Part 14

3.3K 295 43
                                    

Halo, ada yang nunggu Ava up?
Maaf kalau ada typo🙏 Jangan lupa vote sebelum membaca dan coment setelah membaca😘
Happy reading❤

~~~

Kamar Ava sangatlah berantakan, bonekanya ada di kolong tempat tidur. Selimutnya sudah jatuh di atas lantai, bantal dan guling tak berada di tempatnya.

Ucapan Melvi tempo lalu benar-benar mengusik ketenangannya, apakah Melvi ingin berhubungan serius dengan Ava? Atau hanya bualan agar Ava tak berfikir macam-macam. Banyak pertanyaan menggelayuti otak Ava.

Sampai ketukan pintu kamarnya membuat Ava segera berlari menuju pintu, kalau sampai itu Lily dan dia melihat seberapa berantakannya kamar Ava. Bisa di pastikan ocehan dan petuah-petuah akan kembali terdengar, bukan soal kamarnya. Pasti Lily menyangkut pautkan masalah jodoh dan lain-lain.

"Apa, Kak?" tanya Ava saat melihat Arkan berdiri menjulang di depannya, Arkan menggeleng pelan.

Dia tadi mendengar adiknya berteriak, jadi memutuskan untuk mengecek. Siapa tahu adiknya kenapa-napa kan bahaya, apalagi sedari tadi pulang sekolah wajah Ava murung.

"Kamu gak papa-kan, Dek?" tanya Arkan menatap Ava dari atas sampai bawah, Ava mengangguk pelan. Memangnya dia kenapa? Semua terasa baik-baik saja.

"Kak Arkan yang kenapa? Orang Ava baik-baik saja." Jawab Ava dengan senyum semanis mungkin, dia tak mau Arkan curiga dengannya.

Bukan suudzon tapi Ava merasa Arkan memiliki kelebihan aneh, dia mampu merasakan jika keluarganya kenapa-napa. Dia punya perasaan yang sangat kuat.

"Makan, kata Mbak kamu belum makan tadi." Tukas Arkan dengan wajah datar, dia masih menatap Ava curiga. Tak biasanya adik terakhirnya diam dan melewatkan makan siang.

Ava hanya mengangguk dan berjalan meninggalkan Arkan, sebelumnya dia sudah mengunci pintu kamarnya. Ava berjaga-jaga agar Lily maupun Riko tak masuk kamarnya, hanya dua orang itu yang akan bawel. Karena saudara ataupun Papanya pasti hanya berkata 'nanti di bereskan, gak baik anak gadis kamarnya Kotor.

Jika Riko yang masuk kamarnya Abangnya akan nyinyir dulu sebelum mengadu pada Lily, sangat tak mengenakan bukan?

Sampai di meja makan, dia melihat Lily sudah di rumah dan berkutat dengan notebook-nya, Ava tak mau terlalu ikut campur masalah kerjaan Lily. Karena dia juga tak tertarik mengikuti jalan yang Mamanya ambil,

"Kamu belum makan, Dek?" tanya Lily lembut, namun tatapan matanya tak lepas dari rentetan catatan ukuran baju di tangannya.

Belum, Ava lagi dalam mood yang buruk, Ma." Gumam Ava pelan, namun tangannya sibuk mengambil nasi dan lauk.

Lily yang melihat hanya dapat menggeleng pelan, apanya yang dalam mood buruk?

"Kamu punya pacar, Dek?" Pertanyaan Lily membuat Ava tersedak tulang ikan yang sedang dia makan, Ava segera mengambil gelas dan meminum air putih hingga tanda.

"Mama kenapa tiba-tiba tanya gitu?" Tanya Ava heran, dia memicingkan matanya menatap Lily. Sungguh kerongkongannya masih sakit karena duri ikan.

"Biasanya, kalau malas makan dan mood buruk itu sedang bertengkar dengan pacarnya." Timpal Lily acuh, Ava menghela napasnya kesal. Mamanya memang berbincang dengannya, tapi tatapan matanya tak lepas dari buku di tangannya.

"Enggak, Ava takut kalau gak lolos ke babak selanjutnya Ma." Lily menghentikan gerakan tangannya, dia menaruh bukunya di atas meja dan fokus menatap Ava yang tengah makan.

"Dek, Mama sudah bilang dulu. Jangan terlalu di kejar, kamu boleh berusaha tapi kalau soal hasil serahkan sama Tuhan. Kamu punya Tuhan yang mengatur semuanya Dek, lebih baik kamu berusaha dan berdoa. Kalau terlalu di fikirkan kamu tua mendadak nanti, lihat Abangmu dulu dia juga kalah dalam lomba, tapi dia bisa membuktikannya di lain kesempatan. Abang menang lomba nyanyi yang di adakan salah satu mall yang Mama lupa namanya, latihan dan doa saja yang lain gak usah terlalu di paksa." Omel Lily dengan wajah kesal, dulu Lily sudah melarang Ava untuk ikut lomba bernyanyi.

Tapi dia tetap memaksa, alasannya karena tak tega menolak keinginan teman-temannya.

"Benar kata Mama kamu Dek, jangan terlalu di kejar. Apa yang sudah menjadi milikmu akan tetap menjadi milikmu. Termasuk hati seseorang,"

Deg ... Ucapan papanya bagai petir di siang hari, hati? Bagaimana dengan perasaan Melvi padanya?

~~~

Melvi memetikan gitarnya dengan alunan pelan, fikirannya melayang pada gadis yang kini sudah menjadi kekasihnya. Apa yang Melvi fikirkan? Tentu saja keraguan Ava pada dirinya, Melvi tahu di usianya saat ini memang masih terbilang cinta monyet. Tapi entah kenapa Ada rasa berbeda dengan Ava, ada harapan besar saat dia menatap matanya. Ada kebahagiaan menanti saat bersama Ava.

Ponselnya berdering saat Melvi masih bergelut dengan fikirannya, kemungkinan buruk dan baik beradu argumen di kepala Melvi. Dengan langkah lebar dia mengambil ponsel dan menatap layar ponsel dengan wajah datar. Nama Reva terpampang jelas di layarnya.

"Halo,"

"Besok pemotretan, Mel." Melvi menghela napasnya pelan, lelah batin dan fisik. Itulah gambaran dari tubuh Melvi besok.

"Hem," tanpa menunggu balasan dari Reva, Melvi memutuskan sambungan telfonnya.

Sangat tak penting bagi Melvi, ocehan Reva tak ada yang penting. Berbeda dengan Ava, Melvi rela terjaga di malam hari saat Ava tak bisa tidur. Lelaki tampan dengan wajah datar tersebut menemani Ava telepon sampai gadis itu lelah berbicara dan memilih tidur. Jika kalian bertanya kenapa Melvi tiba-tiba menembak Ava, jawabannya adalah ....

Flashback...

Bola basket memutar di telunjuk jari Melvi, Saras yang melihat itu tersenyum manis. Dia berjalan kebelakang rumah dan duduk di samping Melvi, melihat bundanya datang. Melvi menghentikan acara bermainnya.

"Kamu suka sama Ava?" Tanya Saras tiba-tiba, Melvi menoleh dan terkejut.

Kenapa tiba-tiba Saras menanyakan hal tersebut, padahal dia tak pernah berkata apapun tentang Ava. Dia memang sedang dekat dengan Ava, tapi masalah suka? Rasanya belum.

"Kenapa?" Tanya Melvi heran, punggungnya dia sandarkan pada badan kursi.

Saras tersenyum tipis, dia memiringkan tubuhnya dan menggenggam tangan anaknya.

"Kamu tahu Mel, Bunda orang pertama yang mencium kamu. Bunda orang pertama yang membantu kamu berlatih bicara, saat kamu terjatuh untuk pertama kali saat belajar berjalan. Bunda Mel Yang membantu pertama kali," Melvi menatap Saras tanpa berkedip, senyum lembut bundanya membuat Melvi ikut tersenyum.

"Bunda tahu nak tatapan mata kamu berbeda saat menatap Ava, kamu masih mau mengelak jika menyukai gadis cantik itu?" Tanya Saras, Melvi menghela napasnya pelan.

"Gak tahu Bun, aku ragu." Gumam Melvi pelan, Saras kembali tersenyum.

Dari dulu Saras menginginkan anak perempuan, tapi Tuhan berkehendak lain. Dia sudah tak dapat hamil lagi, setelah melahirkan Melvi adalah hari paling menyakitkan bagi Saras. Karena dia di nyatakan tak bisa mengandung lagi, tapi dia juga bersyukur karena masih dapat memiliki Melvi.

Anak lelaki dingin yang sangat dia sayangi, kebahagiaannya setelah Bayu.

"Ragu kenapa? Dia anak yang baik Mel, dia juga sangat pengertian. Ya walaupun manja, kekanakan dan mau menang sendiri. Tapi tak Ada gadis setulus dan sebaik Ava." Melvi terdiam mendengar ucapan Saras, apa yang di katakan Saras memang ada benarnya.

~~~

Flashbacknya lanjut besok, kalau gak gitu ya nanti malam up lagi. Tergantung mood Dan respon kalian, kalau tiba-tiba Melvi nembak Ava tanpa penjelasan yang jelas takut bingung kaliannya.
Jadi, kutunggu respon kalian😘
Salam hangat dari author gigi kelinci🐰

Ava Story (END)Where stories live. Discover now