"Nan bumoga eopseo*," ucapnya setelah diam cukup lama. Tidak ada yang merespon ucapan Sanghee, semuanya terdiam.
*Aku tidak punya orang tua.

"Aku dibesarkan oleh komunitas musik di Amerika sejak aku bayi. Aku bahkan tidak tau orang tua kandungku siapa, tapi aku ingat jelas kalau sepasang nenek dan kakek pemilik gedung komunitas itu ikut membantu membesarkanku, mereka lah yang kupanggil orang tua. Kemudian saat aku berumur 13 tahun, mereka meninggal,"  jelas Sanghee sambil tersenyum. Senyum yang biasanya terasa damai, sekarang terlihat sedikit tergoncang.

"Mianeyo eonni," ucap Hani, merasa bersalah bertanya mengenai orang tua pada Sanghee. "Gwaenchana. Orang tuaku mengetahui kalau aku adalah orang Korea saja, karena surat didalam kotak saat aku ditemukan ketika bayi. Aku merasa perlu memberitahu kalian, makanya kuberi tahu. Santai saja," ucap Sanghee kali ini dengan tertawa kecil untuk mencairkan suasana, yang ternyata gagal. Sekarang dia merasa canggung sendiri dan merasa bersalah karena sudah merusak suasana perpisahan yang ceria.

"Lalu bagaimana eonni bisa ke Korea?" tanya Vanessa. Tampaknya peri penasaran dalam dirinya memenangkan pertarungan melawan peri simpati.

"Aku datang kesini untuk ikut kompetisi musik bersama komunitas, eh taunya ketika memenangkan kompetisi, aku ditawarkan menjadi trainee. Aku sih tidak menolak, toh jadi idol uangnya banyak," jawab Sanghee dengan tawa kecil diujung kalimatnya. "Woah, eonni umur berapa ketika itu?" tanya Vanessa lagi. "Hmm, kira-kira saat itu aku 14 tahunan, mungkin?" jawabnya. "Woa eonni neomu meosisseo, jinjja*," puji Vanessa, Sanghee hanya tersenyum. Untungnya, pertanyaan-pertanyaan Vanessa tadi cukup mencairkan suasana.
*Woah, kakak sangat keren.

"Benar, eonni sangat keren. Wah sekarang aku merasa durhaka karena sering menyusahkan eonni,"  ucap Hani, membuat Sanghee mendapatkan sebuah ide bagus. "Jika kau berpikir begitu, maka kali ini kau yang membersihkan sampah snack ini ya. Yeona juga, jangan berpikir untuk berpura-pura tidur agar tidak beres-beres," ucap Sanghee yang membuat semua tertawa, kecuali Yeona dan Hani. Namun pada akhirnya semuanya ikut membantu membereskan ruang tamu tempat mereka menghabiskan waktu tadi.

Vanessa menggulingkan dirinya didalam selimut setelah ikut membantu membereskan ruang tamu. Ia mengetuk beberapa tombol untuk menemukan kontak "Mama" di handphone-nya. Sejenak ia berpikir apakah tidak apa-apa menelfon ibunya, karena sudah jam 10 malam di Indonesia. Tapi pada akhirnya dia mengetuk tombol telfon dan menunggu telfonnya diangkat.

"Halo, nak?" ucap Mama Vanessa setelah lima dering telfon.

"Halo Ma, maaf ya nelfon malem-malem. Mama sehat?"  ucap Vanessa.

"Iya gapapa, kamu kaya sama siapa aja. Mama sehat kok. Kenapa nelfon? Jam segini bukannya tidur."

"Itu, mau ngasih tau. Aku lulus seleksi buat ikut latihan di Amerika, jadi kayanya waktu libur semester sekolah besok bakal kesana sekitar dua atau tiga mingguan."

"Owalah begitu. Bagus deh kalau gitu. Kalau ada apa-apa kabarin mama ya. Ingat jangan lupa makan, apalagi bakalan makin sibuk latihannya kan."

"Iyaa."

"Jangan lupa makan vitamin yang mama kasih tau juga."

"Iya ma iyaa, aman kok."

"Kamu perlu disiapin sesuatu pas di Amerika?"

"Ga usah ma, aku bareng trainee yang lain aja udah kok."

"Oke deh, selalu kabarin mama kalau butuh sesuatu, got it?"

"Got it, ma'am. Oh iya ma, tau ga? Kak Yura udah ada pacar lho!" 

"Serius? Akhirnya jomblo satu itu dapet gandengan juga. Bilang ke dia kapan mau dibawa ke mama ya, duh mama udah ga sabar mau kondangan."

Vanessa tertawa, "Oke ma, nanti aku kabarin. Aku matiin telfonnya ya ma, mama jangan telat tidurnya, bilang ke papa juga."

"Iyaa nanti mama sampaikan. Good night~"

"Okee ma, sleep tight."

Tut.

Vanessa mendekap handphone-nya di dada. Hanya dengan mendengar suara Mama-nya, ia merasa damai, seperti salah satu bebannya diangkat. Namun ia bertambah sedih karena merindukan Indonesia dan orang tuanya. Tanpa sadar, Vanessa mulai memikirkan apa yang diceritakan Sanghee tadi. Dia tidak menyangka betapa ujian hidupnya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang dihadapi Sanghee. Ia masih beruntung memiliki orang tua yang bisa ditelfon kapanpun ia rindu. Lalu bagaimana dengan Sanghee? Siapa yang ia ajak bicara untuk sejenak melupakan beban ketika hidup terlalu berat untuknya? Tanpa sadar tetesan air mata lolos dari kedua mata Vanessa.

Orang yang sangat ia kagumi itu, ternyata menahan seribu tikam dipundaknya.

Vote kalau kamu suka. Comment kalau ini menarik. Share biar cerita ini berkembang. Thanxx!

Haii semua, maaf ya atas slow update-nya. Kemaren ini lagi hectic sama real life:( Once again i'm sorry, dan semoga kedepannya bakal lebih banyak chapter yang di-update. Terima kasih!!<3

—thesecretfire.


IDOL [On Going]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن