9. Can We Be Friends?

4 0 0
                                    

Sepeninggalan Nanta yang katanya ingin menjenguk ibunya, di sini Karla dilanda kecanggungan. Pesta sudah selesai satu setengah jam yang lalu dimana sekarang sudah masuk waktu subuh.

Jam setengah 4 mungkin?

Sepi, sunyi, canggung menemani mereka berenam. Mereka duduk di rumput karena kursinya tidak cukup untuk mereka bertujuh.

"Kak lo ngomong kek, gak usah kayak batu!" Protes Viola sambil melempar gumpalan kertas ke kepala Karla.

Karla terkejut lalu menunjukkan ekspresi terkejut. "Anjir gue kaget," Karla melempar kertas itu kembali ke arah Viola. Tapi salah sasaran.

Kertas sialan itu malah mengenai lelaki di samping kiri Viola. Lelaki itu menoleh dan pandangan mereka bertemu. Karla ingin memutuskan kontak secara sepihak, namun mata cantik lelaki itu menggagalkannya.

Sebelum Arjuna memutuskan kontak mata mereka, ia tersenyum simpul terlebih dahulu. Dan pastinya Karla tidak mengerti apa maksud dari laki-laki berdarah campuran Manado itu.

"Sepi banget gaada Nanta," gumam Lia.

Tapi Karla mendengarnya. Iya, suasana sekarang terasa sangat sepi karena tidak ada oknum yang biasanya membuka topik terlebih dahulu.

"Maen tod yuk!" Ajak Anne bersemangat.
Lean menatap tajam ke arah Anne yang terkejut karena tatapan tajam yang Lean berikan untuknya. "Kasar."

"Truth or Dare bodoh." Arga melempar botol plastik.

"Tutup ya," setelah mengucapkan itu, Viola mulai memutar botolnya searah jarum jam. Karla berharap cemas agar tutup botol itu tidak mengarah padanya.

Tutup botol itu mengarah ke Arga.

"Setan."

"ToD?" Tanya Lean.

Arga berdeham lalu menjawab, "Dare deh, kan gue lelaki sejati tak kenal malas."

"Halah kampret lo, disuruh ngapus papan tulis aja nyuruh gue," sembur Arjuna, sedangkan Arga mendengus.

"Coba bikin pantun buat Anne," saran Arjuna yang langsung ditimpuk menggunakan permen mint dari arah Kanan. Siapa lagi kalau bukan Lean.

"Ngelakuin? Mati."

"Ke Pio dah ke Pio."

Arga menghela napas lalu menghadapkan tubuhnya ke arah Viola yang sedari tadi berusaha untuk menetralkan detak jantungnya. Arga berpikir keras, biasanya ada Nanta yang membantu Arga untuk membuat gombalan-gombalan receh.

"Kue itu sangat unik
Tapi ternyata kue ketan
Terima kasih udah panik
Ngeliat aa dipukulin setan."

"Anjing," Lean mengumpat.

"Apa anjing-anjingan?" Tegur Lia.

Lean menatap mata Lia dengan tatapan memohon sekaligus menyeramkan.

"Apa si, cape gue sama lo?" Lia memukul wajah Lean membuat sang empunya kesakitan.

Karla melihat jam tangannya, "Udah jam segini anjir lo pada gak kuliah?" Tanya Karla.

"Gak."

"Bolos."

"Libur."

"Izin."

"Males."

"Kuliah."

Hanya satu orang yang menjawab kuliah.

"Gue pulang sekarang ya, mau istirahat sebentar soalnya," pamit Karla sambil berdiri membuat semuanya ikut berdiri.

Viola menahan lengan Karla, "makasih kak, makasih banyak." Lalu memeluk Karla erat. Tak lupa Karla membalas pelukkan hangat yang ia rindukan itu.

"Dijemput siapa Kar?" Tanya Anne khawatir.

Karla tersenyum, "minta jemput abang."

Semua mengangguk dan Karla berjalan ke arah depan taman. Menunggu panggilan itu agar tersambung ke ponsel seberang.

Baru saja menunggu sebentar, sudah ada motor besar yang berhenti di depan Karla. Laki-laki itu membuka helmnya.

"Cepet."

Semua berlalu begitu saja. Karla yang dibonceng Arjuna dengan perasaan tidak enak dan Lean yang menatap miris kedekatan mereka tanpa tau yang sebenarnya.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anaphalis ; JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang