2. Pertemuan Kedua

65 13 13
                                    

"Senyumnya hanyalah kamuflase belaka. Senyum yang hanya mengisyaratkan luka. Dan senyum adalah kepalsuan Zaina"

-Zeyhan

🍁🍁🍁

Matahari telah menampakkan kilaunya. Tapi tak juga membangunkan lelaki berperawakan tinggi yang sekarang malah semakin merapatkan selimut pada tubuhnya.

Kebiasaan buruk Zeyhan yaitu ketika sudah melaksanakan Sholat Subuh ia akan tidur kembali dengan alasan 5 menit. Sampai bablas seperti ini.

"Bang bangun atuh udah siang ini teh nanti telat kesekolahnya" tepukan tangan Bi Ina pada bahu Zeyhan seperti tidak berefek apa apa. Posisinya Masih sama seperti yang Bi ina lihat sewaktu datang ke kamar Zeyhan.

"Duhh Bentar lagi ya Bi" jawabnya tanpa membuka mata.

"Ini udah jam setengah tujuh bang. Emang abang teh ngga kesekolah"

Ada pergerakan kali ini. Bi ina kira Zeyhan akan bangun tapi nyatanya Zeyhan malah membalikkan badan memunggunginya.

"Masih jam 7 kurang ini" gumam Zeyhan. Seolah baru terkumpul kesadarannya ia tiba tiba bangkit sampai membuat Bi Ina kaget karenanya. Dilihatnya jam yang menunjukan angka 7 kurang 20 menit.

"Bibi kok baru bangunin ak.. " Belum sempat Zeyhan menyelesaikan ucapannya tubuhnya sudah terjerembap jatuh kedepan. Terbelit dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

"Duh hati hati atuh bang. Kan jadi tikusruk kitu." ucap Bi Ina dengan logat sunda khasnya. Tawa hampir saja lepas jika ia tidak menahannya.

Zeyhan bangkit menggaruk rambutnya yang tak gatal gengsi juga jatuh didepan Bi Ina dengan gaya yang tak elegan. Lalu melenggang masuk ke kamar mandi mengabaikan rasa malu yang muncul perlahan.

"Bibi udah siapin bekal buat abang. Udah bibi simpen di tas nya" teriak Bi ina sebelum menutup pintu kamar Zeyhan.

🍁🍁🍁

Zeyhan menuruni tangga dengan santainya. Berbeda dengan saat ia bangun. Aneh sekali. Kebanyakan orang saat tau dirinya terlambat pasti akan terburu buru dan tiba tiba bergerak cepat. Berbanding terbalik dengan Zeyhan.

"Bi.. Ara udah pergi sekolah kan" teriak Zeyhan sambil menarik kursi meja makan lalu mendudukinya. Susu yang berada tak jauh dari jangkauannya ia ambil lalu diteguknya hinga tandas.

"Udah bang tadi diantar sama Pak bon" Bi ina datang dari arah dapur.

"Bunda belum pulang?" Tubuhnya bangkit berjalan lambat menuju ruang tamu untuk mengambil kunci motor yang berada diatas nakas.

"Belum bang. Mungkin sebentar lagi"

"Heum.. Aku berangkat dulu. Assalamualaikum" ucap Zeyhan sambil menyalami tangan wanita paruh baya yang sudah Zeyhan anggap seperti bundanya sendiri.

"Waalaikumussalam. Hati-hati bang"

🍁🍁🍁

Motor sport hitamnya melaju cepat membelah jalanan yang kian ramai dan hangat. Waktu telah menuju ke angka 7 kurang 2 menit. Sekejap lagi ia benar benar terlambat.

Moodnya hilang seketika hanya karena membahas bundanya. Zeyhan faham tuntutan perkerjaan lah yang membuat bundanya melakukan itu. Tapi apakah pernah bundanya memikirkan dirinya dan Ara. Adik semata wayangnya. Ara masih sangat kecil untuk ditinggal pergi.

ZainaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant