Hayoon ingin sekali meninjunya.

"Sudah, sudah aku tak perlu tahu..." Hayoon mengembalikan empat kemasan itu di atas pangkuan Jeonggo.

Sekarang Hayoon tambah cemas, kalau-kalau perusahaannya akan bangkut dalam setahun ke depan. Dia bisa saja menangis, namun memilih menahannya sambil mengepalkan kedua tangan di samping badannya.

"Aku antar kau ke ka-"

"Tidak, ke rumah..." Hayoon mendahului Jeonggo, menjawabnya dengan ketus.

"Oke, kita menuju rumahmu ya," Jeonggo merapikan produknya kembali. "Kebetulan, rumahmu dekat rumah orang tuaku."

Hayoon tak menggubris lelaki di sampingnya. Dia tak butuh informasi itu, dia ingin keluar dari mobil itu secepatnya.

Perempuan dengan rambut terikat setengah itu membuka mulut, lalu menutupnya kembali. Menarik napas, lalu membuangnya lagi.

"Jadi bagaimana tentang rencana kita?" Hayoon menatap Jeonggo.

"Yang mana?"

"Yang itu..." Hayoon menggertakkan giginya.

"Yang mana?" Jeonggo mengulangi, mengerutkan keningnya.

"Yang itu!" kini dia memukul pelan sofa mobil Jeonggo sambil menggeram kesal.

"Yang mana sayang? Rencana kita kan banyak?"

Supir Jeonggo mulai melirik lewat spion dalam mobil mendengar keributan yang terjadi di belakang.

"Astaga!" Hayoon mengelus dada, lalu menunjukkan jari manisnya.

"Oh, yang itu... Kenapa? Sudah tidak sabar ya?" Jeonggo menunjukkan gigi kelincinya.

Sepertinya Hayoon bisa meledakkan 100 peluru dari bola matanya pada lelaki yang tak berhenti menggodanya.

"Berapa lama?" Hayoon membuka mulut lagi.

"Wah, sebentar lagi..." jawab Jeonggo santai.

"Bukan itu! Berapa lama kita akan-"

"Oh, "
"Dua..." Jeonggo melafalkan kata sambil membuat isyarat dengan tangannya.

"Tahun?" Hayoon membalasnya sambil berbisik kesal.

"Bisa jadi lebih..."

Hayoon tercekat.

"Tergantung..."
"Apa kau benar-benar akan membicarakannya di sini?" Jeonggo menggelengkan kepala. "Apa tak mau nanti malam saja sambil menelepon manis dan bersantai?" ujarnya.

Apa? Sejak kapan mereka pernah berbincang manis? Setiap mereka berbincang, detak jantung Hayoon menjadi bertambah, bukan karena senang tapi karena kesal bukan main. Emosinya selalu meledak, bahkan kepalan tangannya selalu jadi korban meja yang dipukulnya ketika marah.

"Tidak. Aku sibuk." Hayoon menjawab ketus.

Pasalnya Jeonggo tak mau supirnya tahu bahwa wanita yang duduk di sampingnya merupakan pasangan kontrak saja.

"Terlalu lama, aku tidak mau." Hayoon menjawab.

"Sepertinya kau memang sudah tidak sabar lagi ya? Tenang sayang, Eomma pasti menyukaimu..."

Hayoon tau jawaban tadi hanya bagian dari sandiwara Jeonggo saja. Pasalnya Hayoon tidak mau membayangkan hidup satu atap dengan lelaki cabul seperti Tuan Jung. Perawatan mewah ratusan juta dollar, yoga setiap hari dalam seminggu juga tidak dapat membuatnya lebih bahagia.

Hayoon bisa memastikan dia cepat mati dan darah tinggi karena Jeonggo. Semalaman dia sudah memikirkan bagaimana citranya sebagai janda kelak setelah bercerai dengan Jeonggo. Akankah Hayoon menjadi lebih terpuruk?

Lamunannya terhenti ketika mobil Jeonggo memasuki halaman rumahnya yang luas. Tanpa basa basi Hayoon langsung turun begitu pintunya dibuka, menyuruh pegawainya untuk mengambilkan gaunnya di bagian belakang mobil tanpa berkata sepatah katapun pada lelaki yang sedang menatap ponselnya.

Saat mobil Jeonggo melaju pergi, Hayoon menutup pintu kamarnya, menanggalkan pakaian lalu duduk di sofa kamarnya memikirkan perkataan Jeonggo tadi.

Dia lalu mengambil gantungan baju berisi dua gaun dari Osupa. Gaunnya indah, satu warna putih, satu lagi biru muda.

Hayoon memang hanya membeli satu, namun entah kenapa Seokjin memberinya dua. Ketika dia membuka tutup gaunnya, ada surat kecil dengan logo Osupa yang ditempel rapi di sana.

"Dear, Kim Hayoon.

Gaun ini terlihat cantik sekali saat dipakai olehmu. Bagaikan ditakdirkan untukmu. Aku memang hanya membuat dua desain untuk gaun ini. Aku kira kau harus memiliki keduanya. I know you will look beautiful in this dresses.

Xoxo, Seokjin."

Hayoon tersenyum. Tidak disangka desainer favoritnya memberikan gaun indah mahakaryanya secara cuma-cuma.

Wanita itu mencoba kedua gaunnya. Lalu berputar di depan cermin sembari berpose layaknya puteri raja. Kecantikan Hayoon alami, tak berlebihan, tak membosankan walaupun sudah dipandang berulang kali.

Gaun putih memang indah, dia sudah mencobanya tadi. Namun gaun biru muda ini lebih indah lagi. Detailnya mewah, dan lembut. Hayoon berjanji akan memakai gaun itu suatu saat nanti.

Dia tak mau menyianyiakan gaun indah itu untuk pernikahannya tanpa cintanya dengan Jeonggo. Dia bersikeras, masing-masing dari mereka tak akan jatuh cinta. Hayoon yang membenci Jeonggo, dan Jeonggo yang tak punya hati. Tak akan bisa bersatu.

Dia jadi berpikir, kalau saja dia menikah dua kali, Gaun itu akan dia pakai untuk pernikahan sungguhannya.

____

AN; Hey guys, kira-kira Hayoon bakal nikah ga ya sama Jeonggo? 😉 bau bau cerai atau nikah lagi gak nih? Hayoon yakin betul dia gak akan sama Jeonggo nih kayaknya🤣

Hai guys, apa kabarnya? ngobrol sedikit biar gak sepi heu. Semoga harinya menyenangkan. Dimohon tulung pakai masker dan rajin cuci tangan.

Kayaknya author notes lebih panjang dari chapternih. Yaudah deh. Borahae!💜

[M] LOVE CORP. // JJK. (On Going)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum