MIMPI

168 32 97
                                    

Apa yang kaurasakan saat merindukan seseorang? Rindu yang membuat harimu malas untuk melakukan sesuatu. Otak serasa penuh dengan memori samar-samar yang menjengkelkan. Berulangkali kausingkirkan rindu itu namun malah menambah sesak di dada.

Dania meletakkan pulpennya, menutup buku harian bermotif bunga anggrek, lalu menatap jendela yang terbuka sebagian. Beberapa kali matanya mengerjap untuk menghilangkan kabut yang mulai mengambang lalu menetes perlahan. Dania menangis. Langkahnya menuntun lebih dekat ke jendela, menghirup udara malam yang justru menyejukkan. Tangisnya mereda, namun sesak di dada makin menusuk saat kenangan Bunda kembali tampil seperti layar film di depannya.

Begitu besar rindu dan yang dirasakan Dania akan hadirnya seorang ibu. Retno-bundanya pergi dari rumah, tanpa alasan yang jelas. Kenangan masa kecilnya bahkan tidak sebanyak Helena-teman sebangku-yang tidak seberuntung dirinya dalam hal materi. Helena memiliki keluarga lengkap dan harmonis, meskipun kehidupan mereka sederhana. Justru kesederhanaan yang seperti itu yang membuat Dania iri. Hidupnya serba ada tapi Bunda pergi dan ayahnya jarang di rumah. Bahkan perlakuan Bara makin kesini makin tidak masuk akal. Dania tidak bebas melakukan sesuatu, ada beberapa orang yang menjaganya. Oh, bukan tepatnya mengawasi. Dania masih bebas bergaul dengan teman-temannya, tapi harus di bawah pengawasan orang suruhan Bara. Ini bukan hal yang keren, diikuti pengawal seolah-olah jadi orang penting.

Andai saja Bunda masih bersamanya, mungkin keadaannya akan lain. Ayah selalu menuruti apa yang Bunda inginkan. Akan tetapi fakta tidak sesuai impian Dania. Semua hal yang tampak baik-baik saja, ternyata buruk di baliknya. Dia masih terlalu kecil saat pertengkaran itu terjadi. Tidak banyak yang bisa dipahami seorang anak yang baru berumur tujuh tahun. Mbok Yamin menjadi saksi. Pembantu ini bukannya tidak memahami, tapi dia tahu diri posisinya. Hingga Dania besar Mbok Yamin masih menyimpan cerita kelam itu. Telinganya harus tahan banting saat Dania merengek memintanya bercerita tentang Retno.

Dania akan menyerah setelah Mbok Yamin mengancam tidak akan membuatkan secangkir kopi favoritnya lagi, kalau dia masih memaksa. Akhirnya rahasia masih tetap rahasia.

***

Dania menyapu pandangannya ke seluruh penjuru. Kafe ini belum pernah dia kunjungi. Tapi ada satu sensasi aneh merasuki pikirannya. Tempat ini membuatnya nyaman, rasa yang sama saat dia bersama Bunda.

"Silakan, Mbak. Ini pesanannya." Dania menoleh, secangkir kopi favoritnya tersaji sempurna dengan asap masih mengepul di atasnya. Saat mengamati orang yang menaruh kopi tadi, Dania terhenyak. Dia mirip Bunda, namun Dania belum yakin sepenuhnya. Saat ingin bangkit dan mengikuti wanita tadi, seseorang mengguncang bahunya.

"Nia, bangun!"
"Jangan sekarang, gue lihat Bunda, dia ... dia di depan gue," gumamnya.
"Nia, please, deh. Ayo, bangun!" bisik seseorang, kali ini guncangannya lebih kencang.
"Dania Brata Kusuma!"

Dania tersadar sepenuhnya saat nama lengkapnya dipanggil. Semua teman sekelas menatapnya heran. Tidak biasanya dia tertidur di kelas. Ada yang menahan tawa namun lebih banyak mengasihaninya. Dania paling benci itu.

"Silakan keluar dari kelas sampai pelajaran saya selesai!" perintah Bu Rani-guru Matematika yang terkenal disiplin.

Dania tidak punya pilihan, memang dia salah. Dengan menahan malu, muka tertunduk, Dania keluar kelas. Hari ini banyak hal buruk terjadi. Apa yang akan terjadi kalau sampai Ayah tahu? Dania khawatir akan ada peraturan baru lagi buatnya. Semalam dia tidak bisa tidur, menjelang subuh kantuk menyerang, tapi hanya sekedip mata terlelap alarm berbunyi. Akibatnya, yang baru saja terjadi, tertidur di kelas. Dania sangat berharap guru BK tidak akan membesar-besarkan masalah ini.

"Dania! Ngapain kamu di sini? Bukannya sekarang masih jam pelajaran?"
Dania panik, belum juga selesai menyebutkan harapannya, orang yang tak diharapkan muncul. Pak Musiran, guru BK yang katanya tampan itu, muncul di depannya.

"Bisa ikut ke ruangan saya?" Ucapannya terdengar lembut dan tidak menakutkan sedikit pun. Tapi kenapa malah membuat Dania gemetar dan gugup.

"Sa ... saya cuma nggak sengaja tertidur tadi. Jadi guru menyuruh saya keluar. Ta ... tapi ini baru sekali, nggak akan terulang lagi, Pak." Dania coba menjelaskan dengan wajah masih menunduk. Itu reaksinya juga, tiap kali Bara menginterogasinya karena melakukan kesalahan.

Pak Musiran memegang punggung tangan Dania. Hanya sekilas untuk menenangkan muridnya itu. "Saya hanya ingin kita bicara di tempat yang nyaman. Oke?"

Dania mengangguk. Sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua akan baik-baik saja, ini bukan kasus berat, kan. Dan baru sekali ini kesalahan itu terjadi. Dugaannya meleset begitu mereka sampai di pintu ruang BK. Bara sudah menunggu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Kakinya lemas seketika, tidak mungkin dia lari atau pura-pura pingsan. Dania pasrah.

***

OUR MEMORIES ( TAMAT )Where stories live. Discover now