1|Titip Lipstik

176K 13.3K 6.1K
                                    

Trailer Gemitir▪️

Tim baru baca/ baca ulang?

"Tidak semua kedewasaan hadir karena usia, beberapanya hadir karena dipaksa keadaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Tidak semua kedewasaan hadir karena usia, beberapanya hadir karena dipaksa keadaan."

🍂

Argian Gemantara. Remaja lelaki yang tertidur di depan teras itu berjengit terbangun ketika air tiba-tiba mengguyur tubuhnya.

"Ngapain kamu tidur disini?"

Argi langsung berdiri. Melihat bibinya yang bersedekap menatapnya. Pasalnya, tadi malam Argi pulang kelewat larut. Bibinya sudah tidur hingga tidak membukakannya pintu kala ia mengetuknya tadi malam. Jika saja pemesan bunga tidak membuatnya menunggu lama untuk membayar, Argi pasti akan pulang tepat waktu dan tidak berakhir tidur di luar padahal tadi malam hujan deras.

"Tadi malam-"

Sonia-bibinya- memutar bola mata malas. Tidak mau tahu dan tidak peduli.

"Cepet deh masuk, bersihin rumah dan bikin sarapan. Bibi izinin kamu tinggal disini gunanya itu."

Argi tersenyum tipis, mengangguk menurut. Menundukkan kepalanya hormat sebelum kemudian masuk ke dalam rumah. Melakukan perintah Sonia sebelum mandi dan berangkat sekolah.

Yap. Argi tinggal bersama Sonia, adik kandung ibunya yang tinggal sendiri setelah suaminya meninggal. Syarat boleh tinggal disana yaitu Argi harus melakukan semua pekerjaan rumah dan juga bekerja di toko bunga milik bibinya.

Walaupun Argi tidak pernah diperlakukan baik, tapi Argi bersyukur bibinya berbaik hati memberinya tempat tinggal. Karena Argi tidak tau harus tinggal dimana lagi jika Sonia juga sama seperti keluarganya yang menolak kehadirannya ketika ibunya meninggalkannya sendirian.

Hari ini adalah hari pertama sekolah setelah libur kenaikan. Lelaki yang sudah memakai pakaian putih abu-abu itu berangkat sekolah dengan sepeda ontel yang biasa ia gunakan mengantar bunga. Argi tidak langsung ke sekolah, justru mampir ke rumah ibunya sebentar untuk pamit.

Argi berdiri di depan pagar rumah berdesain minimalis setelah menyandarkan sepedanya. Argi memperhatikan pintu rumah yang terbuka, menampilkan keluarga kecil yang bahagia. Mulai dari seorang ayah yang sedang memanjakan putri kecilnya, kemudian hadir seorang ibu yang menebar senyuman hangat dengan membawa senampan susu dan roti.

Benak Argi rasanya seakan teriris. Pemandangan itu selalu menjadi impiannya sejak lama. Bagaimana ibunya memperlakukannya dengan penuh kasih dan sayang, mengecup dahinya dengan lembut dan menyuapinya sarapan. Namun seumur hidup, Argi tidak pernah merasakannya. Tidak. Argi tidak ingin muluk-muluk. Ibunya menerima dirinya saja, sudah cukup.

Gemitir✔️Where stories live. Discover now