#1

620 53 21
                                    

"Bagaimana keadaan nya?"

"Tidak ada yg berubah."

"Ck, seharusnya kau membawanya ke rumah sakit!"

"Dan mendekam di balik jeruji saat dia sudah sadarkan diri? Heol, yg benar saja!"

Sang gadis Kim tertawa renyah mendengar penuturan sang sahabat. "Justru akan lebih bahaya jika dia mati di rumahmu nona Park."

Gadis itu -Park Ji Hyo- mendengus kesal mendengar penuturan Kim Dahyun -sahabat karibnya-

"Aku hanya tak mau ambil resiko." Jihyo menghembuskan nafas beratnya. "Lagipula wanita itu tak terluka parah." lanjutnya.

"Tetap saja, kau seharusnya membawanya ke rumah sakit. Lagian apa masalahnya? Uangmu banyak, kau tak mungkin bangkrut hanya karna membawanya berobat." Dahyun menyesap minuman yg sedari tadi tak disentuh olehnya.

"Sudahlah, dia sudah aku rawat dengan baik di rumah." jawab Jihyo kesal. "Aku duluan, ada kuliah siang." pamitnya sebelum berlalu.

"Cih jinjja? Dia benar benar keras kepala." dengus Dahyun. Matanya menelusuri seisi cafe kemudian menatap arloji yg melingkar di tangannya.

"Kemana dia? Ini sudah lewat 15 menit." kesalnya.

"Ekhem.."

Sang gadis Kim menoleh, dan mendapati pemuda ber-tuxedo hitam di belakangnya.

"Kau terlambat 15 menit tuan." sarkas Dahyun.

"Aku tidak terlambat nona, aku berada di belakangmu dari 26 menit yg lalu."

"Kau berdiri selama 26 menit?"

"Ck, lupakan itu! Bagaimana perkembangannya?"

"Aish, frontal sekali." gumamnya. "Rencananya berhasil, jika dia sudah membawa wanita itu ke rumah sakit. Kalian bisa melanjutkan ke rencana kedua." jelasnya.

"Bukankah tadi dia tidak mau?"

Sang gadis Kim berdecak "Aku ini sahabatnya sejak kecil, bisa kupastikan dia akan kerumah sakit hari ini."

"Bagus, ini hakmu. Terimakasih atas kerjasamanya." pria itu berdiri kemudian berlalu dari hadapan Dahyun.

Dahyun, gadis itu menatap nanar map yg berada di depannya. "Hanya demi mendapatkan hak ku kembali, aku menjual sahabatku?" gumamnya.

Tangannya meraih sertifikat rumah yg barusaja di berikan oleh pria tadi. "Maafkan aku Hyo, tapi rumah itu harus aku ambil kembali. Hanya itu satu satunya peninggalan eoppa yg tersisa." telak, airmata yg ia tahan akhirnya tumpah.

Gadis Kim itu menangis. Bukan, ini bukan kemauannya. Menjadikan Jihyo sebagai alat untuk mendapatkan rumahnya kembali, sebenarnya tak ada dalam perkiraannya selama ini. Dia pikir, dialah yg akan menjadi pelayan. Bukan Jihyo, sahabat karibnya.

"Maafkan aku." lirihnya.

Sementara Jihyo, kini gadis itu sedang memikirkan perkataan sahabatnya. "Haruskah? Aish, merepotkan." kesalnya sembari memukul pelan kepalanya.

Ia memutar arah dan melajukan mobil menuju rumahnya. Gadis 20 tahun ini mengemudi dengan santainya, biarkan saja hari ini dia terlambat hadir dalam kelas. Toh orang tuanya sedang tidak ada di Korea, jadi dia bebas.

Sesampainya di mansion mewah yg selama ini ia tinggali, Jihyo segera berjalan ke arah kamar tamu. "Dia belum sadar?" tanya Jihyo kepada salah satu maid yg berada di ruangan bernuansa peach tersebut.

"Belum nona." jawabnya "apa perlu saya panggilkan dokter Lee?"

Jihyo menggeleng pelan sambil tersenyum manis. "Suruh beberapa orang untuk membawanya ke rumah sakit. Aku akan menyusul nanti, aku harus ke kampus dulu. Aku sudah terlambat." jelasnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 14, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Thinking Again 🔞 [Book 5]Where stories live. Discover now