Selamat Tinggal

1.5K 242 54
                                    

Tzuyu POV

Aku menoleh ke sebelah kiriku. Elkie sudah tidur, tapi aku masih belum bisa tidur. Aku duduk dan langsung memandang ikan cupangku yang kuletakkan di atas nakas. Dia masih cantik tidak ada yang aneh. Yang aneh adalah Jihyo. Aku tak bisa berhenti memikirkan Jihyo dari tadi.

Seharian ini aku sama sekali nggak ngobrol sama dia. Habisnya dia hari ini nggak asik sih. Dia malah setuju-setuju aja waktu Elkie disuruh tidur di kamarku. Kenapa sih dia begitu?

Andai aku bisa ngomong aku ini nggak mau sama Elkie.

Andai aku bisa ngomong yang aku mau cuma dia.

Semuanya cuma andai.

Dari gerak-geriknya aku tau Jihyo nggak mau sama aku, dan yang dia mau cuma aku baikan sama Elkie. Jadi buat apa aku ngomongin semua yang aku mau kalo udah tau bakal di tolak?

Aku nyesel kemarin sempet kegeeran. Kan jadi sakit sendiri nih.

Ngomong-ngomong Jihyo lagi ngapain ya? Karena benar-benar nggak bisa tidur, aku segera keluar dan berdiri di depan pintu kamar Jihyo.

Hening, nggak ada suara. Sudah tidur ya?

Akhirnya aku mengurungkan niat untuk mengetuk pintunya, dan memilih untuk balik badan lalu bersandar pada pintu kamar Jihyo. Kuamati keadaan sekitarku.

Besok aku sudah tidak di rumah ini lagi. Aku tidak bisa lagi mencari belut di sawah, main air di kali, belanja ke pasar, dan juga aku nggak bisa nontonin eyang yang lagi jahit ataupun bude Ratih yang lagi ngepel. Yang paling parah, aku nggak bisa ketemu Jihyo lagi.

Entah kenapa aku jadi melow gini. Kok sedih ya? Padahal dulu awalnya aku sama sekali nggak mau di suruh ke sini. Tapi sekarang malah sedih waktu disuruh pulang.

Ini sedih banget sih, malam terakhir tapi malah nggak ngobrol dan nggak tidur bareng Jihyo. Padahal kapan lagi coba bisa ngobrol dan tidur bareng setelah ini? Huh.

Cklek

Tiba-tiba pintu yang kusandari terbuka dan membuat badanku terhuyung ke belakang, lalu jatuh di dekat kaki Jihyo. Aku shock. Pantatku sakit nih. Jihyo tampak lebih shock. Dan yang bisa kulakukan hanyalah menyengir tanpa dosa.

Gimana ya ini kok jadi keciduk gini. Malu deh.

"Kamu ngapain di sini?" Tanya Jihyo sembari mengulurkan tangannya. Aku menerima uluran tangan itu dan langsung bangun.

"Nggak bisa tidur hehehe. Soalnya Elkie udah tidur duluan" jawabku. Dia mengangguk-angguk paham. Lalu hening. Kenapa jadi canggung gini sih? Padahal kita ini nggak lagi berantem kan? Iya, cuma aku aja yang aneh tiba-tiba kesel sendiri.

"Lah lo sendiri ngapain keluar? Nggak bisa tidur juga?" Tanyaku memecah keheningan. Jihyo diam sebentar sebelum akhirnya mengangguk ragu.

"Kenapa? Kangen sama gue ya? Kangen gue peluk kan?" Aku berusaha mencairkan suasana dengan bercanda. Walaupun soal kangen aku nyindir beneran dan berharap dia kangen beneran juga.

"Apaan sih pede banget" keluh Jihyo. Aku tertawa puas melihat wajah cemberutnya.

Lalu setelah itu hening lagi. Ini kenapa sih jadi canggung-canggungan gini?

Jihyo terlihat gugup seperti ingin berbicara sesuatu. Ia menunduk dan tangannya memeremas-remas ujung bajunya. Imut banget.

"Eung.... Tzuyu" kan bener dia mau ngomong

"Hm?"

"Kan kamu nggak bisa tidur nih" ucapnya menggantung

"Iya terus?"

"Kan aku eung...."

"Kenapa?" Tanyaku

"Ah nggak jadi ah" ucapnya tiba-tiba. Lho kok nggak jadi!! Terlanjur penasaran nih ah.

"Oh nggak jadi?" Kutanya. Ia diam saja. Lalu aku pura-pura ingin pergi "Yaudah deh gue balik ke kamar ya"

"Eh... Tunggu" ia menahan lenganku, aku menoleh padanya lalu mengangkat kedua alisku. Ia terlihat semakin gugup. Wajahnya merah merona. Yes aku berhasil mancing dia buat ngomong nih.

"Misalnya malem ini...... Eung....kamu tidur kayak biasanya sama aku, kira-kira ada yang keberatan nggak?" Tanya Jihyo dengan terbata.

Hahahahaha

Aku tak bisa menahan tawa.

Ini terlalu menggemaskan.

"Jadi ini cara lain untuk ngomong kangen ya?" Ejekku. Dia melotot tak terima

"Enak aja!"

****

Dan di sinilah aku. Berbaring di ranjang Jihyo dengan Jihyo di dalam dekapanku, menjadikan lenganku sebagai bantal seperti biasanya. Kepalanya ia sembunyikan di dadaku dan aku bisa dengan sepuasnya menghirup aroma vanila dari rambut Jihyo Dia kecil sekali jika dalam dekapanku begini. Rasanya pas dan nyaman.

"Kamu udah packing?" Tanya Jihyo. Aku mengangguk.

"Jangan ada yang ketinggalan, nanti susah ngambilnya"

Ya hati aku udah terlanjur ketinggalan di kamu gimana?

"Iya semoga nggak ada yang ketinggalan"

"Eung.... Kamu udah baikan sama Elkie?" Tanya Jihyo tiba-tiba. Aku nggak suka dia nanya gitu.

"Udah" ku jawab

"Oh.... Bagus dong itu" lirih Jihyo. Aku makin kesal mendengarnya.

"Doain aja semoga cepet balikan"

"Ah iyaa... Semangat ya berjuangnya" ucap Jihyo sambil tersenyum. Senyum yang aku nggak suka.

Lihat, aku malah disemangatin buat balikan.

Ini sih nggak ada kesempatan sama sekali, dia bener-bener biasa aja sama aku.

Ya udah gimana lagi, dia maunya gitu.

Jihyo mengeratkan pelukannya. Begitu juga denganku. Aku merasa beruntung dan nggak beruntung di saat yang bersamaan. Beruntung karena dia ada di dalam dekapanku, dan nggak beruntung karena hanya raganya yang bisa kupeluk, hatinya nggak. Aku tersenyum getir menikmati pelukan ini. Pelukan yang mungkin nggak akan pernah bisa kurasakan lagi.

****

"Udah siap semua?" Tanya papa. Aku mengangguk.

"Yaudah ayo pamitan dulu sama semuanya" ucap papa. Aku menitipkan toples ikan cupangku pada Chaeyong yang akan masuk mobil, dan langsung menghampiri eyang. Eyang memelukku erat, kemudian menasihati agar aku semakin rajin dan tetap jadi anak baik di rumah. Begitu juga dengan Bude Ratih. Aku mau nangis. Tapi malu.

Setelah itu aku beralih ke arah Jihyo, Mina dan Momo. Mereka tersenyum ketika aku mendekat.

"Makasih ya lo bertiga udah ngajarin gue banyak hal selama di sini" ucapku.

"Nggak usah sok mellow deh kamu, nggak pantes tau didengernya" balas Momo membuatku mendengus kesal. Jihyo dan Mina terkekeh mendengarnya.

"Kapan-kapan ke sini lagi ya" ucap Mina. Aku mengangguk sambil melirik Jihyo yang diam saja.

"Nggak janji tapi hehehe" balasku

"Ya udah deh, gue balik ya"

"Iya hati-hati" ucap Jihyo sambil tersenyum. Senyum yang nggak akan bisa aku lihat lagi. Aku membalas senyumnya. Lalu menyusul yang lain ke mobil. Mereka di luar sana melambaikan tangan pada mobilku yang terus melaju.

Huh.

Selamat tinggal rumah eyang dan segala kenangannya.

___________
11-08-2020

My Dearest Cousin (Jitzu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang