Kolase Ingatan

319 52 21
                                    

"Halo! Pokoknya gue mau Raven cuman buat gue, kalo perlu lo bunuh aja sekalian si Ara."

"Lo gila? Mana mungkin gua bunuh orang yang gua sayang?"

"Sayang? Lo sayang karena tulus apa sayang karena harta? Kalo sayang gak mungkin dong dulu lo-"

Pip...

Telepon terputus.

---

Sore ini dengan cuaca yang begitu cerah dan udara yang menenangkan membuat mood kedua remaja ini sangat bagus. Mereka sedang berada dirumah Ara karena berniat ingin mengambil beberapa baju untuk keperluan menginap walau sehari. Raven dan Sean menunggu gadis bermata sipit itu yang tak kunjung keluar dari kamarnya. Membuat mereka terus-menerus berbincang hingga kopi yang diseduh oleh Bi Marni hampir habis mereka teguk sejak tadi sambil menunggu Ara keluar, namun tak kunjung menampakkan diri.

Ketika Raven meneguk sisa kopi terakhirnya, Ara turun menuruni anak tangga sambil menggendong tas ransel kecil dipunggungnya. Netra Raven dan juga Sean otomatis tertuju kepada Ara saat mendengar langkah kakinya dan kini Ara sudah berada di samping sofa yang mereka duduki.

"Bawa apa aja?" tanya Sean.

"Piyama," jawab Ara seadanya.

"Piyama doang?"

"Nggak."

"Lah terus?"

"Kepo lo," protes Ara.

Raven cekikikan mendengar sedikit obrolan dari dua bersuadara ini yang sudah lama tidak ia lihat dan dengar. Raven pun bangkit dari duduknya dan diikuti oleh Sean.

"Udah segitu doang? Mau berangkat sekarang?" tanya Raven.

"Terserah," jawab Ara.

"Udeh bawa aja sekarang sono, temen-temen gue bentar lagi kesini," usul Sean yang tidak berniat untuk mengusir.

"Kek ngusir lo jatohnya anjir," celetuk Raven.

"Nggak dong nggak masa gue ngusir Adek kesayangan gue," ujar Sean sambil tersenyum dan merangkul Ara. Namun respon adiknya itu sangat disayangkan. Ia melirik ke arah Sean lalu mengernyitkan dahinya.

"Kita kenal?" celetuk Ara.

Sontak tangan yang merangkul bahu Ara ia kebawahkan dengan kasar. "Bawa aja sono bawa! Culik, Rav, meresahkan!" hardik Sean sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya seakan-akan menyuruh Raven membawa Ara untuk keluar.

Ara tertawa kecil dan dengan disertai sedikit gombalan ia berkata, "yaudah, awas lo kangen sama gue."

Bibir kiri atas Sean terangkat dengan lirikan mata yang tajam. "Gak ya, gak akan!"

Seketika Ara mengingat kejadian ketika sang kakak berlari ke kamarnya karena mendengar ada suara yang mengetuk-ngetuk jendela kamarnya dimalam hari. Kebetulan kamar Sean itu berada dipojok rumah, sedangkan Ara di lantai atas maka dari itu letak kamar mereka begitu jauh.

Ketika sampai dikamar Ara, Sean berusaha mengatur nafasnya dan bercerita sampai tak berani tidur di kamarnya selama tiga hari. Akhirnya Ara harus membagi kamarnya yang luas itu dengan Sean. Terpaksa lelaki itu harus tidur di sofa kecil yang ada di kamar Ara karena Ara tidak mau satu ranjang dengan kakaknya yang sudah dewasa itu, apalagi dengkurannya sangat keras pasti akan menganggu ketenangan Ara.

Dan akhirnya sekarang Ara berniat untuk menakut-nakuti Sean atas kejadian yang pernah menimpa Sean tempo dulu.

"Awas nanti ada yang ngetok-ngetok jendela kamar lo lagi, kalo mau lari ke kamar gue juga gue nya gak ada. Ke kamar Bi Marni aja ya, Bang? Bye!" ledek Ara yang kemudian melangkahkan kakinya cepat pergi keluar menjauh dari Sean.

Because Of You, Raven [FINISH]Where stories live. Discover now