20

2.1K 245 41
                                    

"Kacchan!" Teriakan yang terdengar bahagia itu selalu menghantuiku. Hari lama di mana kamu terus meneriakiku dengan suara penuh kebahagiaan.

Hari sebelum. "Kacchan," panggilmu dengan suara lirih. Wajah menunduk penuh kesedihan dan aku berdiri dengan angkuh meminta pujianmu.

Waktuku telah terhenti. Terjebak dengan pandangan memujamu, pujianmu, kekagumanmu. Karena aku terjebak denganmu.

Aku selalu berharap, hari yang telah berlalu di mana semua pandanganmu hanya untukku kembali. Karena sekali lagi kukatakan, aku terjebak denganmu.

"Kacchan!" Teriakan dari depanku mencuri perhatianku. Ia di sana dengan senyum manis ditambah pakaian pahlawannya yang manis. "Oh, apa Kacchan sedang mencari seseorang untuk diajak menikah."

Sikapmu selalu menyebalkan. Aku mencintaimu, aku terjebak denganmu. Sial, aku ingin bebas. "Pergi kau Deku sialan!"

Kau tertawa. Kau angkat burononanku yang tak sadarkan diri. "Biar aku bantu."

"Kau pikir aku butuh bantuanmu?!" Mulut bodoh!

Deku tertawa sembari menggaruk pipinya. "Sudah lama aku tidak bersamamu, jadi aku harus membantumu."

"Ch." Aku mendecih pelan. Ia tau titik terlemahku. "Aku tidak perduli."

Kami berjalan menuju mobil polisi yang lumayan jauh karena bangunan yang roboh. Aku menyerahkan penjahat kentangan ini kepada polisi dan meninggalkan si bodoh itu.

Ia berlari ke arahku dengan cepat. "Kacchaaan! Jangan tinggalkan aku, dong."

Kau kembali berjalan di sampingku. Sesekali kau bergumam nada-nada lembut. "Kacchan ingin ke rumah? Okaa-san rindu Kacchan."

Aku memandangmu dengan pandangan rindu dan berlalu. Sial, kau memang tidak baik di sekitarku.

Kau terus bersenandung seakan dunia tak pernah berlaku jahat padamu. Aku tarik napas lelah dan menarikmu dalam pelukku.

"Kacchan?" Biarkanlah untuk kali ini kubuang semua sikap sialanku. Aku ingin melindungi dirimu dari kejamnya dunia. "Ka-Kacchan, yang lain menatap kita!"

"Lalu kenapa?" Aku mendekapmu makin erat. "Aku muak kau terus menanyaiku penggantimu. Kau kutu buku sialan tidak peka."

"Eh?" Kau mendorong pelukku, memberi jarak dan memandangku terkejut. "Eh?!"

"Sudahlah." Aku berlalu pergi meninggalkanmu. Kutu buku sialan, beraninya dia membuatku malu. Aku merasa pelukan di sekitar pinggangku. "Apa!"

"Ka-Kacchan tidak boleh kabur!" Kau mendekap punggungku lebih erat.

Aku melepaskan pelukanmu. "Siapa juga yang ingin kabur, kutu buku! Aku ingin ke rumahmu."

"Untuk apa?!"

Aku berani bertaruh kutu buku ini benar-benar menjadi bodoh setelah lama menetap di luar negeri. "Tentu saja memenuhi keinginan ibumu."

Kau tertawa canggung. Aku mengikutimu menuju agensimu yang tak jauh. Entah memang kau yang mengetahui jadwalku atau kebetulan, aku bersyukur jadwalku telah selesai ketika kau menemuiku.

"Kacchan tunggu di sini, aku akan berganti dengan cepat."

Aku duduk di kursi panjang ruang tunggu. Menonton siaran berita dengan bosan dan memandang brokoli tersebut berlari cepat. "Maaf menunggu lama."

Kami meninggalkan agensi Izuku dan berjalan menuju agensiku. Mengganti pakaian dengan cepat dan dengan segera menuju mobilku. "Masuk."

"Wah, Kacchan sudah bisa mengendarai mobil," puji Izuku dengan mata berbinar. Sial, perasaan itu kembali menghantuiku.

Aku duduk di kursi pengemudi dan membiarkanmu duduk di kursi penumpang sebelahku yang tak pernah kubiarkan siapapun duduki. "Kacchan semakin luar biasa, ya. Aku juga ingin mengendarai mobil."

"Memangnya kau bisa, Deku."

Izuku memandang dengan wajah cemburut. "Tentu saja."

Aku menyalakan mobil dan mulai melajukan dengan pelan. "Memangnya kau bisa melakukan apa saja? Kau kan deku."

"Enak saja, Kacchan saja yang terlalu bersinar." Sial, jantungku berhentilah menjadi heboh!

Sisa perjalanan hanya ditemani kesunyian. Memasuki kawasan apartement tempat keluarga Midoriya tinggal membawa kenangan tersendiri. Aku parkirkan mobil dan mengikutimu.

"Aku pulang."

Aku ikut masuk di belakang. "Maaf mengganggu."

"Izuku datang berkunjung? Ah, Katsuki-kun, ayo masuk." Inko baa-san menyambut dengan celemek masih terpasang.

Aku mengangguk. "Maaf mengganggu."

"Tidak perlu canggung begitu, Katsuki-kun. Sudah lama sejak terakhir kau datang ke rumah." Inko baa-san menggiring kami masuk. "Izuku cuci tangan dan ganti pakaian."

"Kaa-san," rengut Izuku sembari berlalu menuju kamarnya.

Aku mengikuti Inko baa-san menuju ruang tamu. Rumah ini tetap sama sejak terakhir aku berkunjung. "Biar baa-san buatkan teh."

"Baa-san," panggilku. "Aku ingin menyampaikan sesuatu."

Inko baa-san duduk di kursi seberangku. "Apa itu?"

"Aku adalah alpha Izuku."

Karena waktuku terjebak denganmu, maka akan kubawa kau dalam jebakanmu.

Fate Where stories live. Discover now