"BERANI LO TAMPAR GUE SIALAN?!" pekik Thalassa sambil mencengkram dagu Sherina dengan kencang.

Sherina meringis, cengkraman Thalassa terasa perih di tambah kuku Thalassa yang panjang, tapi sebisa mungkin ia menepis tangan Thalassa yang berada di dagunya.

Sherina menatap Thalassa dengan tatapan tajam nya. "Kenapa saya harus takut dengan anda? Apa karna anda ratu sekolah? Atau anak pemilik sekolah? Atau anak dari konglomerat?" Tanya Sherina.

Thalassa memilih bungkam, ia melipat kedua tanganya di atas dada. Ia masih ingin mendengar 'ocehan' dari Mangsanya sebelum ia habisi.

"Semua jabatan itu gak bisa membuat anda semena-mena dengan orang seperti saya atau mereka yang tidak setara dengan derajat anda wahai 'ratu sekolah yang saya segani' saya memang bukan anak dari konglomerat seperti anda, tapi saya juga berhak membela diri saya dan menjaga harga diri saya ketika saya di injak-injak seperti ini hanya karna masalah sepele! Tuhan itu adil, tuhan memberikan kekayaan dan seluruhnya kepada anda tapi tuhan tak lupa memberikan anda kekurangan, tuhan memberikan kekurangan Akhlak dan adab pada anda. Sedangkan saya? Walaupun tuhan tidak memberikan harta dan kekayaan, tapi tuhan memberikan saya akhlak dan adab serta moral yang baik!" Ucap Sherina tepat di depan wajah Thalassa.

Thalassa tersentak, ia benar-benar tertohok dengan ucapan Sherina. Tuhan? Hahahaha Thalassa saja tidak tau tuhannya siapa.

"Kenapa anda tidak mengelak ucapan saya wahai 'ratu sekolah yang saya hormati' silahkan tampar saya, atau bunuh saya, saya tidak masalah. Karna saya sudah menyampaikan pendapat saya pada anda"  Sherina kembali melanjutkan ucapan nya membuat Thalassa geram bukan main.

"Sialan!" Umpat Thalassa.

Thalassa hanya bisa menatap sengit Sherina, ia menghentakkan kakinya kemudian meninggalkan kantin serta kerumunan orang yang sedari tadi menatap perdebatan dirinya dan Sherina.

Sepanjang jalan menuju ke kelasnya, Thalassa merasa semua tatapan mengarah kepada dirinya seakan dirinya adalah satu-satunya objek yang bisa di tatap. Hal itu membuat Thalassa risih bukan main, apa mereka tidak bisa menatap objek lain selain Thalassa? Pikirnya.

Drrtt....Drt......

Thalassa merogoh sakunya ketika merasa ponselnya bergetar.

Ia melihat lookscreen yang menampilkan panggilan masuk.

0815XXXXX Is Calling......

Dahinya mengkerut, nomor tidak di kenal? Siapa?

Karna penasaran Thalassa pun menerima panggilan telpon itu.

"Halo?"

"....."

"Iya gue anaknya"

"....."

"Gak bisa, gue sibuk!"

"....."

"Oke fine! Gue ke sana!"

Tut...

Apalagi ini?

Kenapa masalah tidak henti-hentinya datang kepadanya? Thalassa mengehela nafasnya, ia kembali menaruh ponselnya di saku jas sekolahnya setelah itu berjalan dengan tempo cepat menuju parkiran sekolah.

•°•°•°•°•

"Dokter bagaimana keadaan nya?" Tanya wanita dengan pakaian khas pekerja kantoran.

Dokter itu menetralkan nafasnya sebelum menjawab pertanyaan dari wanita berbaju biru pastel itu. "Keadan nya sudah stabil, tapi pasien masih belum sadar, mungkin beberapa saat lagi pasien akan sadar. tetapi saya tidak yakin apakah dugaan saya benar atau tidak. Tapi menurut saya pasien memiliki trauma dan membuatnya tertekan ketika mengingat traumanya. Saya tidak bisa memastikan ini benar atau tidak sebelum saya konsultasi dengan pasien" jawab Dokter itu.

Still UnfairWhere stories live. Discover now