5

159 14 2
                                    

Saat pukul 5 tepat, Zee keluar dari lobby kantor dan berniat langsung pulang. Pikirannya di sisa hari ini dipenuhi perkataan Regan saat jam makan siang. Bagaimana bisa pria itu--argh! Zee kesal dan malu. Kesal karena pria itu lancang menawari sebuah pernikahan padanya dan menganggap itu adalah hal yang sepele, dan malu karena.... Kenapa harus dia?! Kenapa harus Zee yang Regan mau?!

Pipi Zee memanas memikirkannya.

Zee menghela napas seraya berjalan menuju halte di hadapannya. Sepertinya ia akan menunggu bus cukup lama karena halte terlihat sepi, jelas sekali ia ketinggalan bus.

Namun, langkah Zee terhenti ketika melihat seorang pria dengan jaket hitam dan topi hitam tersenyum padanya.

Zee tau siapa dia. Ia terpaku diam. Napasnya tiba-tiba memburu apalagi ketika pria itu mendekat ke arahnya dengan senyum yang lebih lebar. Zee ingin lari, tapi ia tidak bisa. Kakinya terpaku di sana.

"Zee!"

Tiba-tiba Zee merasakan seseorang membalikkan tubuhnya dan mendekapnya erat. Sangat erat. Mantel yang dipakai orang itu menutupi tubuhnya. "Ini saya." Zee mendongak dan melihat wajah Regan dengan garis wajah yang sama datarnya.

Merasakan Regan berada di sampingnya dan mendekapnya seperti ini, membuat Zee sedikit tenang. Setidaknya, ada orang yang bisa melindunginya dari laki-laki itu.

Zee berharap Regan membawanya pergi dari sana, tapi Regan tetap diam dan saat Zee mendongak, Regan sedang menatap pria itu. "Regan..."

"Shhtt..." Zee langsung bungkam. Mereka diam di posisi itu cukup lama, hingga Regan mengendurkan pelukannya.

"Kamu baik-baik saja?"

Zee masih syok dengan tindakan Regan. Ia diam.

"Maaf tadi saya...--hm, kamu kelihatan ketakutan. Jadi saya mengira dia orang yang membuat kamu takut. Itu tadi tindakan impulsif saya. Maaf." Regan menundukkan kepalanya. Pertama kali Zee melihat Regan meminta maaf padanya.

"Terimakasih." Hanya itu yang bisa Zee katakan. Dengan takut, Zee menoleh ke arah pria tadi berada dan melihat pria menakutkan itu pergi dari sana.

"Kamu mau pulang dengan saya?"

Lagi, Zee hanya mengangguk. Pikirannya campur aduk antara pria itu, Regan, dan harum tubuh Regan yang kini menempel pada bajunya. Zee bisa gila!

***

Regan baru saja keluar kantor ketika melihat Zee berjalan ke halte yang tidak jauh dari sana. Ia memberhentikan mobilnya dan keluar untuk mengikuti wanita itu. Entah kenapa, tapi ia hanya ingin mengikuti Zee, terdengar seperti penguntit, benar?

Regan ikut memberhentikan langkahnya ketika Zee tiba-tiba diam. Dari belakang saja, Regan tau Zee sedang menatap pria yang berdiri tidak jauh darinya. Pria itu mendekat ke arah Zee. Wanita itu tetap mematung. Regan menyadari bahwa Zee ketakutan, ia langsung berlari cepat dan mendekat ke arah Zee. Mendekapnya, lebih tepat.

"Zee!"

Dugaannya benar. Zee ketakutan. Bahkan, tubuhnya bergetar. Pria yang tadi menakuti Zee menghentikan langkahnya melihat Regan mendekap Zee.

Regan tidak berbicara apapun. Tatapannya hanya menatap pria itu tajam. Cukup lama, hingga pria itu melangkah mundur.

"Regan..." Zee masih ketakutan, Regan tahu itu.

Saat membawa Zee pulang, Regan tidak menanyakan tentang kejadian tadi. Apalagi jika melihat Zee yang hanya menundukkan kepalanya dan menghela napas berkali-kali di sampingnya, sepertinya wanita ini masih sangat takut.

"Kamu sudah makan?"

Zee mendongak. "Belum."

Revan langsung memutar kemudinya dan berbalik arah menuju salah satu restoran di sana.

Zee menatapnya bingung.

"Kita makan dulu." Tanpa Zee bertanya lebih dulu, Regan sudah tau isi kepala wanita itu.

Zee diam saja dan mengekori Regan masuk ke restoran ayam cepat saji. Saat Regan menghentikan langkahnya, Zee yang tidak fokus menabrak punggung lebar Regan. Zee tersentak. "Maaf," ucapnya.

Regan hanya menoleh dan memandangnya datar, lalu menarik kursi untuk Zee. Mereka tidak berbicara sepatah katapun, bahkan hingga Regan memesankan makanan untuk mereka berdua. Zee bungkam dan Regan tidak mau membuka obrolan lebih dulu.

"Bagaimana hari pertamamu?" tanya Regan ketika mereka sudah pesan makanan, sepertinya dia tidak mau kecanggungan ini semakin bertahan lama.

"Lancar."

Regan mengangguk. "Semoga kamu bisa bekerja dengan baik. Beritahu aku jika butuh sesuatu."

Zee kembali mengangguk dan menunduk. Ia tidak memiliki hasrat untuk membalas perkataan Regan. Bayangan menakutkan dari masa lalunya masih membayangi Zee.

"Tidak perlu takut."

Zee sontak mendongak ketika Regan mengatakan itu. Ia akan menanyakan apa maksud Regan mengatakan itu, namun terhenti ketika pelayan mengantarkan makanan mereka. Setelah selesai, Zee kembali menatap Regan. "Maksudnya?"

"Ada saya."

Zee menelan ludahnya kasar. "Hm?" tanyanya tidak mengerti.

Regan menghela napas. "Saya serius dengan omongan saya waktu itu."

Jangan lagi! Zee tidak tahu apa yang harus ia katakan jika Regan membahas--

"Kamu bersedia?"

Untung saja Zee masih bisa mengontrol emosinya dan tidak tersedak makanannya.

Langsung saja Zee menggeleng. Ia gila jika ia mengangguk dan bersedia dengan ajakan Regan.

Regan tersenyum miring dan Zee tau ini bukan pertanda baik.

***

Maaf dikit, aku lagi ga stabil akhir-akhir ini, mohon doanya agar semua kembali baik-baik saja. Terimakasih :)

I love u guys :*

Bring Me That Boss! (Avaiable on Dreame)Where stories live. Discover now