-ˏˋ O5 - tudung lembayung ˊˎ-

1K 159 27
                                    

        Goresan jingga hampir terlukis di sela-sela randu nabastala milik Batavia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

        Goresan jingga hampir terlukis di sela-sela randu nabastala milik Batavia. Punggung yang seharusnya sudah terpikul kasur, belum kunjung usai dijemur. Biarlah, salah sendiri tak dapat akur.

        Netra milik kedua pemuda itu masih sibuk berkelahi. Ucap milik Yodha hanya singgah sebentar lalu keluar dari kuping kiri. Antara dan Arkael sama sekali tidak merasa tengah diadili. Yang mereka tahu, sesi pukul siang tadi sama sekali tak cukup untuk berpuas hati.

        Semesta, bukankah sebelumnya Antara tak pernah terlilit adu bicara? Perkelahian siang tadi, sebenarnya cukup mempengaruhi reputasi dan juga opini para penghuni Nawakarsa mengenai pemuda ini. Tutur yang selalu Antara jaga di hadapan mereka, pada akhirnya sia-sia.

        "Pokoknya saya nggak mau lihat kejadian seperti siang tadi lagi. Bisa dimengerti?" ucap Yodha masih bertoleransi. Sebenarnya, Guru Olahraga Nawakarsa itu sudah mengamati sedari tadi. Kalau dua pemuda ini, masih mencoba untuk membangun komunikasi untuk kembali berkelahi.

        "Pak, anak cowok berantem itu wajar. Lagipula Bapak juga pasti pernah muda. Bapak yang sudah seharusnya mengerti," balas Arkael ringan. Nyali pemuda itu memang setinggi awan kalau soal lawan melawan. Dirinya sudah tak kenal sopan, tak jua berkawan dengan aturan.

        Yodha menarik satu senyuman. "Ketika saya mengerti, saya tak harus memaklumi. Kalian itu sudah kelewatan. Di PSHT, yang paling utama itu attitude. Dan soal kekuatan, harusnya digunakan buat membela kebenaran. Bukan membela kepentingan. Egois namanya."

        "Kayaknya Bapak salah masuk jurusan pas kuliah. Beneran nggak ada cocok-cocoknya buat jadi Guru Olahraga. Lebih cocok jadi Guru BK," balas Kael, seraya menggelengkan kepala.

         "Kael, diam!" ucap Antara, memaksa.

        Satresna menyaku hasta, sesekali menghela udara diiringi suara. Dirinya sudah muak menyimak. Belum lagi sudut piguranya kena koyak, dan beberapa lembam lain jua ikut tercetak. Satresna ingin segera kembali ke wisma. Merehat raga yang dipaksa turut serta sebagai saksi mata sekaligus tersangka. Barangkali kau belum tau semesta. Siang tadi, bukan hanya Antara dan Arkael yang menjadi sorotan Nawakarsa. Tetapi jua Satresna yang ikut terjerat lingkar pukul yang nyaris mereda kala Arkael memberi saran kepada Antara.

        "Gimana kalau sesekali pakai lapangan basket aja?" tawar Arkael yang membuat Satresna murka. Tanpa aba-aba memukul sang pusat pencengkrama. Hingga Yodha melabuhkan peringatan yang mampu menggiring mereka ke lapangan diingi tatapan penasaran dari beberapa penghuni yang belum sempat menyaksikan.

        Bahkan, Segara jua menyimpan pertanyaan. Mengapa dia dan tiga saudaranya jua harus turut serta berdiri dilapangan? Bukankah hanya Satresna, Arkael, dan juga Antara yang membuat kesalahan? Benar-benar, keadilan sudah tak lagi dibutuhkan.

        "Sebenarnya, hari ini saya mau mengadakan pemilihan ketua ekstra. Tapi karena saya tahu kalian bertujuh sama-sama punya jiwa ambisi yang tinggi, kalian pasti akan mengincar posisi ini."

GUGUR SELINDUNGWhere stories live. Discover now