23

23.1K 1.8K 49
                                    

Dua jam kemudian, Arga yang baru selesai rapat segera kembali ke ruangannya. Saat mengecek handphone nya ia melihat ada puluhan panggilan tak terjawab mamah nya yang membuatnya berpikiran macam-macam.

Ketika dihubungi balik dan diangkat, kata pertama yang mamahnya ucapkan membuat Arga langsung merasa jantungnya lepas saat itu juga.

"Kok bisa mah?! Saskia nya gimana sekarang?" tanya Arga panik.

"Mamah nggak tau mas, info terakhir mbaknya Kia masih diperjalanan." jawab mamahnya diujung sana.

"Yaudah aku coba telpon mbak Tara ya mah." jawab ku sembari berpamitan menutup telepon.

Aku mencoba menghubungi Tara dan tidak dijawab. Kemungkinan ia sudah sampai didesa tempat KKN Sasi yang susah sinyal itu.

"Napa lo ga bolak balik kayak setrikaan gitu." ucap Satria sambil duduk dikursi ku.

"Sasi dicekik orang." jawab ku sambil terus berusaha menghubungi Tara.

"HAH?! SUMPAH LO?!" ujar Satria keras yang membuat ku kaget dan memberikan tatapan tajam ku.

"Ehehehe sorry." jawabnya tertawa pelan menyadari kesalahannya.

"Gue kaget ege! Lagian gimana ceritanya dia bisa ampe dicekek gitu." lanjut Satria yang dibalas gelengan tidak tahu Arga.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar segalanya karna Satria lupa menutup pintu ruangan Arga.

-
Ketika terbangun, aku melihat pengawas KKN ku serta Raga yang sedang berbincang dengan pak mantri dan pak kades.

"Lo pada kok nggak bangunin gue sih, rame orang gini!" ucap ku kepada teman-teman ku yang sedang duduk membelakangi ku.

"Udah bangun lo? Ya kata bapak-bapak disana disuruh biarin aja lo istirahat." jawab Tyas.

"Sudah saya hubungi wali dari Saskia pak, mungkin sedang diperjalanan." ucap pak Haqi pengawas KKN ku yang dapat ku dengar.

Aku terlalu malas untuk bangun dan memilih untuk terus berbaring. Tidak lama terdengar suara mobil yang kuyakini itu adalah mbatar.

"Adik saya mana pak?!" ucapnya panik begitu masuk.

"Salam dulu kek! Nggak sopan lo mbak." ucap ku agak keras sambil melambaikan tangan ku.

Ku rasakan getaran dari langkah kaki terburu-buru mbatar dan pelukan erat mbatar.

"Aduh! Aku nggak bisa napas!" ucap ku memukul mukul punggung mbatar.

"Maaf maaf, kamu nggak papah kan?" ucapnya sambil mengecek tubuh ku.

"Nggak papah! Udah ah nggak usah lebay." sahut ku sebal.

"Nggak usah lebay gimana! Kamu udah nggak pernah ngehubungin mbak, sekarang malah mau mati! Bikin bapak hampir kena serangan jantung tau nggak!" jawab mbatar emosi.

"Ehm maaf mbak. Saskia dan mbak nya bisa kesini dulu?" tanya pak Haqi.

Mbatar segera melangkah kearah bapak-bapak tersebut dan aku mengikuti dari belakang.

Raga mulai menyampaikan semua kejadian yang aku alami selama disini dibantu Intan serta Tyas sebagai saksi.

"Seharusnya semenjak insiden kalung Saskia diambil kalian melapor ke saya." ucap pak Haqi.

"Maaf pak, saya kira hal tersebut dapat kami selesaikan sendiri tanpa merepotkan bapak untuk datang kesini." jawab Raga pelan.

"Tapi jadinya malah gini kan mas! Kalian semua tanggung jawab saya disini jadi kalau ada apa-apa harus laporan sama saya." jawab pak Haqi.

Stuck With UDonde viven las historias. Descúbrelo ahora