Tiba-tiba saja jantung Gladys berdegup kencang saat mendengar nama perusahaan dan acara yang akan dilakukan. Jadi acara yang di datangi ini adalah, acara ulang tahun perusahaan milik Ayah Aldo? Mengapa ayahnya tak memberitahu, jika saja dia tahu acara ini adalah milik Aldo Dia mungkin tak akan pernah datang.

"Glad, maaf aku sama mama dan papa memang sepakat buat ngajak kamu kesini, kita cuma nggak mau kamu terus mikirin Aldo. Kita cuman mau saat kamu datang ke sini, kamu bisa menerima takdir," ucap Angle membuat Gladys tersenyum.

"Lho, nggak papa kok. Aku senang diajak ke sini, udah lama juga aku nggak datang ke acara rekan kerja papa," ucap Gladys tersenyum menatap MC yang sedang membawakan acara.

"BAIKLAH ACARA SELANJUTNYA KITA AKAN PANGGILKAN PUTRA DARI TUAN BRAM, UNTUK ALDO TEMPAT DAN WAKTUNYA KAMI PERSILAHKAN."

Gladys terpaku saat melihat seseorang berpakaian formal naik ke atas podium. Lelaki itu terlihat sangat tampan, lelaki yang pernah mengajaknya untuk menjadi selingkuhan, lelaki yang pernah tulus mencintainya.

Tapi hati Gladys sakit, saat Aldo menuntun wanita yang begitu cantik ikut naik ke atas panggung. Gladys menggigit bibir dalamnya keras-keras, dia tak bisa menahan air matanya lagi. rasanya sakit saat melihat lelaki itu tersenyum dihadapan semua orang dan menggenggam tangan wanita di sampingnya erat.

"SELAMAT MALAM SEMUANYA, PERKENALKAN NAMA SAYA ALDO PUTRA SEMATA WAYANG DARI PEMILIK PERUSAHAAN BRAM CROP. DAN WANITA CANTIK DI SAMPING SAYA, ADALAH SISKA. WANITA YANG SANGAT SAYA CINTAI," ucap Aldo tegas dengan senyuman manisnya.

Gladys tak mampu menahan tangisnya saat mendengar perkataan itu. Mengapa ini begitu menyakitkan, dia tidak bisa berpura-pura baik-baik saja.

"HARI ITU SAYA TAK SEMPAT MELAMAR DIA DI DEPAN SEMUA ORANG, TAPI MALAM YANG INDAH INI SAYA INGIN MENUNJUKKAN KEPADA SEMUA ORANG BAHWA DIA ADALAH RUMAH TERAKHIR BAGI SAYA." Diam diam Aldo melirik Gladys yang memunggungi dirinya.

Mata Gladys sudah merah, dia tak mampu untuk menatap 2 orang yang berdiri di atas podium itu.

Aldo berjongkok di hadapan Siska, tangannya merogoh sesuatu di dalam kantong jas miliknya. Dia mengeluarkan kotak kecil, dan membuka dihadapan Siska.

"SISKA ANANTASIA, SEMUA ORANG MENJADI SAKSI. DENGAN CINTA YANG AKU PUNYA, MAUKAH KAMU MENJADI PENDAMPING HIDUPKU. AKU HANYA MENCINTAI KAMU, DAN AKU TAK PERNAH MENCINTAI ORANG LAIN SEBELUMNYA."

Gladys langsung membulatkan matanya saat mendengar perkataan itu, air mata tak mampu dibendung. Percayalah ini sangat menyakitkan, jika Aldo tak pernah mencintai orang lain sebelumnya apa gunanya waktu yang pernah mereka buang bersama.

Mengapa dia bisa bicara seperti itu, apakah selama ini Aldo hanya berpura-pura mencintai dirinya? Apa Aldo tak pernah jatuh cinta kepada Gladys? Ribuan jarum seperti menusuk hatinya.

Tetesan air mata mengalir begitu saja membasahi pipi Gladys, Cinta pertamanya tak pernah menganggap dirinya ada, perkataan itu terus terngiang-ngiang di pikirannya. Ini menyakitkan, Gladys tak mampu berkata-kata lagi.

"Aku tak pernah menjadi apa-apa. aku tak pernah bisa memberikan kenangan di setiap perlakuannya, sehingga dia tak mau menganggapku ada. Lalu arti dari hari kemarin itu apa? Hubungan yang kemarin itu apa?" Gladys mengusap air matanya kasar.

"Glad, aku merasakan hal yang sama sepertimu. Aku paham perasaan kamu sekarang pasti sakit," ucap Angle mengusap bahu Gladys.

Tepukan tangan terdengar di telinga Gladys. Hatinya begitu tersayat, kemarin dia sangat tulus mencintai Aldo, kemarin-kemarin dia menangis saat hubungannya kandas, Apa itu hanya sebuah permainan di matanya? Apa Aldo memiliki perasaan apapun?

Ribuan pertanyaan bersarang di otak Gladys, ingin rasanya dia berteriak Apa maksud dari perkataan itu.

Gladys langsung berlari keluar restoran, untuk apa dirinya ada disini. Ini bukan acara yang membahagiakan, tapi ini adalah acara yang paling memuakkan seumur hidupnya. Seharusnya Ia tak perlu datang ke sini, kedatangannya ke sini hanya membuat luka hatinya semakin lebar dan semakin basah. Hatinya perih, seperti luka yang berdarah-darah ditaburi garam.

Di atas podium Aldo menatap kepergian Gladys, hatinya ikut sakit saat dia berpura-pura mengatakan hal itu demi rencana ayahnya berjalan dengan mulus. Rasanya dia ingin berteriak, bangun dirinya hanya mencintai Gladys bukan orang lain.

"Kita bagaikan lautan di teluk Alaska, kita berdampingan tapi tak mampu untuk bersatu. Kamu dengan takdirmu, aku dengan takdirku. Andai saja kamu tahu, setiap doa yang kupanjatkan adalah namamu, aku masih berharap Tuhan memberikan jalan untuk kita bersatu." Batin Aldo.

Kini hanya kenangan saja yang mengiringi perpisahannya, keduanya sudah mengucapkan kata pamit, dan setelah itu mereka mencari kebahagiaan masing-masing.

Gladys menyandarkan tubuhnya di bagian mobil, dia menutup wajahnya menangis sejadi-jadinya, dia tak perduli dengan riasannya yang rusak ataupun tidak, dia hanya ingin mengeluarkan rasa sesak yang terus melanda hati nya.

"APAKAH CINTAKU HANYA SEBUAH PERMAINAN? APAKAH HANYA AKU YANG BERHARAP? KENAPA RASA SAKIT TERUS MENGHANTUIKU, KENAPA?!" Gladys berteriak sekeras-kerasnya.

Dia memukul dadanya yang terasa sesak, isi hati yang sudah kumpulkan untuk dibuat utuh lagi kini kembali hancur. Semuanya percuma.

"KENAPA AKU HARUS JATUH CINTA SAMA DIA?! KENAPA AKU NGGAK BISA NGELUPAIN DIA?! KENAPA CINTA INI BEGITU RUMIT?" Gladys terduduk dan memeluk kedua lututnya.

"Jika Tuhan hanya merencanakan pertemuan dan tak bisa menyatukan harusnya aku tak pernah memberikan perasaanku seutuhnya. Harusnya aku sadar biarlah cinta itu masih sedikit, mungkin aku nggak akan pernah ngerasain sakit yang seperti ini." Gladys menjambak rambutnya.

Grep.

Gladys merasakan pelukan hangat seseorang, dia mengangkat wajahnya dan tangisannya semakin kencang.

"Menangislah di dadaku, aku rumah persinggahan yang terakhir untukmu."

_Retak_

Dari siang nungguin mood bagus buat ngetik ini, tapi dapat feel-nya malam. Soalnya kalau malam itu enak buat nangis.

Nangis gak? Maaf kalo kurang dapet feel-nya.

Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih untuk 300k Readers.

Lavv.

Spam next

TBC

RETAK [Sudah Terbit]✓Where stories live. Discover now