Tenth

23.8K 1K 10
                                    

Bagas POV

Dimana sih Shilvy? Aku merasa khawatir karna tadi aku tidak pulang bersamanya. Aku terpaksa pulang dengan Cecil karna tadi aku tak sengaja melempar bola ke kepalanya, dan dia minta aku bertanggung jawab mengantarkannya pulang bersama. Aku sedari tadi terduduk menatap halaman rumah Shilvy yang luas itu. Aku melihat Ryo terduduk di salah satu ayunan, yang sesekali melirik ke jam tangannya. Aku khawatir mendengar perkataan Ryo yang mengatakan jika Shilvy belum pulang, dan tidak ada di rumah Chelsea, sahabat kesayangannya itu. Aku ingin sekali menelfonnya, tetapi handphoneku keburu lowbat. Mama Shilvy, atau Tante Natalie datang menghampiri Ryo dengan wajah cemasnya. Aku menjadi sangat khawatir ketika kulihat jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 17.00. Padahal kelas telah selesai sekitar 45 menit yang lalu. Jika Shilvy pergi 45 menit bersama Chelsea, pasti keluarganya terutama Mama nya itu tidak mungkin cemas dan khawatir. Tetapi ini, 45 menit tidak bersama siapapun yang tante Natalie kenal.

"Ma, Kak Shilvy masih menunggu bus sepertinya." Ku dengar Ryo mencoba menenangkan Mamanya yang sudah sangat khawatir.

"Tapi Yo. Sudah 5 Bus yang melewati halte komplek. Tapi mana kakakmu itu? Ini juga sudah hampir petang." Tante Natalie berdiri gelisah, dan sesekali mengusap lengannya. Sepertinya Ryo kehabisan kata-kata untuk membujuk Mamanya itu.

Kulihat mobil Papa Shilvy, atau Om Calum berhenti di depan halaman rumahnya. Om Calum terlihat santai saja, sepertinya dia belum tahu jika putri semata wayangnya itu belum pulang hingga jam segini. Tante Natalie mendekatkan diri ke Om Calum dan memeluknya erat. Om Calum bingung dengan perlakuan istrinya itu. Namun dia tetap membalas pelukan Tante Natalie.

"Shilvy Pa. Dia belum pulang" ucap Tante Natalie. Aku tidak tahu ini pendengaranku yang baik, atau memang suara Tante Natalie sangat kencang hingga dapat kudengar, padahal rumahku dan rumahnya sedikit berjauhan karna jalanan komplek yang luas.

"Kan seperti biasanya Ma. Pasti dia sudah bersama Chelsea." Om Calum membelai rambut Tante Natalie. Mereka memang selalu menampilkan keromantisannya terhadap semua orang. Maka jangan heran jika mereka sering berpelukan diluar rumah.

"Tapi Pa. Kak Chelsea juga tak mengetahui Kak Shilvy berada di mana." Kini kulihat Ryo bangkit dari duduknya dan berjalan menuju Om Calum.

Om Calum yang awalnya membelai rambut Tante Natalie, seketika menegang mendengar perkataan Ryo.

"Bagaimana bisa? Bagas sudah pulang kah? Atau Albert? Ia tahu dimana Shilvy?" Om Calum melepas pelukannya lalu menatap Ryo dan Tante Natalie bersamaan.

Ryo menggeleng dan berkata "Kak Bagas tadi mengantarkan temannya yang sedang sakit pulang Pa. Kalau Kak Albert, Kak Albert bilang, Kak Shilvy memilih pulang sendiri ketimbang pulang bersamanya."

Om Calum mengacak rambutnya frustasi. Emang gini ya kalau kehilangan anak perempuan? Aku jadi heran, kenapa Mama dan Papa tidak melalukan hal seperti itu saat Kak Laurine, selaku Kakakku, pergi meninggalkannya ketika Kak Laurine memilih bersekolah di Stanford? Apa Shilvy orang sangat spesial di dunia ini, sehingga semua orang bisa tersenyum, tertawa dan bersedih sekaligus saat bersamanya? Dan aku bangga bisa memiliki nya sebagai seorang kekasih.

Aku kaget mendengar teriakan histeris Tante Natalie, dan aku sekaligus lega melihat Shilvy yang sudah pulang dengan baik-baik saja. Shilvy kaget karna perlakuan Mama nya itu. Tapi dia tersenyum, karna ku tahu Shilvy memang suka diperlakukan seperti itu sama Mama nya. Biasa, dia kan childish tapi sangat perfect. Menurutku.

Bagas POV off

Aku bingung, kenapa Mama, Papa dan Ryo memelukku seketika saat aku baru menginjakkan kakiku di halaman rumah. Aku melihat jam dinding dan aku baru tersadar, jika Mama, Papa dan Ryo memperlakukanku seperti itu, karna aku telat pulang 60 menit dan aku tidak izin ke siapapun terutama Chelsea selaku sahabat kesayanganku, dan orang yang dipercayai Mama untuk menjagaku.

**

Pagi ini, papa memaksakan diri untuk mengantarkanku sekolah. Dan beliau juga memaksa untuk menjemputku sekolah. Mama juga memaksa agar aku menuruti perintah papa. Aku hanya bisa pasrah saja, jika tidak aku akan di kirim ke Spanyol, dan aku tidak mau itu terjadi.

Di meja makan kali ini hanya terdengar dentingan sendok atau garpu. Tidak ada yang memulai percakapan. Semuanya larut dalam makanan masing-masing.

Ryo barusan berangkat sekolah bersama teman-temannya menaiki sepeda. Padahal dari dulu Mama dan Papa tidak pernah mengizinkanku menaiki sepeda di luar komplek. Aku dan Papa pamit ke Mama dan akhirnya mobil Papa melaju menuju sekolah.

"Inget sayang. Papa jemput, jangan maksa pulang bareng Chelsea atau pun Kak Albert." Ucap Papa memperingatkanku.

"Iya iya Pa." Aku menganggukan kepalaku, mencium punggung tangan Papa dan mencium pipi tirusnya sekilas. Aku pun keluar menuju loker untuk mengambil buku pelajaran yang emang aku sengaja taruh di loker.

"Shilvyy." Teriak Chelsea lalu berhambur kepelukanku. Aku hampir saja terjungkal kebelakang karna badan Chelsea yang tiba-tiba memelukku.

"Iya iya Chelsea aku disini. Kenapa sih?" Aku melepas pelukan Chelsea.

"Kamu sih kemaren kemana coba? Bikin orang khawatir aja. And tuh your boyfriend kenapa gak pulang sama loe?" Cerocos Chelsea. Gini deh kalau cerita apapun ke Chelsea tentang aku yang negatif.

"Denger ya, kemaren itu aku gak tahu kalau Bagas sudah pulang, jadi aku nungguin dia di halte. Ya sedikit kecewa sih ternyata dia pulang duluan, dan gak hubungi aku sama sekali. Tapi aku gak papa kan sekarang?" Ucapku panjang lebar. Aku tersenyum manis kearah Chelsea. Chelsea langsung memelukku kembali.

"Okay okay. Jangan di ulang ya Vy. Aku gak mau kehilangan kamu." Ucap Chelsea. Aku membalasnya dengan anggukan.

"Jam pertama, kita bareng Vy." Ucap Chelsea merenggakan pelukannya. Aku yang mendengar ucapan Chelsea itu langsung berbinar. Pasalnya aku memang jarang sekelas bersama Chelsea. Aku pun memeluk Chelsea dengan bahagia.

"Iuh, heh loe kalo mau pacaran jangab disini juga kali'!" Aku dan Chelsea mendongakkan kepala dan melihat seorang wanita, namun wanita itu tidak sendiri, dia bersama 3 orang temannya. Dan aku baru ingat, bahwa wanita yang mengejekku dan Chelsea itu, yang kemaren menggoda Bagasku di kelas.

"Mau loe apa? Sorry ya gue gak suka sesama jenis and gak suka cewek penggoda cowok kayak loe!" Ucapku geram dan pergi meninggalkan wanita itu yang entah aku tak tahu dan tak mau tahu namanya. Toh kan gak penting.

Aku dan Chelsea duduk bersebelahan di taman sekolah, karna kini masih pukul 06.30.

"Vy, kok tadi kamu ngomongnya gitu? Pake loe-gue lagi?."

"Karna aku males Chel sama dia. Itu dia yang godain Bagas waktu pelajaran sejarah kemaren."

Chelsea hanya menganggukan kepalanya dan memelukku dari samping. I Love She so Much.

My Arrogant BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang