03. Tirai menerjang bayu

2K 199 34
                                    

Eleven years later

       MATAHARI  telah menggantikan posisi bulan sebagai lampu bumi yang alami. Tak sangka ternyata kini sudah pukul tujuh lebih lima belas menit waktu Korea. Selimut tersibak dan memperlihatkan sebagian tubuh, jam weker terus berbunyi nyaring hingga cukup lama gadis itu terbangun dari tidurnya. Rambut acak dengan saliva yang terjun menyentuh bantal segera ia hapus dari pandangan-tentu saja menggunakan lengan kain piyamanya. Beberapa detik kemudian gadis tersebut membuka matanya perlahan seraya menjamah jam weker di atas nakas.


"Vii!" seruan nyaring memekakkan telinga gadis yang tengah menengkurapkan tubuhnya dengan posisi tangan kanan di atas jam weker. Tak ada pergerakan ataupun sahutan, sosok yang memanggil namanya tadi langsung mendobrak pintu kayu putih.

"Choi Vii!"

Gertakan terdengar dari sisi ujung gigi sang pria, "Bangun, Choi Vii pemalas!" seraya menyibakkan selimut hingga menampakkan seorang gadis pemalas yang memang nyata adanya. Kini lontar kata yang di ucap pria itu membuat gadis tersebut menggerakkan jari jemari bahkan ia sempat menggaruk tengkuk lehernya. Selang beberapa detik gadis itu mengeluarkan sepatah kata, "Eumm, ada apa, Kak? Aku mengantuk," dengan suara parau.

"Lihat jamnya!" Ia menunjuk benda bulat berdetak-karena baterai-menempel di dinding kamar. "Kau mau terlambat sekolah, huh?" sepertinya ocehan yang terucap tak membuat si gadis terbangun dari tidur? Sosok kakak yang bisa terbilang disiplin ini sama sekali berbanding terbalik dengan sifat si bungsu. Sira kini sudah muak dengan kebiasaan adiknya yang terus bermalas-malasan. Dan dia berpikir bahwa, Bagaimana dengan menyiram sisa ampas detergen?

"Awas saja kalau tidak bangun, aku pastikan kau akan segera masuk ke kamar mandi," gumam sang kakak yang sudah mengendap keluar menuju kamar mandi di dekat persimpangan dapur.

Usapan lembut di atas surai mengundang animo gadis yang masih terpejam menikmati mimpi paginya. Namun, saat ia berusaha melirik sedikit sosok yang mengusap surai, Vii tak dapat melihat siapapun di sekitar sana. Dia nanap dari pandangannya, Bayu menerpa wajah ketika jendela terbuka lebar-entah siapa yang melakukannya. "Hei, ini dingin. Kenapa kakak membuka jendelanya sih?" jujur saja, dia cukup segan untuk menutup kembali jendela kamarnya karena agak merinding.

"Vii bangu-loh, sudah bangun?" Ketika kakaknya susah payah mengangkat seember air sisa detergen untuk sang adik, Vii justru tampak gundah dan belingsatan. Kendati begitu, Yeonjun tetap menanyakan posisi Vii yang terdiam kaku di depan jendela-sudah tertutup rapat. "Tumben sudah bangun? Padahal kakak mau membangunkan mu dengan ini loh," ujarnya sambil menyodorkan seember cairan keruh berbau sedap.

"Eugh, aku benci baunya."

"Justru itu aku akan membangunkanmu dengan ini. Tapi, kenapa kau tiba-tiba terbangun? Ini langka...,"

Sang gadis merenggut kesal, "Enak saja, aku terbangun karena..." tiba-tiba Vii refleks mengusap rambutnya tepat dimana sosok tadi mengusap pula surainya. "Ah, itu karena..."

Tidak perlu kau ingat lagi, Choi Vii!

"Eum, itu karena aku ingin berubah saja, haha." Senyumnya lebih lebar dari biasa, bahkan deretan gigi tak segan memperlihatkan sisa cabai merah kemarin malam. Tangan menggulum sesak, napasnya engap dan Vii rasa udara di kamarnya cukup panas. Tentu dia berbohong.

Kakak Vii hanya menaikkan alisnya bingung, "Oh, Oke...terserahmu saja, baguslah kalau kau ingin berubah. Sudah sana sekolah, bersiaplah!" Ia mendorong keras pundak si gadis sampai tergopoh. "I-iya, Kak. Tapi, bolehkah sebentar saja aku berdiam di kama-"

"Tidak boleh! Kau ingin bolos? Pokoknya tidak boleh!"

"Bahkan Kak Yeonjun lebih keras daripada Mama...," gerutu Vii sambil memainkan jari jemarinya yang menandakan bahwa dirinya tampak agak belingsatan. Dan syukur saja Yeonjun tidak terlalu menghiraukan tingkah laku adiknya yang sedikit aneh dari biasa. Yeonjun pun berbalik badan keluar dari kamar Vii tanpa sepatah katapun, tentu saja ia tak lupa mengembalikan ember berisi cairan keruh yang wangi itu ke kamar mandi.


Tarikan nafas mengembus setelah lelaki tinggi keluar dari kamarnya. Sejenak ia memejamkan mata dan berseru dalam hati, "Bagaimana jika Kak Yeonjun tau bahwa-"

"Sudah pergi, ya?"

Vii menoleh ke belakang dan mengangguk kaku, matanya bahkan tak sanggup untuk menatap balik sesosok pria berkisar umur dua puluhan tahun yang ternyata bersembunyi di balik kolom tempat tidur. "Kalau aku berteriak karena terkejut saat kau tiba-tiba muncul, aku akan mendapatkan masalah besar. Dan kau beraninya datang ke kamarku. Kau ini siapa, huh?"

"Bahkan kau berani mengusap rambutku, jantungku hampir copot! Untung aku menyuruhmu segera bersembunyi, apa yang membuatmu datang kesini? Kenapa harus aku?"

Lelaki tersebut hanya tersenyum simpul, atensi Vii teralih sesaat lelaki itu menunjukkan dimple manis yang terhias di pipi gembulnya. Walau tak terlalu begitu gembul, Vii cukup gemas saat melihatnya. Namun, ada rasa takut dan khawatir juga, karena mengapa seorang pria dapat masuk tiba-tiba sebelum jendela terbuka? Bahkan pintu pun Vii tutup dan tak terdengar decitan lagi. Tunggu, apa jendela itu memang terbuka karena pria itu masuk lewat sana?

"Karena aku ingin kembali melihat si gadis kecil periang yang pernah tinggal bersamaku. Kau ingat aku Vii? Kau ingat dengan rangkaian mahkota bunga layu yang aku pegang ini?" []

𝓗𝓪𝓷𝓭

𝑯𝑨𝑵𝑫 | 𝒆𝒙𝒑𝒍𝒐𝒔𝒊𝒗𝒆 𝒄𝒓𝒚Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon