09. Sebongkah lakon

150 29 20
                                    

   

       IA tak akan percaya bahwa sebagian besar niatnya mampu membuat dirinya ternganga oleh pemandangan hutan dengan pohon tinggi tersebut di depannya. Kertas kecil yang terkoyak acak dalam genggaman seketika sira rentangkan dalam udara, dan sebuah tulisan hangul termaktub jelas pada alas kertas putih bersinar dari sang pria.

'Temui aku dalam Hutan Son'

Ia merasa bodoh ketika sira mengangguk—menyetujukan ajakan manusia aneh tersebut ke dalam hutan. Padahal Yeonjun sudah melarang Vii untuk tetap menemui Soobin dalam hutan, tetapi Vii tetap saja mengangguk karena penasaran saja. Entahlah, ia merasa ada sebuah keinginan yang muncul---darimana pun tak tahu. Sudah, Yeonjun pasrah saja, lagi pula Vii bukan anak kecil lagi, hanya saja Yeonjun takut adiknya tersesat dan tak menemukan jalan pulang seperti saat beberapa tahun yang lalu.

Tetapi, Soobin justru mengelak, "Tenang saja, Yeonjun. Adikmu tak akan tersesat lagi. Dia tau jalan keluarnya, lagipula dia bersamaku nanti. Dia akan pulang, tidak akan meninggalkanmu sendirian dalam lingkup seperti ini, Yeonjun." Seraya tersenyum pahit. Itu mengingatkannya sesaat ia pernah di tinggalkan oleh gadis kecilnya, yaitu Choi Vii.

Agaknya ia akan berpikir untuk tersesat saat dirinya benar-benar memasuki hutan dan mencari keberadaan seorang manusia aneh; yang mengaku sebagai pria bernama Soobin. Namun, nyatanya Vii merasa familiar dengan keadaan hutan yang ia rasa tak pernah mengunjunginya.

"B-benar ... Ini ... Hutan ... S-son? Aneh sekali namanya, pohonnya lebat begini, apa tidak membuatku tersesat? Orang ini ingin menyulitkanku, ya?"

Lihatlah, seragam masih terpasang di tubuhnya, bahkan tali merah yang terikat pada surai pun masih setia pada rambutnya. Hanya saja tas ransel bercorak biru langit ia jinjing dalam genggaman eratnya. Keringat bahkan mengalir hingga membuat bulu kuduk Vii berdiri, setelah melihat hutannya, Vii berpikir bahwa, sudahlah, aku lelah, kenapa aku harus mencarinya?

"Masuk sekolah telat dua puluh menit, lalu mendapatkan hukuman yang amat membuatku lelah. Dan ini pun sepulang sekolah aku harus mencari keberadaan pria itu dalam hutan yang lebat ini? Ya ampun, aku benar-benar gila!" Gerutunya penuh dengan rasa gundah dan belingsatan. Jemarinya mengerat kembali setelah sempat menyimpan kertas koyak tersebut ke dalam saku.

Dalam hatinya terus berkata, 'Aku tidak pernah melihat hutan ini, tapi aku merasa akan benar-benar bertemu dengan pria itu dalam Hutan.' Anggap saja ini uji nyali, Vii akan menerobos hutan tersebut sesaat ia pun akan menemukan keberadaan Soobin—Manusia misterius yang pernah terlibat dalam kehidupan kecil sang lara.

Vii dibuat bimbang oleh pilihannya, ia akan tetap menerobos nekat memasuki hutan tersebut, atau pulang meninggalkan harapan Soobin yang tengah berdiri seraya tersenyum menunggu kehadiran gadis permata dihadapan sang empu.

'Ayolah, Vii. Kau belum pernah memasukinya, apa kau yakin? Tunggu, tetapi aku merasa bahwa aku akan segera menemuinya! Apa yang harus ku lakukan? Apa pilihanku sekarang?' matanya membulat sempurna hingga alis pun berkerut kampa. Tangan yang masih menjinjing tas hanya dapat bergerak kecil karena ragu untuk maju. Sungguh, hatinya perlu di biasakan untuk memilih pilihan yang membuat dirinya merasa lebih baik untuk menentukan pilihan yang tepat. Tak ada lagi yang namanya keraguan.

'menerobos masuk, atau meninggalkannya ...'





























































'S-seperti ... dahulu?'


.

𝓗𝓪𝓷𝓭

.


"Ah, anak itu. Aku tak tau kenapa Vii terus mengangguk setelah makhluk aneh itu memberikan ajakan untuk mengajaknya ke dalam hutan. Apa makhluk bertopeng setengah retak itu sudah mengambil energi Vii dan menghipnotisnya? Oh, apa ini terlalu drama? Aku tidak berlebihan, 'kan? Bahkan aneh jika dilihat bahwa bagian jantung dadanya terukir bunga layu,"

Gerutunya sembari terus berkumur dalam mulut. Matanya berpusat pada lingkar atensi yang membuatnya berjalan sedikit oleng, sampai-sampai ia menginjak sebuah rangkaian bunga yang teramat sangat layu dalam bilik kamar Vii. Awalnya Yeonjun hanya ingin mengambil bukunya yang tersimpan di meja belajar Vii dan hanya akan mengambilnya, lalu keluar dari bilik.

"Astaga, Vii? Kenapa kau menyimpan rangkaian bunga? Sudah berapa tahun kau menyimpannya, huh?  Ya ampun, aku harus membuangnya, ini sangat bau!" Yeonjun pun mengangkat rangkaian bunga layu yang kini warna corak merah pada mawar itu pun memudar, beberapa jenis bunga dengan berbagai warna pun ikut memudar bagaimana semestinya bunga itu harus tetap terjaga.

Yeonjun pun berjalan cepat menuju tong sampah yang ada di ujung toilet sembari mengangkat dengan jari telunjuk dan ibu jarinya dengan tatapan, jijik. "Ku akui, bunga ini sudah lama membusuk!"

Sesampainya, tanpa ragu Yeonjun melepaskan salah satu jarinya dan melayangkan sebuah rangkaian bunga layu yang entah sudah berapa lama ia bertahan. Namun, sesuatu telah mengejutkan dirinya sesaat rangkaian bunga itu berhasil masuk dalam sampah dapur. Yang amat membuat Yeonjun bergetar hingga ia terlonjak dalam posisinya adalah,"Jangan ambil apapun termasuk foto, jangan tinggalkan apapun termasuk jejak, dan jangan buang apapun termasuk waktu. Dan kau telah mengingkarinya, Choi Yeonjun." []


𝓗𝓪𝓷𝓭


———
Ada yang tau kenapa bunganya layu?

𝑯𝑨𝑵𝑫 | 𝒆𝒙𝒑𝒍𝒐𝒔𝒊𝒗𝒆 𝒄𝒓𝒚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang