14. Dua Belas

393 190 399
                                    

UNTITLED

(Give titles as your wish)

*Hallo, welcome back.Jangan lupa untuk tinggalkan jejak berupa vote, comment, dan share ke temen-temen kalian supaya temen kalian juga bisa baca cerita ini. Jika berkenan bisa ditambahkan ke Reading List*

*Selamat membaca bagian ke dua belas dari Untitled*

***

DUA BELAS

"Gue nggak pernah main-main, lo minta gue percaya seratus persen, gue kasih seribu persen." -Anselia Semesta.

***

"Ini tiket buat teater udah beres?" Ansel mencepol asal rambutnya, beberapa anak rambut menjuntai tidak beraturan, menampilkan messy hairnya. Kegiatan kampusnya semakin padat seiring dengan dekatnya acara besar teater yang ia ketuai.

"Udah, tinggal diambil." Putri memberi tab miliknya pada Ansel. "Lo liat deh, ini biaya pengeluaran di bagian kostum kenapa jadi melebar gini, ya?"

"Bukannya kemarin udah beres soal kostum? Coba lo tanya sama penanggung jawabnya, deh." Ansel menarikan jarinya di atas tab, matanya menelisik beberapa dokumen yang Putri perlihatkan.

"Ratu sama Dewangga mana? Gue kontak dia belum ada balesan. Itu soal venue, gue mau lightingnya sesuai kayak apa yang udah kita sepakatin, jangan kayak acara lalu." Putri menambahkan list venue pada tabnya.

"Iya, soal venue nanti gue bilangin mereka lagi, kayaknya mereka masih ada kelas belum kelar."

"Ya Tuhan, gue juga ada kelas, dua menit lagi, Put." Ansel menepuk dahinya sendiri, melirik jam di pergelangan tangan kirinya.

"Gue ke kelas dulu, ya, Put. Nanti kita bicarain lagi," tambahnya buru-buru, Putri meng-iyakan.

Ansel memasuki kelas yang sudah terlihat ramai namun belum ada dosen yang mengajar, ia sedikit meregangkan otot-ototnya, sudah beberapa minggu ini jam tidurnya berantakan gara-gara jurnal garapan yang ia anggap sepele itu terkena revisi sampai tiga kali. Belum lagi mengenai acara terdekatnya yang semakin dekat menuju hari-H. Gawainya bergetar, bukan sebuah pesan ataupun panggilan masuk, melainkan alarm pengingat yang sengaja ia pasang jauh-jauh hari, dengan agenda ujian nasional terakhir Dika.

"Selamat siang." Terdengar suara dosen di depan sana, Ansel mengalihkan fokus dari ponselnya, ia mengambil buku dari tote bag, bersiap mendengarkan materi yang menurutnya sama sekali tidak menarik.

Tiga sks berlalu terasa begitu lama bagi Ansel, rasanya pantatnya panas seperti duduk lebih dari sepuluh jam. Akhirnya ia bisa bernapas lega, setelah ini, ia sudah tidak memiliki jadwal kelas.

Ia berjalan menuju loker. "Kenapa nggak dibuang?" Suara Dika saat itu tiba-tiba saja melintas di gendang telinganya, ia meraih sekumpulan surat di dalamnya, dibuangnya ke dalam tempat sampah terdekat.

Ia menimang, kiranya jika ia menghubungi pacarnya saat ini, apakah ia menganggu? Ansel menggigit bibirnya, sudah beberapa minggu juga ia sadar bahwa hubungannya dengan Dika sedang tidak baik-baik saja, namun demi menghilangkan pikiran negatif itu ia memilih untuk menganggap semuanya baik-baik meski terasa kegiatan bodoh itu hanya pengalihan semata.

Awalnya Ansel mengira komunikasi dengan Dika yang semakin singkat itu karena ia paham bahwa Dika akan fokus dengan ujian nasionalnya, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Dika juga selalu mereject panggilannya.

Untitled:Give Titles As Your Wish  | COMPLETE |Where stories live. Discover now