Seventh

25.8K 1.1K 3
                                    


Bagas meninggalkanku sendirian. Sekali lagi, BAGAS MENINGGALKANKU SENDIRIAN. Dia pergi begitu saja dengan tangan memar, dan mengeluarkan begitu banyak darah. Aku berlari kearahnya. Namun ada yang menarik pergelangan tanganku dari belakang, dan aku melihat raut wajah panik dari Kak Albert.

"Kamu gak papa kan Vy? Ada bagian yang luka?" Tanyanya. Aku hanya menggeleng sembari tersenyum. Kak Albert menggandeng tanganku dan membawaku entah kemana.

Ternyata kak Albert membawaku ke UKS sekolah ini. Aku heran, padahal aku tak merasakan sakit apapun, kenapa kak Albert malah mengajakku ke ruang UKS?

Aku memasuki ruang UKS sekolah ini. Ruang UKS nya menyerupai rumah sakit, jadi betah deh tinggal di ruang UKS lama-lama. Aku duduk disalah satu ranjang UKS. Kak Albert membuka tirai sebelah dan memperlihatkan seorang Bagas yang di rawat dengan seorang wanita berbaju seksi? Astaga. Bagas memang terlihat biasa saja ketika sang wanita itu mencoba menggodanya, tapi aku tidak suka dengan wanita yang berusaha menggoda pacarku!

"Hey Luna, tidak usah seperti itu juga menyembuhkan junior okay?" Kata Kak Albert. Oh ternyata wanita jalang itu bernama Luna seniorku. Wanita yang bernama Luna itu menoleh kearah Kak Albert. Bagas pun begitu, menoleh kearah Kak Albert, dan selanjutnya menatapku kaget. Aku memalingkan wajahku dari Bagas, karna aku tak mau melihatnya.

"Kau menggangguku saja Al. Urus junior perempuan itu saja ya. Aku masih mengobati junior kita yang tampan ini." Kak Luna mengedipkan salah satu matanya ke Bagas. Astaga, I'M SO JEALOUS!

"Tak usah kak. Aku akan kembali ke aula." Ucap Bagas. Aku menoleh kearah Bagas berharap dia menoleh kearahku juga, namun hasilnya nihil. Dia tersenyum tipis kearah Kak Luna dan meninggalkan ruang UKS.

**

Sekarang sudah jam pulang, aku ingin pulang bersama Kak Albert tetapi dia bilang dia harus kerja kelompok. Baru masuk sudah ada kerja kelompok ya? Hebat!

Aku berjalan menuju halte sekolah. Disana sudah sepi namun aku melihat seseorang masih duduk disana. Aku mendekat dan ternyata orang itu Bagas. Dengan senyumanku, aku berjalan menuju Bagas.

"Hay" ucapku dengan manis. Bagas menatapku sebentar, lalu mengalihkan pandangannya menatap jalanan. Apa jalanan itu lebih menarik ya daripada aku? Okelah tak apa. Aku duduk dekat dengan Bagas. Hanya 1 meter jarak yang ada diantara aku dan Bagas.

"Tanganmu sudah baikan?" Aku mencoba membuat dia berbicara padaku. Tapi dia tetap saja tak bergeming sedikitpun. Tiba-tiba dia berdiri dan baru aku sadari bahwa bus tujuan komplek rumahku sudah datang.

Didalam bus, aku dan Bagas duduk terpisah tak seperti biasanya yang selalu duduk bersama. Bagas mengarahkan pandangannya ke jendela. Aku mendengus sebal, dan akhirnya aku mengarahkan pandanganku kearah jendela juga seperti Bagas.

Bagas POV

Apa ini yang dinamakan cemburu? Oh mana mungkin aku cemburu melihat gadis childish itu ditembak dengan kakak seniorku dihadapan 216+ pasang mata?

Tapi, aku sebenarnya cemburu. Sangat cemburu. Aku masih biasa saja menanggapi kakak senior itu menggenggam pergelangan tangan gadis childish yang sudah aku cintai 4 tahun belakangan ini.

Gadis yang aku cintai itu memang selalu saja bersikap salah tingkah jika ada seseorang yang mengaku mencintainya. Aku masih biasa melihat adegan ini. Namun aku tak habis pikir dengan kakak senior itu, bisa-bisanya dia memeluk seorang gadis yang jelas-jelas bukan siapa-siapanya?

Aku mengepalkan kedua tanganku. Jika saja Chelsea tidak menahanku, aku sudah akan memukuli kakak senior itu. Aku yang sudah tidak kuat dengan adegan itu, langsung pergi meninggalkan aula laknat itu. Aku berlari menuju gudang belakang sekolah.

Aku duduk di rerumputan dekat gudang itu. Aku menangis. Aku juga tidak tahu kenapa aku menangisi dia? Aku mendongakkan kepalaku dan melihat gadis yang kucintai tersenyum menatapku. Aku hanya menampakkan wajah datarku. Aku bangkit dari dudukku dan berjalan menuju arahnya. Dia tambah lama tambah mundur, aku pun semakin maju.

Dia sudah terkunci di tembok gudang. Sebenarnya aku ingin memeluknya, menangis di pelukannya. Tapi, aku urungkan niat itu, dan menonjok dinding itu. Dia kaget dengan perlakuanku seperti itu. Sebenarnya sakit juga kalau harus menonjok dinding. Aku merasa ada darah segar yang keluar dari tanganku. Tapi aku menahannya. Aku melihat dia sedang ketakutan menatapku. Sebenarnya aku tak mau membuat dia menatapku ketakutan seperti itu. Tapi aku tidak tahu bagaimana aku melakukan ini semua. "TIDAK BISAKAH KAU MENGHINDAR DARI KAKAK SENIOR SIALAN ITU? DIA ITU BUKAN SIAPA-SIAPAMU!" Aku membentaknya. Aku tak tahu mengapa aku membentaknya.

Dia dengan wajah ketakutannya itu mengambil pergelangan tanganku dan mengelusnya. Aku suka dia memperlakukanku seperti ini, tapi aku masih kesal dengannya. Pagi-pagi sudah menjabat tangan kakak senior, dan dia dipeluk dihadapanku seorang pria yang bukan siapa-siapanya. Aku tak mau jika aku terus membuatnya takut. Jadi aku pergi meninggalkannya menuju UKS untuk menyembuhkan lukaku ini.

Aku sedang diobati oleh Kak Luna kakak seniorku. Sebenarnya aku tak suka jika yang mengobatiku bukan Shilvy. Tapi tak apalah, aku masih kesal dengannya. Kak Luna sangat berbeda dengan gadis polos yang aku cintai itu. Aku tidak suka cara dia menatapku, memakai baju, pokoknya semua tentang dia. Aku dan Kak Luna sama-sama menoleh ketika tirai dibuka dan menampilkan seorang lelaki dan, Shilvy. Aku kaget dengan keberadaannya. Apa dia terluka? Aku menatapnya, namun dia malah mengalihkan pandangannya. Apakah dia marah padaku? Aku takut jika Shilvy pergi dan marah padaku.

"Kau menggangguku saja Al. Urus junior perempuan itu saja ya. Aku masih mengobati junior kita yang tampan ini." Suara Kak Luna itu mengagetkanku.

"Tak usah kak. Aku akan kembali ke aula." Ucapku. Aku ingin menatap Shilvy, tapi aku tahan keinginan itu dan pergi hadapannya.

**

Aku duduk di halte. Sebenarnya aku sudah pulang mulai tadi, tetapi aku ingin menunggu Shilvy. Ya walaupun aku mengacuhkannya, aku tetap peduli kan?

Aku menatap jalanan depan sembari menunggu Shilvy datang. Aku mendengarkan suara langkah seseorang. Aku tak mempedulikannya.

"Hay" ucap seseorang yang sudah sangat familiar di telingaku. Aku menatapnya dan kutemukan senyum yang aku suka semenjak 4 tahun lalu. Aku menatapnya sebentar dan kembaliku memandang jalan. Shilvy duduk menjauh dari biasanya. Sekitar 1 meter dari tempat dudukku.

"Tanganmu sudah baikan?" Dia masih perhatian padaku. Aku sangat senang, tapi aku memilih tidak bergeming. Tiba-tiba bus tujuan komplek rumah datang. Aku pun berdiri dan memasuki bus itu.

Aku tidak tahu yang menjauh itu aku atau dia. Shilvy memilih duduk sendiri ketimbang duduk bersamaku. Aku memilih mengarahkan pandanganku ke jendela.

Aku melihat langkah Shilvy. Dia sangat lucu dengan duck face nya itu. Aku ingin tertawa melihatnya seperti itu. Tapi, aku menahannya.

**

Aku ingin menghampiri kamar gadisku itu, karna aku mendengar suara jeritan Ryo yang aku tak tahu penyebabnya. Dan aku mendengar suara itu berasal dari kamar gadisku. Dari pulang sekolah sampai sekarang, pintu balkon dan jendela kamar Shilvy tertutup rapat, tak seperti biasanya yang ia buka lebar-lebar. Aku sangat khawatir dengan apa tang terjadi dengan gadisku itu.

Aku sih berpikir posthing aja dengan kondisi Shilvy dan memilih untuk tidur.

Bagas POV Off

-----------

Hay Hay Hay ...
Tebar bunga buat kalian semua. Hihihi

Bagaimana part 7 nya?
Suka atau malah tambah jelek?
Maaf ya, otakku tidak bekerja dengan baik hari ini.

Aku berharap kalian semua suka ya.

Bye;*

My Arrogant BoyfriendOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz