10

2.3K 301 13
                                    

Siapa yang akan menyerah pada pria dengan rambut mencuat berwarna blonde yang biasa memasang wajah seram itu? Aku bahkan tidak pernah merasa takut pada tatapan itu!

Dia, si Bakugou Katsuki yang merupakan pelaku pembuli padaku kini bertindak melebihi batasannya. "Aku membencimu Kacchan, aku tau bahwa kau tau benar maksudku. Berhenti mencebur ke privasiku, kau bukan..." Aku terdiam sejenak, dia alphaku. Alpha yang seharusnya melindungiku. "Bukan siapa bagiku."

"Kacchan, kau tau. Aku sudah lama menyerah pada ikatan kita, kau membenciku dan begitu pun aku. Kacchan, kita hanya terikat oleh takdir," kau pernah menjadi heroku, aku menyerah, tetapi masih membutuhkanmu. "Kacchan, aku sudah mengatakan, kau bebas terikat dengan siapapun. Mari maju dengan langkah masing-masing."

oOo

Kami masuk kembali ke sekolah dan mendapatkan berita tentang penawaran magang pada agensi hero. Beberapa mendapat permintaan dari hero tersebut, tetapi bila tidak mendapatkan penawaran maka pihak sekolah akan membantu mencarikan agensi magang.

Aku mendapat undangan dari agensi milik guru dari All Might, sedikit mengejutkan bahwa orang yang ditakuti oleh All Might akan menawarkan pekerjaan magang padaku. Aku yang bahkan belum bisa menjaga tubuhku dari efek samping penggunaan One for All.

Setelah bercakap-cakap ringan dan mendengarkan segala prosedur magang aku memutuskan kembali ke kelas. Selain karena waktu makan siang, aku khawatir kepada Iida-kun. Ia terlihat sedih akan sesuatu.

Aku berjalan menghampiri Iida-kun bersama Uraraka-san, tetapi dia terlihat melamun. "Iida-kun," sapa Uraraka-san.

"Uraraka-kun? Midoriya-kun?" Iida-kun terlihat menatap kami bingung. "Apa istirahat sudah selesai?"

"Kau terlihat banyak melamun Iida-kun? Apakah ada masalah?" Aku mencoba menenangkannya dengan bantuan feromonku, tetapi aku merasa tatapan tajam dari belakangku. Ketika aku menoleh, aku mendapati mata beriris merah itu menatap tajam padaku. Sial, aku lupa!

"Midoriya-kun." Aku menoleh cepat ke arah Uraraka-san yang menguncang tanganku. "Mengapa? Apa kau sakit juga? Wajahmu terlihat pucat."

Aku tertawa canggung. "Tidak, aku hanya lupa akan sesuatu. Ah, apakah kalian sudah tau akan pergi ke agensi mana?"

"Oh, aku akan pergi ke Hosu, aku mendapat tawaran di sana." Iida-kun terlihat tersenyum kaku. "Sebentar lagi sudah masuk, cepat kembali ke tempat duduk kalian."

"Ketua kembali begitu cepat." Uraraka-san berbisik pelan padaku, aku hanya tertawa menanggapinya.

Kami kembali ke tempat duduk dan bersiap menunggu pembekalan praktik magang. Selebihnya kami membahas nama hero dan lainnya.

oOo

"Sampai jumpa ketika kembali ke sekolah." Aku melambaikan tangan pada Uraraka-san dan Iida-kun. Aku berjalan masuk ke kereta yang akan membawaku menuju agensi milik Gran Torino, guru dari All Might.

Jantungku berdetak tak karuan, begitu bersemangat dan takut diwaktu yang sama. Bagaimana bila aku mengecewakan guru All Might? Bagaimana bila All Might malu sudah mewarisi One for All kepadaku? Aaaah, rasanya kepalaku ingin pecah memikirkan hal ini.

Dalam kereta, pikiranku bercabang hingga tidak sadar bahwa aku sudah di depan pintu bangunan tua. Alamat yang diberikan All Might betul di sini, tetapi mengapa tidak terlihat seperti sebuah agensi pahlawan?

Aku mengetuk pintu, tetapi tak kunjung mendapatkan jawaban dari dalam. Aku mendorong sedikit dan mendapati mayat yang tengah berbaring di tengah ruangan. Aku berjalan menuju mayat tersebut, setengah panik aku mencoba menolongnya. Namun yang aku dapati justru tendangan dari quirk milik kakek ini.

Kami saling serang dan menghindar, aku? Tentu saja aku mencoba tidak mengaktifkan One for All, aku bahkan belum bisa menguasai kekuatan ini. Pada akhirnya aku babak belur. "Kau seorang omega bukan?"

"Ah, benar? Apakah salah bila aku menjadi hero dengan tubuh omega ini?" Aku mencoba duduk setelah merasa tenagaku sedikit kembali.

Gran Torino menggeleng. "Kalian benar-benar mirip ya, kau dan Toshinori itu."

"Ha?" Aku menatap bingung ke arah Gran Torino. "Aku ti-tidak se-sekeren All Might kok."

"Kalian sama-sama keras kepala ingin menjadi hero. Aaaah, aku lelah. Aku ingin tidur, bersihkan ruangan ini."

"Gran Torino aku tidak keras kepala dan ini masing siang jangan asal tidur, dong!!" Dia tidak mendengarkanku. "Gran Torino!!!" Aku menjerit frustasi.

Aku keras kepala karena ada yang harus aku buktikan. Aku ingin diakui dan pantas menjadi takdirnya meski dia membenciku. Bahkan dengan tingkah kasarnya, aku masih tetap saja tidak bisa membencinya, menyebalkan.

Fate Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt