4

155 12 4
                                    

Regan menghela napas saat mendengar namanya di panggil. Ia menolehkan wajahnya dan melihat sang Ibu sedang melipat kedua tangannya di depan dada dan menatapnya garang. "Apa yang kamu lakukan?"

Regan tau Alexa takut jika Zee tidak nyaman dengan perlakuannya ini. Ia menjauh dari Zee. "Tidak ada."

Alexa menghela napas. "Jelas-jelas kamu--" Alexa menggeleng. Lama-lama ia bisa pusing sendiri dengan kelakuan Regan. "Zee, apa kamu tidak apa?"

Zee masih melongo dan berusaha menyerap apa yang terjadi. "Hm, aku baik-baik saja, Tante."

Zee menunduk dan kembali ke kamarnya tanpa sepatah kata apapun lagi.

Setelah mendengar pintu kamar Zee tertutup, Alexa memarahi Regan karena sikap anaknya itu sudah keterlaluan. "Kamu tidak sopan, bukan seperti itu yang Ibu mau, Regan."

Regan mendengarkan. Untungnya anak itu tidak membantah sama sekali.

"Zee, dia wanita baik-baik. Bisakah kamu membedakan cara perlakuan kamu pada Zee, Regan?" Lagi-lagi Alexa menghela napas. "Ibu tidak mau jika dia sampai tidak nyaman di sini karena kamu."

Regan masih diam.

"Mengerti?"

Alexa baru saja akan berbalik dan meninggalkan Regan. Namun, terhenti saat anaknya mengatakan, "Dia cantik."

Alexa menoleh.

"Zee cantik, Ibu. Benar, kan?"

"Lalu?" Jangan ditanya, Alexa sudah menyadarinya dari kapan taun bahwa Zee sangatlah cantik.

"Aku ingin mengikuti saran Ibu. Apa itu salah?"

Alexa berdecak. Umur Regan sudah 32 tahun dan Regan masih belum mengerti juga. "Tapi bukan seperti itu, Regan! Apa kamu tidak tau sopan santun?" Astaga, benar-benar.

Regan hanya tersenyum dan meninggalkan Ibunya dan membuat Alexa mencak-mencak karena sikap Regan yang keterlaluan.

***

Hanya butuh satu hari ternyata untuk Zee mengetahui hasil wawancaranya. Bahkan, Regan sendiri yang mengatakan padanya bahwa ia diterima. Zee merasa ini tidak adil. Apa karena ia adalah anak dari teman Tante Alexa, jadi dengan mudahnya ia diterima?

Zee ingin protes. Namun, melihat wajah Regan saja ia sudah canggung. Mana berani pula ia memprotes keputusan bosnya? Regan sekarang sudah menjadi bosnya, bukan?

Zee sudah berada di kubikel barunya sekarang. Kubikel yang berada di samping ruang CEO dan terpisah dari kubikel lainnya. "Bu Tjahaya, silakan dilihat dulu, siapa tau ada benda yang tidak perlu, bisa bilang ke saya. Jika ada yang perlu ditanyakan, bisa tanyakan pada saya," ujar Bummy, anggota divisi pemasaran yang masuk pada tim Zee.

Zee mengangguk dan tersenyum. "Terimakasih, dan tolong, panggil saya 'Zee' saja, tidak usah terlalu formal."

Melihat senyum Zee membuat Bummy salah tingkah. "Saya permisi."

Zee mengangguk dan melihat-lihat kubikel barunya. Rapi sekali. Sepertinya kepala divisi yang dulu adalah orang yang tertib dan rapi.

Tadi pagi, Zee sudah mengenal lima orang timnya, dan untuk hari ini, ia memiliki jadwal rapat pertamanya, sebagai permulaan.

Zee meletakkan tasnya di kursi yang ada di kubikelnya, saat ia menokehkan pandangannya, tidak sengaja ia berpandangan dengan Regan. Ia gugup, apalagi ketika melihat Regan mendekat ke kubikelnya. "Pagi, Zee."

Zee menunduk hormat. "Pagi, Pak Regan."

Regan mengangguk. Zee mengira Regan akan langsung ke ruangannya yang berada di samping kubikel Zee. Namun ternyata, Regan memilih untuk mendekat ke arahnya dan menyodorkan kopi padanya. "Untukmu."

Zee melongo pada awalnya, dan heran kenapa Regan memberikan kopi padanya. Namun, Zee tetap menerimanya dan berterimakasih. Lagi, dengan canggung.

Setelah Regan meninggalkannya tanpa sepatah kata apapun, Zee mencoba untuk menetralkan detak jantungnya yang menggila. Dua hari yang lalu, Regan seolah menggodanya dengan cara yang terlalu seduktif bagi Zee. Namun, Regan hari ini memperlakukannya dengan....normal? Zee tidak tau, tapi yang pasti Zee lebih menyukai Regan yang seperti ini.

Setelah berbincang dengan timnya, yang mana Zee syukuri karena ada dua orang wanita di tim ini bernama Ayunda dan Wulan, yang hampir seumuran dengannya, Zee pergi menghadiri rapat dengan Regan dan kepala divisi lain.

Zee cukup gugup karena ini rapat pertamanya dan sialnya ia duduk di samping kursi utama di mana Regan berada. Sial. Kenapa harus Regan lagi?

Sepanjang meeting, Zee hanya mencatat yang ia anggap penting dan memerhatikan kepala divisi lain mengutarakan pendapatnya, selebihnya dia diam. Sepertinya mereka juga mengerti bahwa Zee masih baru di kantor ini, dan mereka tidak menjejalnya dengan setumpuk pertanyaan yang membuat Zee kebingungan.

"...untuk meningkatkan saham di perusahaan..."

Zee kesusahan membuka botol minum yang disediakan di depannya. Ia juga membagi konsentrasinya dengan Regan yang kini sedang menjelaskan pada bawahannya.

Sial. Kenapa susah sekali?

"...saya ingin divisi lain untuk..." Regan masih berbicara dengan yang lain, tapi tangannya bergerak mengambil botol minum Zee dan membukanya, tanpa menatap Zee langsung.

Zee tersentak. Ia ingin berterimakasih, namun karena sungkan, ia hanya menunduk pelan.

"...Pak Arsen akan membantu kalian dalam..." Regan masih saja berbicara dan Zee kini mencoba menetralkan degup jantungnya yang entah kenapa menggila, karena Regan. Padahal itu hanya tindakan kecil yang tidak harus Zee permasalahkan.

Setelah meeting selesai, Zee keluar terakhir, dan Regan memanggilnya saat semua orang sudah keluar. "Tjahaya."

Zee menoleh. "Iya, Pak?"

Regan mendekat ke arahnya dan Zee menahan napas karena itu. "Makan siang dengan saya." Itu bukan pertanyaan, Regan memerintah Zee.

"Apa?" Zee kebingungan. Di hari pertamanya bekerja, ia tidak mau terlalu mencolok bahwa ia dekat dengan petinggi perusahaan ini, walaupun tidak bisa dikatakan 'dekat' secara harfiah.

Regan menegakkan tubuhnya dan menghela napas. "Ayo."

Zee tidak memiliki pilihan selain mengikuti Regan.

***

Ternyata, Regan memberikan bekal makan siang dari Tante Alexa pada Zee. "Supaya kamu tidak terlalu merindukan masakan ibumu," katanya.

Zee tersanjung, oleh Tante Alexa tentu saja. Pada Regan? Big no.

"Saya serius dengan perkataan saya waktu malam tempo hari."

Zee baru saja menyuapkan spaghetti bolognese yang diberikan Tante Alexa, ketika Regan mengatakan hal itu. Alhasil, Zee terbatuk-batuk. Sedangkan Regan dengan tenang menggeser botol minum di hadapan mereka ke arah Zee.

"Bapak bikin saya kaget."

Masih dengan tampang datarnya, Regan menjawab. "Saya serius."

Zee kembali terpaku pada tatapan datar dan tajam milik Regan. Ekspresinya tidak menunjukkan emosi apapun, tapi mampu membuat Zee kikuk sendiri.

"Sangat serius."

***

Gimana kabar kalian? Semoga baik-baik saja ya ^^. I love u guys💛

Bring Me That Boss! (Avaiable on Dreame)Where stories live. Discover now