im different.

1.4K 101 0
                                    

"apa dia nymph?" tanyaku ragu-ragu.

kami sudah duduk di tepi sungai kecil yang mengalir di tengah hutan ini, dan hanya kami bertiga, Aku, Thalia dan Artemis. dan soal justin, aku tidak tahu. tapi aku yakin, mereka tidak akan menyakitinya.

"maksudmu mereka?" tanya thalia sambil menunjuk ke arah sungai.

aku pun mengangguk.

serius, ini pengalaman aneh sekaligus menakjubkan yang pernah ku lihat, mereka peri-peri itu pun melambai ke arahku, dan dengan enggan aku membalas lambaiannya.

"ya, dia sejenis nymph dan dia itu namanya naiad. " kata thalia sambil memainkan ranting pohon.

aku hanya mengangguk. dan menunggu apa yang ingin di katakan mereka padaku.

"Ariana" kata Artemis padaku.

aku pun menoleh ke arahnya "eh, ya?"

"aku seratus persen yakin, kau memang manusia biasa. tapi penglihatanmu tajam. kau bisa melihat menembus kabut" katanya padaku.

aku yang masih belum menangkap apa maksud ucapannya pun, hanya bisa melongo di buatnya, "kabut?" hanya satu kata yang keluar dari mulutku.

Artemis pun mengangguk, dan berusaha menjelaskan semuanya kepadaku, "seharusnya, kami di samarkan oleh kabut. manusia-manusia fana tidak dapat melihat apa yang kami dan para demigod keturunan kami, kalian seharusnya tidak bisa melihat para dyrad dan para naiad ini. tapi kau bisa, itu artinya kau bisa melihat menembus kabut." kata Artemis padaku.

"tapi...tapi aku baru melihatnya, dulu aku tidak pernah melihat yang seperti ini" kataku, berusaha mengelak, karena aku lebih memilih menjadi manusia normal saja ketimbang menjadi manusia yang bisa menembus kabut yunani itu.

Thalia pun tertawa keras, dan mendengus sebal, "kenapa kau malah tertawa sih" kataku sebal.

dia pun mencoba menghentikan tawanya, walaupun aku yakin saat ini dia mencoba menahan tawanya. "nah, memangnya kapan terakhir kali kau ke hutan?" tanyanya padaku.

aku pun mencoba mengingat-ngingat,"waktu umurku 6 tahun, kurasa. kenapa memangnya?" tanyaku bingung.

"tahu apa kau saat umurmu 6 tahun? bahkan aku yakin kau tidak ingat apa saja yang kau lihat." katanya, dan memang benar aku sendiri tidak ingan dengan pasti apa yang aku lihat saat itu.

"tapi..tapi kalau aku bisa melihat menembus kabut, harusnya aku juga bisa melihat monster atau hal-hal aneh yang berkeliaran di sekitarku kan? tapi mengapa aku tidak melihatnya?" kataku bersikeras.

dan seakan mengerti Artemis pun mengangguk, "kau ingin membuktikannya?" tanyannya padaku.

dan aku pun mengangguk, karena jujur aku masih tidak yakin dengan apa yang barusan aku dengar.

dan tatapannya pun menjadi serius, ia merapat ke arahku dan berkata, "kau lihat sesuatu di sebrang sana?" uapnya, sambil menunjuk ke sebrang sungai.

aku pun menatap sesuai arah jari telunjuknya dan aku benci saat aku harus melihat sesuatu yang begitu besar dan menjijikan, rambutnya yang di kepang menggunakan akar tanaman. dan badannya begitu gumpal, tingginya bahkan hampir 3 meter, dan matanya hanya satu di tengah. dia Cyclops.

"apa, dia..cyclops?" tanyaku, suaraku bahkan gemetar saat mengatakannya.

"ya, dan kau melihatnya. lalu bagaimana sekarang, kau mau mengelak?" tanya Thalia sinis. tapi aku mengerti, mungkin dia kesal menghadapiku.

"tidak...apa dia jahat?" tanyaku lagi.

aku pun melirik ke arahnya, dan dia tersenyum girang ke arah kami. "oke. kupikir dia tidak seseram rupanya" kataku menyimpulkan dan thalia mengangguk , tanda ia setuju.

"hi, merry, kemarilah" kata Artemis padanya, dan dia pun melompat girang, lalu berlari ke arah kami. Dia mengenakan daster dan itu terlihat lucu bagiku. kupikir dia Cyclops dan berperan sebagai ibu rumah tangga.

"Artemis! sudah lama aku tidak melihatmu di hutan ini!" teriaknya lalu berlari ingin memeluk sang dewi. namun sang dewi menghindar dan mengangkat tangannya.

"oh, jangan mulai lagi. kau tidak ingin melukaiku kan" kata Artemis ke arah si Cyclops yang ku ketahui namanya merry. nama yang cocok untuk seorang mahkluk berukuran jumbo.

dia pun langsung terdiam dan begerak-gerak sedikit canggung, "oh, maafkan aku Artemis, aku merindukanmu" katanya lagi dan sang dewi tersenyum ramah, "aku juga merry, aku merindukanmu" katanya dan menghampiri sang Cyclops lalu memeluknya. kupikir dia hanya memeluk kaki si Cyclops.

aku melirik thalia, dan dia terlihat malas sekali melihat sang dewi dengan merry berpelukkan.

"kenapa?" tanyaku baik-baik.

dan dia malah memutar bola matanya,dan menurutku itu sangat menyebalkan, "mereka selalu bertingkah kekanakan" katanya lagi, dan memang benar, mereka sangat kekanakan.

"kau siapanya artemis?" tanyaku hati-hati. takut dia tersinggung atau marah dengan pertanyaanku ini.

dia menyipitkan matanya ke arahku dan kulihat ada pecikkan..kilat? atau listrik? aku hanya bergidik ngeri, dan akhirnya percikan itu hilang seiring emosinya yang kembali stabil.

"kau..marah?" tanyaku hati-hati, serius kl dia marah aku berjanji tidak akan bertanya apapun lagi padanya.

dia hanya memejamkan matanya sesaat lalu kembali menatapku, "tidak. aku hanya benci kalau membahas soal ini."katanya.

aku jadi merasa tidak enak,"kalau begitu, aku minta maaf karena menanyakan hal itu padamu" kataku.

dan dia menggeleng, "tidak, tidak apa-apa. biar ku jelaskan. aku dan artemis. kami bersaudara, dia kakak-ku, ya bisa di bilang begitu. dia juga putri zeus." katanya, ia menarik nafas lalu kembali menjelaskan padaku, aku mendengarkannya dengan seksama.

"dia putri zeus dan leto. dan sebenarnya dia memiliki saudara kembar, namanya apollo. dan apollo lahir 1 bulan setelah artemis di lahirkan. entahlah, dia tidak suka membanggakan adiknya yang satu itu" kata thalia sambil menggidikkan bahunya.

dan aku mengangguk-ngangguk paham, "apollo, aku pernah mendengarnya, apa dia jago memanah? seperti artemis?" tanyakku.

dan thalia mengangguk, "ya, dia bisa" katanya.

"dan apa dia jago membuat puisi? atau syair?" kataku lagi, aku pernah dengar dewa yang satu ini jago sekali membuat syair

dia langsung memandangku, dan memegang bahuku, "serius deh, kalau kau bertemu dengannya. jangan pernah memintanya membuat puisi atau syair atau apalah. ku mohon jangan." katanya lagi.

aku mengerutkan dahiku"memangnya kenapa?" tanyaku.

"pokoknya jangan. atau kau akan menyesal" tegasnya.

aku pun mengangguk dengan cepat.

"bagus!"katanya lega.

"ARIIIII!!!TOLONG AKU!!!" sebuah suara yang ku kenal meneriakkan namaku. dan tubuhku menegang seketika.

Justin. dia dalam bahaya.

-------

our little liar (bieber love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang