6

850 69 1
                                    

TERROR DI CEREMAI (6)

Aku melirik ngeri ke tanjakan yang akan kami lalui. Kabut tebal mengambang diujung tanjakan itu seakan gerbang masuk menuju dunia antah berantah.
Orang ini memanggul carriernya dan langsung berjalan. Sambil mengucap Bismillah aku juga berjalan dibelakangnya.

Masuk kedalam kabut. Aura mistis langsung membekapku. Suasana kelewat hening. Tidak ada satu pun suara binatang malam. Yang terdengar hanya suara langkah kaki dan nafasku yang semakin berat. Tapi kehadiran orang ini sungguh membuat banyak perbedaan dibanding awal jalan tadi di Cibunar. Sekarang aku mulai berani melihat sekeliling.
Kegelapan bagai selimut dihutan ini. Pekat dan mencekik. Pohon pohon tinggi dan kurus mencuat di mana-mana. Satu dua bayangan pohon besar raksasa muncul diantara tirai kabut. Dan semak semakin meninggi.

Tiba-tiba orang itu berhenti mendadak. Dia lalu bicara tanpa menoleh ke arahku, "pikiran jangan kosong. Mulai baca-baca."
Dari jauh kulihat sesuatu bergerak mendekat dengan cepat. Kabut putih bergulung-gulung menabrak kami . Selama sedetik aku bahkan tak bisa melihat tanganku sendiri. Kabut itu hilang dalam sekejap,diikuti rasa dingin seakan memelukku. Tubuhku mulai menggigil.

Orang itu masih berdiri diam ditempatnya. Aku langsung melihat apa yang membuatnya tak bergerak. Seekor kelabang sebesar paha orang dewasa.

Makhluk itu merayap pelan, melintang menghalangi jalur. Buku-buku badannya hitam mengkilat. Sulur dikepalanya bergerak-gerak liar.
Aku diam mematung berharap makhluk itu segera hilang. Alih-alih menjauh, kelabang itu malah merayap mendekat. Sulur dikepalanya baru menyentuh betisku ketika tiba-tiba orang itu mengeluarkan parang dan membelah kelabang itu menjadi dua. Sebelah badannya menggelepar liar di tanah, sementara yang sebelah justru merayap ke pahaku. Aku berteriak sejadinya sambil mengibaskan kaki.
Dengan tak acuh orang itu menarik sisa tubuh kelabang dari tubuhku, dibanting nya ke tanah lalu dibuang ke tengah semak.

Dengan muka sebal dia melirikku dari balik kacamata bundarnya,
"malem masih panjang boy, " Katanya sambil berjalan meninggalkanku.

Nafasku hampir habis mengikuti irama jalannya. Walau menggendong carrier segunung tapi langkahnya tampak ringan. Ada sebuah pin menempel di carrier nya, tapi aku tak berhasil membaca tulisannya.

Dia mencolek bahuku dan menunjuk keatas. Mataku mengikuti arah yang ditunjuk dan seketika tubuhku bagai tersengat listrik. Di dahan pohon yang paling tinggi nampak sosok perempuan. Kakinya menjuntai ke bawah.

"Kuntilanak." Katanya sambil nyengir.

Kakiku kembali gemetar. Rasanya tak ada tenaga sedikitpun untuk bergerak sekuat apapun kuberusaha. Bukan cuma ada satu, tapi dua. Seketika aku menyadari, sosok itu ada disetiap cabang pohon. Jumlahnya puluhan. Menggantung disana sini.
Hanya diam, tak bergerak, tak bersuara.

"Bang.. Tolong. " Bahkan suara yang keluar dari mulutku pun bergetar.

Dia malah tertawa melihatku bersimbah keringat. Dia menggamit lenganku dan mengajakku jalan.

"Cuma begitu aja mereka itu, ngga bisa lebih. Kuntilanak ngga akan nyekek lu apalagi gigit. Bisanya cuma nongol, berharap manusia yang diganggu mentalnya lemah kayak lu. "

Terus terang aku takjub dengan abang ini. Bicara miring tentang hantu tanpa rasa takut sama sekali.

Jalan semakin keatas, penampakan muncul di mana-mana. Beberapa bahkan tepat di pinggir jalur. Bukan hanya Kuntilanak, tapi juga banyak wujud lain. Beberapa wujud muncul dalam keadaan tidak utuh. Ada yang tanpa kepala, ada yang tidak punya rahang, ada yang kepalanya terbelah.
Beberapa yang lain muncul dengan organ tubuh yang tidak pada tempatnya.

"Semakin aneh bentuknya, menandakan rendahnya level mereka di dunianya. Yang bisa mereka lakukan cuma muncul dan hilang, muncul dan hilang, begitu terus. Kalo lu takut dengan godaan makhluk level rendah ini, itu menandakan rendahnya level iman lu boy. " Ucap orang itu tenang.

"Sebaliknya, semakin sempurna bentuknya. Menandakan semakin tinggi levelnya. Makhluk-mahkluk model begini yang wajib diwaspadai. Bukan cuma bentuknya, tapi juga pakaian, tingkah laku dan tutur katanya. Setan-setan yang paling baik adalah setan-setan yang paling berbahaya boy. " Sambung orang itu, "kadang makin sulit membedakan manusia dengan setan. "

Dari belakang kulihat dia menyalakan rokok. Asapnya terlihat mengebul tipis. Bahkan dia bisa berjalan sambil merokok, pikirku. Stamina orang ini luar biasa. Kuntilanak yang berdiri terlalu dekat dijalur disembur dengan asap rokoknya, dan menghilang.

"Dari dulu di gunung ini sudah tidak terhitung banyaknya pendaki yang hilang. Tiap generasi ngga pernah kekurangan orang-orang ngga punya etika kayak lu dan temen lu." Orang itu ngomel sendiri, "nyampah, zinah, berisik, ngomong sembarangan, nantang-nantang. "

Di sebuah persimpangan kami berhenti. Jalan disebelah kanan tampak sudah lama tidak lewati. Bebatuannya berlumut, tanda jarang diinjak orang. Jalan yang sebelah kiri terbuka lebar, jalurnya tampak jelas sering dilalui.

"Kalo lu terpaksa sendiri, jalan mana yang lu pilih? " Tanya orang itu padaku.

"Kiri." Jawabku dengan cepat.

"Lu mati " Kata orang itu, "jalan sebelah kiri ini ngga pernah ada. Dibalik semak-semak ini cuma jurang. Kuburan buat banyak pendaki. "

Aku terkesiap ketika menyadari kami tidak berhenti dipersimpangan. Jalur sebelah kiri yang tadi kulihat, sekarang berubah menjadi semak belukar.

Kami meneruskan jalan. Semakin keatas, penampakan semakin menjadi. Mereka juga semakin berani. Sebuah bayangan hitam menabrak ku dan lewat begitu saja, dan meninggalkan bau amis darah. Bayangan lain meloncat-loncat dari pohon ke pohon. Nafas-nafas berat, kadang menggeram sering kali terdengar. Suara cekikikan, tangisan, suara-suara bayi dan ringkik kuda.

Bau-bauan muncul dan hilang silih berganti. Bau busuk bangkai tercium dari bawah pohon tumbang, digantikan harum melati. Sesekali bau anyir darah menyergap.

Orang itu tiba-tiba berhenti mendadak dan memberikanku aba-aba untuk diam.
Semua bau-bauan itu hilang mendadak, digantikan bau yang asing. Aku mencoba mengingat-ingat pernah mencium bau ini entah dimana.

Bulu kudukku langsung meremang saat kesadaran menyergapku.
Ini bau pandan...
...... kalong wewe........

Gimana nih ceritanya??jangan lupa untuk meninggalkan jejak

Teror CeremaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang