Episode 2

38 7 2
                                    

Makanan yang ada di depannya dimakan lahap oleh seorang wanita ber-hoodie putih. Maklum, rasa laparnya memang sudah di ambang batas. Faeesan memberinya uang yang cukup untuk makan dalam porsi sebanyak ini.

Meja yang semula penuh makanan berkabrohidrat kini hanya tersisa piring dan gelas kotornya. Serakus itu Rinai hari ini. Hingga terdengar bunyi bergelombang dari rongga mulutnya. Rinai kenyang.

"Alhamdulillah. Kenyang juga gue," ucap Rinai sambil mengelus perut penuhnya.

Urusan makan selesai. Kini yang dipikirkannya adalah dimana ia akan tidur malam ini. Oke. Aku jelaskan sedikit bagaimana Rinai bisa ke Paris tanpa pegangan sedikitpun.

Dua hari yang lalu masa hukuman Rinai resmi habis. Dan dirinya bisa dibebaskan. Sedangkan Keysa? Cewek itu masih harus mendekam setahun lagi bersama Robi.

Keluar dari penjara bukannya membuat Rinai bahagia. Justru dia merasa malu hidup di tanah airnya sendiri. Nama baiknya sudah tercoreng besar akibat ulahnya sendiri. Apalagi jika nanti harus bertemu Disy. Ada malu yang menggerogoti hatinya.

Delapan tahun didekam membuat Rinai sedikit-dikit mengerti arti sahabat yang sebenarnya. Dan ia sangat menyesali perbuatannya. Membayangkan Disy kehilangan papanya berhasil menampar Rinai begitu kencang. Rasa bersalahnya tak bisa dibendung lagi.

Hingga Rinai mengambil jalan pintas – kalau tidak ingin dibilang nekat – yaitu pergi ke negri orang. Sisa tabungannya ternyata cukup untuk membeli tiket berangkat. Bermodal rasa percaya bahwa di Paris Rinai akan segera mendapat job, ia membeli tiket di hari yang sama. Lalu berangkat keesokannya.

Ternyata yang terjadi malah sebaliknya. Tidak ada pekerjaan. Tidak ada uang saku. Rinai bak terlantar tak tentu arah di luar negri. Kalau saja tadi dosen menyebalkannya itu tidak melihatnya, mungkin saat ini Rinai sudah meminta-minta di jalan. Berharap ada orang baik yang memberinya koin untuk dikumpulkan. Dalam poin ini Rinai memang harus bersyukur atas kedermawanan Faeesan.

Pandangannya jatuh pada jalanan Kota Paris yang ramai. Kebanyakan yang lewat adalah pasangan yang sedang kasmaran. Mereka sangat menikmati suasana kota ini. Kota yang menjadi pilihan untuk berbulan madu selain Pulau Maldive dan Bali.

Senyum mirisnya terbit. Rinai sampai lupa kenapa ia memilih Paris sebagai tempat pelariannya. Padahal masih ada negara tetangga. Apakah karena ada Faeesan di sini?

Rinai menggeleng kuat. "Apaan sih, gue. Malah mikir si Pae," racau Rinai. Kelamaan melamun sampai sosok Faeesan hadir di pikirannya.

"Apa gue ngemis aja, ya biar dapat uang buat nginep di hotel?"

Ya, itu bisa menjadi ide bagus andai saja Rinai sudah tidak punya rasa malu lagi. Ngemis di Paris? Apa tidak ada hal lebih anti-mainstream lagi?

Tiba-tiba matanya jatuh pada secarik kertas bertulis nama jalan dan nomor apartemen Faeesan.

"Yakali. Nggak mungkin gue numpang tidur di tempat dia. Yang ada besoknya gue berbadan dua," celotehnya sendiri.

Beberapa pengunjung yang duduk di dekatnya sempat melirik heran pada Rinai. Mereka bertanya-tanya apa yang Rinai katakan. Setelah itu kembali sibuk dan mengabaikan perempuan malang itu.

"Amit-amit. Itu namanya simbiosis komensalisme. Gue rugi, dia untung," tambah Rinai.

Kepalanya mendadak panas memikirkan kemana ia harus pergi. Rinai pun keluar dari restoran setelah membayar makanannya. Ditariknya koper menjelajahi setiap sudut Kota Paris. Berharap menemukan tempat yang cocok untuknya beristirahat.

***

Seorang wanita berdiri tegak menghadap sebuah gedung apartemen. Tingginya sekitar 20 lantai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Jerk LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang