10.Malam Minggu

Începe de la început
                                    

"Gak usah kaget gitu, sekarang siap siap sana dan gak ada penolakan"

Dan sekarang Elang tau ia kaget, apakah laki laki itu cenayan.

Klik

Panggilan yang diakhiri sepihak membuat Alena mendengkus kesal, laki laki itu selalu pemaksa dan semaunya sendiri.

Namun tak urung Alena mengganti pakaian dan mengambil tas Selempang miliknya.

Saat berada di ujung tangga ia melihat Rama sedang menatapnya dengan alis terangkat sebelah, mungkin heran dengan ia yang sudah rapi dan terlihat akan pergi.

"Kemana dek malem malem begini? kamu gak lupa kan ini weekend dan Abang yakin kamu gak punya pacar buat diajak malem mingguan"

Ucapan bernada santai namun terdengar menyebalkan di telinganya itu membuat Alena ingin sekali melempar flatshoes yang ia kenakan kearah sang Abang yang sedang memasang tampang polos menatapnya. Lelaki kurang perhatian itu selalu berhasil membuatnya jengkel, sikap menyebalkan abangnya ini tak pernah gagal membuat taringnya keluar.

"Emang kenapa kalau aku malem mingguan dan jangan kira aku jomblo gak laku kayak Abang"

Alena berujar sinis tak mau dibilang jomblo, memang itu kenyataan tapi kata jomblo terlihat menyebalkan menurutnya.

"Bwhahahah ..... "

Memilih tak peduli Alena melenggang pergi begitu saja setelah meraih tangan kanan sang Abang untuk ia cium yang membuat Rama kicep dan melotot sebal.

Adiknya itu memang tak ada sopan sopan
nya sama sekali. Namun senyum misterius terlihat menghiasi wajahnya, Rama senang setidaknya adiknya Alena sudah mau berinteraksi dengan laki laki lain setelah belasan tahun terakhir menutup diri dari yang namanya kaum lelaki.

Elang memang cocok menghadapi sikap Alena yang sering berubah seperti cuaca.

****

"Kita mau kemana?"

Pertanyaan to the point itu dibalas Elang dengan gelengan pelan, membuat Alena menaikkan sebelah alisnya binggung dengan sikap yang ditunjukkan laki laki disampingnya ini.

"Terus kenapa ngajak jalan kalau gak tau mau kemana. Lebih enak tidur dirumah, kalau begini kan gue jadi sia sia dandan"

Dumelan rendah yang terdengar di telinganya itu membuat Elang mengulum senyum geli, perempuan ini selain cenderung abai juga bisa cerewet ternyata.

"Duduk anteng tuan putri dan jangan ngedumel nanti cepat tua"

Alena memutar bola matanya malas namun juga tak berniat membantah, perempuan itu memilih diam dan mengarahkan tatapanya ke depan mengamati jalanan yang terasa padat. Jujur ini kali pertama ia keluar untuk malam mingguan sejak kepindahannya ke Jakarta, sebenarnya memang dia tidak terlalu suka menghabiskan malam Minggu diluar karena dirasa membuang waktu. Alena lebih senang membaca novel atau melakukan kegiatan yang lain dirumah.

"Kita sudah sampai, silahkan turun tuan putri"

Alena tersentak kaget dengan keberadaan Elang yang tengah membukakan pintu untuknya, sejak kapan laki laki itu berdiri disana bahkan ia tak menyadarinya, keasyikan melamun membuatnya kehilangan fokus.

"Kita mau makan disini? Ramai Elang"

Bisikan pelan dengan remasan di tanganya itu membuat Elang menghentikan langkahnya, ia menoleh kesamping menatap Alena yang juga tengah menatapnya dengan wajah ditekuk.

"Karena nasi goreng disini enak, saya dulu sewaktu masih kuliah sering mampir ke
sini. Dan saya yakin kamu bakal suka juga. Ayo"

Tarikan pelan membuat Alena mau tak mau mengikuti langkah laki laki di depanya ini, ia memilih mencari tempat yang kosong dan membiarkan Elang memesan makanan untuk mereka.

"Tiap hari rame begini?"

Elang mengalihkan perhatiannya pada wanita didepannya ini setelah membalas pesan yang masuk ke ponselnya.

"Rame sih tapi gak serame ini, mungkin karena malem Minggu jadi lebih banyak yang jajan diluar"

"Yang dirumah kamu tadi sore sepupu kamu?"

"Oh bang Rama, iya anaknya kakak dari mama aku. Kenapa?"

"Engga, kayaknya kalian Deket banget"

"Emang deket karena dari kecil kita sama sama"

Elang tertarik dengan ucapan yang dilontarkan Alena barusan, ini kesempatannya untuk menggali informasi tentang kisah hidup wanita di depannya ini.

"Yang saya tau kamu diluar negri selama ini, dan baru pindah saat ada rekomendai kerja ke rumah sakit?"

"Ya, aku tinggal sama keluarga bunda Maya selama ini"

"Keluarga kamu?"

Alena menghembuskan nafasnya pelan dengan wajah tertunduk dan Elang yang menyadari itu merutuk dalam hati menyalahkan mulutnya yang selalu bertanya tanpa berfikir dulu.

"Mamaku meninggal dan hubunganku dengan papa dari dulu gak terlalu baik. Jadi ya begitulah"

"Sorry saya gak bermaksud .. "

"Santai aja saya gapapa kok mas"

"Mas?"

"Iya, mas. Kenapa? Ada yang salah?

Elang tersenyum lebar. Secepatnya ia menggeleng cepat menyanggah pertanyaan Alena.

"Enggak, berasa suami istri aja dipanggil mas"

Setelahnya Elang tertawa terbahak dengan pemikirannya sendiri membuat banyak pasang mata menatap mereka dengan binggung. Alena yang menyadari hal itu mencubit kuat lengan laki laki itu membuat sang empu mengaduh kesakitan.

Laki laki didepannya ini apakah urat malunya sudah putus? dia seorang dokter dan saat ini bertingkah seperti bukan Elang yang ia kenal saat di rumah sakit.

Terimakasih ya yang udah suka sama cerita aku, dan untuk silence readers. Komen dong biar aku tau seberapa banyak yang suka sama cerita ini.

Vote dan komen ya biar semangat nulisnya 😂😁😆


26 Juli 2020

Happy Reading ♥️

Liku KehidupanUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum