"Pokoknya saya mau nuntut orang yang udah nyekik adek saya pak! Dan juga meminta agar adik saya untuk saya bawa pulang." ucap mbatar yang membuat ku melototkan mata.

"Mbak! Apaan sih nuntut-nuntut, nggak ada ya! Lagian KKN aku tinggal seminggu lagi." ujar ku sebal.

"Ibu yang nyuruh nuntut dek! Udah deh kamu diem aja." jawab mbatar emosi juga.

"Maafkan anak saya mbak, saya berjanji anak saya akan saya masukkan rumah sakit jiwa besok. Tolong jangan tuntut anak saya mbak." mohon pak mantri pada mbatar.

"Hah rumah sakit jiwa?" ucap mbatar bingung.

"Makanya dengerin dulu penjelasan aku." jawab ku pelan sambil mencubit pahanya.

"Aw sakit dek!"

Lalu kami menceritakan mengenai keadaan mbak Emi kepada mbatar dan pak Haqi.

"Jadi bagaimana mbak?" tanya pak Haqi begitu mendengar semuanya.

"Ya mau gimana lagi pak, keadaan tersangka seperti itu." jawab mbatar pelan.

"Mengenai permintaan mbak untuk membawa Saskia pergi dari sini bagaimana?" tanya pak Haqi lagi.

Mbatar memandang ku yang ku balas tatapan melas dan gelengan, "jangan mbak, please. Tinggal seminggu lagi kok."

"Anaknya mau tetap disini pak. Saya turuti saja, tapi saya minta selama sisa waktu disini adik saya dijaga dua orang temannya." ujar mbatar.

"Yailah dijaga dari apa sih mbak! Kan mbak Emi besok udah dibawa ke rsj." ucap ku kesal.

"Bahaya siapa yang tau sih! Udah deh nurut aja daripada kamu mbak bawa pulang." sahut mbatar.

Mbatar menatap semua teman-teman ku.
"Dia dan dia." ucapnya sembari menunjuk Rama dan Raga.

Kami semua yang ada disitu kaget. Bisa-bisanya mbatar milih Rama dari sekian banyak anak laki-laki disini.

"Mbak jangan yang itu! Dia galak trus suka body shamming aku!" adu ku sambil menunjuk Rama yang dibalas dengusan kesal Rama.

"Pokoknya mereka. Mereka harus ada dimanapun adik saya berada." jawab mbatar tidak mengindahkan aduan ku tentang Rama.

Tiga jam kemudian diskusi kami selesai. Mbatar dan pak Haqi pamit untuk kembali ke Malang.

"Kalo ada apa-apa telpon mbak! Dan kalian berdua harus jagain adik saya." ucap mbatar sebelum mobilnya pergi.

"Tolong permintaan wali Saskia kalian berdua jalankan sebaik mungkin ya. Saya kembali dulu. Raga, kalau ada apa-apa pokoknya harus laporan ke saya." ucap pak Haqi sebelum meninggalkan desa ini.

Walaupun teman-teman ku juga masih shock dengan kejadian tadi, namun kami tetap melaksanakan ngeliwet seperti yang kami rencanakan jauh-jauh hari. Awalnya mau dibatalkan tapi kami kembali memikirkan lagi kegembiraan yang anak-anak sini tunjukkan ketika kami memberitahukan akan ngeliwet bareng.

Saat ini aku duduk diteras depan ditemani Rama yang ditugaskan Raga untuk menemani ku. Sedangkan Raga kembali ke balai desa untuk menyiapkan segala sesuatunya.

"Anjir gue KKN jauh-jauh malah jadi bodyguard lo." sungut Rama kesal.

Aku hanya diam saja menatap kosong ke depan.

"Woy jangan ngelamun lo maghrib-maghrib gini! Ntar kesurupan!" ujar Rama.

"Ram, bisa nggak lo kalo ngomong ke gue pelan kayak Raga. Gue capek tengkar terus sama lo." ucap ku pelan.

Rama tidak menjawab permintaan ku dan hanya diam saja.
"Gue nggak tau kenapa lo selalu cari masalah sama gue. Tapi please ram, waktu kita ketemu tinggal seminggu lagi. Masa sebulanan disini kita tengkar mulu." lanjut ku masih menatap lurus kedepan.

"Ram, lo denger nggak sih gue ngomong apaan?!" ujar ku kesal sembari menoleh kesisi kiri ku.

Terlihat Rama seperti termenung sambil menunduk.
"Eh, lo kenapa ram?!" tanya ku panik melihat Rama seperti ingin menangis.

"Lo mirip kembaran gue. Makanya gue selalu gangguin lo karna gue kangen gangguin kembaran gue." jawabnya pelan.

Aku terkejut mengetahui fakta terbaru Rama yang punya kembaran.

"Cara lo berprilaku, style lo, sama banget kayak dia. Gue ngerasa ada dia di diri lo." lanjut Rama yang kini menatap ku.

"Maaf ya ram, semoga dia tenang di alam sana. Gue turut berduka cita." ucap ku sedih.

"Heh mulut lo! Kembaran gue masih idup ye! Doi dibawa nyokap ke Seattle. Nyokap bokap gue cerai semenjak umur gue 17 tahun. Sinta dibawa bunda, gue tinggal sama ayah disini." ujar nya kesal.

"Ya maap mana gue tau kalo dia masih idup." jawab ku meringis pelan.

Rama hanya memutar kedua matanya jengah. "Bunda nikah lagi disana, ayah juga. Gue nggak keberatan sama sekali mereka nikah lagi. Tapi berbeda sama Sinta. Dia nggak terima nyokap bokap nikah lagi dan sekarang dia jadi badung banget nggak kayak Sinta yang gue kenal dulu. Dia kabur dari rumah dan kita semua nggak ada yang tau dia ada dimana sekarang, atau apakah dia masih hidup atau nggak." lanjut Rama sambil tersenyum pelan.

Aku terdiam mendengar kisah Rama. Entah darimana ide gila ini muncul tiba-tiba aku mengucapkan kalimat laknat ini.

"Lo bisa nganggep gue Sinta lo yang dulu kok! Gue kebetulan pengen punya abang." ucap ku ceria yang dibalas kernyitan bingung Rama.

"Tapi lo nggak boleh ya jatuh cinta sama gue! Soalnya gue udah punya mas Anu." lanjut ku sambil memamerkan cincin dijari ku.

"Idih yang bakal suka sama lo siapa?! Gue udah punya cewek kali." ujarnya sambil menyentil dahi ku.

"Aw! Sakit anjir." sungut ku kesal.

"Anyway makasih buat tawaran lo tadi. Bakal gue pikirin lagi." ujar Rama pelan sambil tersenyum menatap ku.

"Ehm, kayak nya lo tolak aja deh. Gue salah ngomong kayaknya tadi." ujar ku sedikit panik.

Rama yang awalnya tersenyum langsung memasang wajah garangnya. "Nggak ada! Enak aja lo. Gue terima tawaran lo. Pokoknya mulai sekarang lo jadi pengganti Sinta gue." ujarnya emosi sambil menjitak jidat ku untuk yang kedua kalinya.

-
Balikpapan, pukul 21.00 WITA

Sudah tak terhitung pesan serta telpon yang ku tujukan ke nomor Sasi dan tidak ada jawaban. Aku menunggu dengan cemas telepon balasan dari Tara.

Saat sedang melamun aku dikagetkan dengan telepon dari Tara.
"Halo ga, maaf ya tadi macet terus desa KKN nya Kia susah sinyal." ucapnya begitu aku menangkat telponnya.

"Iya nggak apa mbak, jadi Kia nua gimana mbak?" tanya ku khawatir.

Mbak Tara menceritakan semuanya. Mulai dari insiden kalung hilang hingga kejadian tadi.

"Alhamdulillah kalau Kia nya baik-baik aja. Yasudah terimakasih infonya ya mbak, maaf mengganggu waktunya. Assalamualaikum." ucap ku sembari menutup telepon.

Aku menghela nafas lelah. Aku merasa semakin terikat ke Sasi dan merasa lelah dengan status ku saat ini yang hanya tunangan saja.

Kayaknya habis Sasi KKN aku langsung nikahin aja lah, nggak usah nunggu dia lulus. pikir ku sambil menelepon nomor mamah.

"Halo assalamualaikum mah, maaf mas nelpon malem-malem. Ada yang mau mas sampaikan mengenai hubungan mas sama Saskia." ucap ku serius.

~~
Maafkan kalau ada typo><
Guys aku minta maaf ya kalau aku upload cerita ini lama dan alirnya lambat banget><
-R

Stuck With UWhere stories live. Discover now