Chapter 1 Part 3: Identitas

25 1 0
                                    

10 Zuerst Dawn, Luffenheim

Menikmati secangkir teh dipagi hari disamping sebuah jendela yang terbuka membiarkan sinar matahari pagi masuk kedalam ruangan. Sesekali melihat keluar jendela dimana sebuah padang rumput luas membentang. Menutup bukunya setelah meneguk tetes terakhir dari cangkir tehnya, Alexander bersiap mengenakan jaket dan sepatu kulitnya, berjalan pergi menuju gerbang pintu depan dari perpustakaan lantai dua rumah besarnya.

Didepan pintu rumah Betrand dengan mengenakan setelan berwarna hitam dan dasi kupu-kupu terlihat menunggu. "Kenapa ayah belum berangkat?" Tanya Alexander, "Apakah ayah tidak memiliki rapat penting hari ini?"

"Ayah menunggumu dan berfikir mungkin ayah bisa membawamu ke sebuah rapat." Betrand tersenyum kepada Alexander yang lalu mulai berjalan beriringan berdua, "Dengan begitu ayah juga bisa mempersiapkanmu untuk siap terjun langsung ke dunia politik suatu hari nanti."

Berjalan melewati taman luasnya mereka melihat sekelompok orang berada didepan gerbang pintu kediaman mereka. "Tolonglah pak penjaga."Seorang pria berlutut dan memohon kepada seorang pria yang memakai seragam, "Kami hanya ingin menemui tuan Heim dan menceritakan masalah kami." Kebingungan menghadapi sekelompok massa itu, pria berseragam itu menggaruk-garuk rambutnya dan belakang lehernya.

"Maafkan saya tapi tuan heim..." Sebelum pria berseragam itu menyelesaikan kalimatnya Betrand menepuk pundak pria tersebut dan berkata, "Kerja bagus, sekarang biarkan saya yang berbicara dengan mereka." Mendengar hal tersebut,pria berseragam itu langsung memberi hormat seraya menegakkan tubuhnya.

"Baiklah tuan-tuan telinga saya hadir untuk mendengarkan masalah kalian." Kata Betrand melihat ke sekelompok orang-orang dihadapannya.

"Terima kasih tuan Betrand." Ucap seorang lelaki yang memakai baju lesu itu, "Kami ingin anda menghentikan orang-orang yang hendak mengusir kami dari tempat tinggal kami."

Mendengar permintaan tersebut Betrand ingin membantu mereka namun kenyataannya waktu tak mengizinkannya. Melihat kearah anaknya Betrand tersadar bahwa ini adalah kesempatan yang bagus untuk menguji anaknya dan berfikir bahwa ini adalah kesempatan Alexander untuk mendapatkan dukungan dari penduduk lokal. "Alexander ayah ingin kamu menyelesaikan masalah orang-orang baik ini dan berikan laporan apapun yang kamu temukan kepada ayah." Wajah Betrand menoleh kearah Alexander.

Menganggukan kepalanya, Alexander mengikuti sekelompok masa itu ke desa kecil mereka. Para pria membawa cangkul bersiap untuk pergi ke ladang, para istri terlihat sibuk dengan keseharian mereka dirumah. Anak-anak bermain diluar, berlarian dijalanan yang ramai, dilalui oleh keledai dan orang-orang.

"Ah, akhirnya kau datang bersama..." Kata seorang pria tua berjanggut putih yang terlihat bingung menatap seorang pemuda berambut pirang yang baru ia lihat itu.

"Iya pak kepala, tuan Betrand sepertinya sedang sibuk, dia mengirim putranya, Alexander." Pria dusun itu menepuk pundak bagian belakang Alexander, "Dia akan membantu kita untuk menyelesaikan masalah kita."

"Saya adalah kepala desa ini, panggil saya Marley." Tangan pria tua itu menempel pada dada kirinya dan sedikit membungkuk dihadapan Alexander, "Senang bertemu dengan anda tuan Alexander."

"Silahkan masuk kita bicarakan didalam," Pria itu membawa Alexander kedalam sebuah gedung sederhana berlantai satu, "Apa yang anda inginkan? Saya akan menyiapkan sebuah teh!" Kata Marley.

Melihat sekeliling ornament-ornamen dari kepala binatang-binatang yang diburu dipajang didinding kayu, kertas berserakan diatas meja dan sebuah peta terpajang didinding. Tak lama Alexander melihat sekeliling, Marley membawakan 2 buah cangkir berisikan teh berwarna cokelat kemerahan dengan uap masih terlihat diatasnya.

Elected KingsWhere stories live. Discover now