BAB 5 Hantu Gelandangan Miskin Aneh

29.5K 458 58
                                    

(5)

Tulang-belulang saling bertumpuk-tumpuk, membentuk gunung-gunung kecil yang tingginya bisa sampai tiga meter.

Kabut tebal merayap di antara celah-celah tulang, membawa hawa dingin yang membuat tubuhku meremang. Aku mengusap tengkuk tanpa alasan.

Saat angin berembus, keangkeran tempat ini menjadi berkali lipat. Mana aku cuma pakai jubah handuk doang.

Aish!

Tanah berair yang lembap juga agak lengket membuat kakiku tidak nyaman. Mana telapak kakiku tanpa alas pula.

Aku sama Acep terus mengikuti langkah Bang Wild, memasuki area penuh tulang lebih dalam.

"Awas!"

Aku memberi peringatan! Sesosok makhluk seram muncul dari balik tumpukan tulang.

Makhluk itu memiliki mata merah menyala. Wajahnya bentuk tengkorak lengkap dengan gigi-giginya yang utuh dan runcing-runcing. Rambutnya panjang, jari-jarinya lima kali lipat lebih panjang dari ukuran jari normal manusia. Kuku-kukunya hitam, panjang, melengkung. Jubah lusuh kumalnya robek-robek juga kotor-sepertinya hantu ini sangat miskin dan tunawisma.

Bang Wild melompat mundur tepat waktu. Tapi makhluk miskin gelandangan aneh itu tiba-tiba mengeluarkan senjata sabit-tombak yang di ujungnya terdapat mata sabit melengkung.

Untung Bang Wild cukup terampil menggunakan tombak di tangannya. Jadi mereka pun terlibat perkelahian sengit.

Aku mengambil sepotong tulang dan begitu ada kesempatan, segera kulempar tulang itu ke kepala si makhluk gelandangan miskin aneh.

"Yeah!"

Aku berseru penuh kebanggaan karena tulang itu tepat mengenai si makhluk gelandangan miskin aneh.

"Rrrrrrrrrrrrrrrrr!" Makhluk itu kini berganti menatapku.

Sial.

Aku tidak bisa lari. Dalam sekejap makhluk miskin gelandangan aneh itu sudah ada di depanku, mengayunkan mata sabit ke arah leherku.

Ayolah!

Aku ini atlet tinju-ilegal. Bukan kesatria berpedang dari zaman Majapahit. Mana bisa begini?

Pedang di tanganku terlempar ke udara. Sementara kilatan mata sabit berkilau di depan wajahku.

Sial, sial, sial!

Aku berlari pontang-panting menghindari sabetan mata sabit. Acep sama Bang Wild ke mana sih.

Wuadaw!

Sepertinya kakiku menginjak tulang berlumut. Seketika tubuhku terpelanting ke tanah yang berair.

Brrrrrrrrrr.

Dinginnnnn.

"Wuahhh!"

Aku berteriak panik. Makhluk gelandangan miskin aneh melompat di udara. Mata sabitnya menukik ke arahku yang terkapar di tanah.

Di saat paling kritis, Bang Wild muncul. Menubruk makhluk gelandangan miskin aneh itu hingga terhempas ke tumpukan tulang.

Sebelum makhluk gelandangan miskin aneh itu bangkit, Bang Wild mengayunkan tombaknya. Mata tombak menembus kening si makhluk gelandangan miskin hingga retak. Namun, baru juga aku menghela napas lega, tiba-tiba makhluk gelandangan miskin aneh menarik Bang Wild, jari-jari panjangnya melilit erat di leher Bang Wild.

Panik, buru-buru aku menghampiri mereka. Aku mengambil sepotong tulang, memukuli si makhluk gelandangan miskin aneh sekuat tenaga. Tapi, makhluk gelandangan miskin aneh itu seperti tidak merasakan apa-apa, sementara wajah Bang Wild mulai menegang karena pasti kehabisan udara.

Aku berganti fokus memukuli tangan si makhluk gelandangan miskin aneh agar melepaskan cekikannya pada Bang Wild. Tapi tidak mempan. Makhluk gelandangan miskin aneh itu malah memperkuat cekikannya. Bang Wild terlihat kesakitan, gigi-giginya bergemeretak.

"Allahu laailaaha illaa huwalhayyul qoyyuum, laata khudzuhuu sinatuw walaanaum ...." Acep tiba-tiba muncul sambil membaca ayat kursi.

"Lahuu maa fissamawati wa maa fil ardli mandzal ladzii yasyfa'u 'indahuu illaa biidznih, ya'lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai'im min 'ilmihii illaa bimaa syaa' wasi'a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya'uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal 'aliyyul 'adhiim."

Acep mengusap cambuknya setelah usai membaca ayat kursi. Dia lalu mengayunkan cambuk putih di tangannya ke si makhluk gelandangan miskin aneh.

Ajaib. Si makhluk gelandangan miskin aneh langsung bereaksi. Menggeram kesakitan. Tubuhnya yang kena cambuk mengeluarkan bunga-bunga api dan asap tipis.

Bang Wild batuk-batuk saat cekikan si makhluk gelandangan miskin aneh lepas. Napasnya tersengal-sengal.

Ikutan nge-cheat kayak Acep, aku juga membaca ayat kursi-tapi tadi pedangku jatuh di mana, ya. Karena pedangku tidak tahu ada di mana, aku mengambil sepotong tulang panjang, mengusapnya dengan telapak tangan, lalu memukulkannya ke si makhluk gelandangan miskin aneh.

Worth it, Co!

Si makhluk gelandangan miskin aneh kesakitan.

Aku dan Acep memukuli si makhluk gelandangan miskin aneh tanpa ampun hingga tubuhnya yang berupa kerangkeng tercerai berai. Terakhir, aku memukul kepala si makhluk gelandangan miskin aneh dengan sekuat tenaga.

"Allahuakbar!"

Kepala si makhluk gelandangan miskin aneh itu pun seketika remuk jadi debu.

Yeah!

Berhasil.

Aku dan Acep langsung beradu kepalan tangan.

"Bang, nggak apa-apa, 'kan?" Aku menghampiri Bang Wild. Dia kelihatan sudah baik-baik saja. Tapi, bekas cekikan si makhluk gelandangan miskin aneh tercetak merah-kebiruan melingkari lehernya.

Bang Wild mendeham sebagai jawaban. Dingin bener manusia satu ini. Bro pikir dia itu Sasuke Uchiha apa gimana dah.

"Terus sekarang teh gimana atuh? Lanjut nyari Denis kita teh?"

Aku menatap Bang Wild, memiliki pertanyaan yang sama dengan Acep. Karena di antara kami Bang Wild yang paling dewasa, jadi biar dia saja yang memimpin dan mengambil keputusan.

"Kita lanjutkan," jawab Bang Wild. Singkat, irit, dan brrrrrrrrr sekali. Dia mengambil tombaknya kembali.

Sebelum melanjutkan pencarian, aku minta bantuan Acep juga Bang Wild untuk menemukan pedangku dulu. Alhamdulillah-nya, tidak butuh waktu lama karena Bang Wild masih ingat di mana lokasi pedangku jatuh.

Kami pun mulai meneruskan perjalanan untuk mencari Denis. Tapi kali ini lebih hati-hati dan waspada. Kami berjalan tanpa saling bicara hingga suara kecipak air pun terdengar keras di kesunyian.

Semakin dalam memasuki hutan tulang-belulang, hawa semakin dingin, kabut juga semakin tebal. Jarak pandang jadi terbatas.

Samar-samar, aku mendengar suara tangisan. Bang Wild yang berjalan paling depan juga menghentikan langkahnya. Sepertinya dia juga mendengar suara tangisan itu.

Aku mengangguk saat Bang Wild menoleh ke arahku.

Kami berjalan mengendap mendekati sumber suara. Jantungku berdebar keras. Aku merasakan firasat buruk.

Dan tiba-tiba ....[]




[]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Terjebak Hantu MesumWhere stories live. Discover now