sibuk mengemasi dagangannya, padahal hari belum terlalu larut.

"Napo kukut sek sore Buk?" (Ngapain tutup masih sore Buk?) Tanyaku pada ibu setelah berada di sampingnya.

"Sepi, ambekne yo wes gak ono wong liwat!" (Sepi, lagi pula juga sudah tidak ada orang lewat!) Jawab ibu tanpa menoleh ke arahku, ia masih sibuk mengemasi dagangannya.

"Oh ...." Jawabku kalem, lalu mengambil sebungkus oreo di rak depan.

"Rin! Ageh terusno mangani dagangan terus ae!" (Rin! Terusin saja kalo makan dagangan!) Bentak ibu saat melihat aku mengambil makanan yang di jual di toko.

Buru-buru aku berlari memasuki rumah, karena kutahu ibu tidak akan berhenti mengomel sebelum puas. Lagi pula bungkus oreonya sudah kusobek sejak tadi.

Beberapa saat kemudian ibu tengah berbincang dengan Arie pemuda dari desa sebelah yang kebetulan lewat, dan berhenti di toko kami karena ingin membeli sebungkus rokok.

Dari ruang tamu jelas sekali terdengar pembicaraan ibu dan Arie, saat itu arie bertanya tentang sebab kematian Rus. Apa benar Rus meninggal karena gantung diri, lalu kembali terdengar suara pemuda lain yang ikut bertanya mengenai kematian Rus.

Kemudian pembicaraan di hentikan oleh ibu, "wes, ora apik ngomongno wong seng wes mati" (sudah, tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal) kata ibu menutup pembahasan tentang Rus.

Sebelum Arie dan temannya berlalu sempat kudengar, salah satu temannya berkata jika Rus dulunya adalah mantan kekasihnya, dan dari nada bicara pemuda tersebut ia seolah tidak ikhlas jika Rus meninggal secara tidak wajar.

Karena penasaran siapa pemuda tersebut, kubuka gorden yang menutupi jendela kaca di ruang tamu. Dan kutahu itu adalah suara Rio, sedangkan yang satunya lagi masih belum kukenal tidak jelas siapa pemuda tersebut karena lampu penerang jalan yang biasanya nyala saat itu sedang padam.

Di jalan depan toko ada tiga pemuda, dua di antaranya yang kukenal adalah Arie dan Rio.  Sedangkan yang satunya tidak terlihat wajahnya karena menghadap ke arah rumah Gita yang berhadapan dengan rumahku.

"Heh, lapo?" Aku terhenyak kaget mendengar suara ibu yang tiba-tiba sudah berada di sebelahku. "Koncone Rio iku loh ganteng Rin," (Temannya Rio itu loh ganteng Rin,) lanjut ibu dengan senyum menyeringai.

"Opo tah, ibuk iki! Ngageti ae" (Apa sih, ibu ini! Bikin kaget saja) Kataku dengan wajah merah menahan malu.

Sambil menunggu kepulangan ayah, aku dan ibu membahas macam-macam topik pembicaraan. Tentang padi yang bulan depan akan panen, tentang peralatan kosmetik yang kubeli ibuku multitalenta, bisa menjadi teman curhat juga. Kadang orang berfikir kami adalah kakak beradik saat jalan berdua.

Setelah ayah pulang dari rumah lek Karim, aku pamit tidur terlebih dahulu. Mataku terasa amat berat menahan kantuk, baru sebentar badan rebahan di kasur aku sudah tertidur pulas.

Tok ...
Tok ...
Tok ...

Terdengar suara ketukan pelan dari pintu depan. Aku terbangun dan mendapati bokong Kiko yang tidur di atas badanku dengan bokongnya yang menghadap langsung ke arah mukaku.

Pantas saja terasa berat dan hangat, ternyata Kiko sedang tidur di atas badanku. Tidak biasanya kucing Oren milikku itu tidur di atas badan.

Saat aku terbangun dalam posisi masih tidur terlentang di atas kasur, Kiko langsung meloncat lalu mondar mandir seperti sedang kebingungan.

RUSIANA! [TAMAT]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin