[26] Lelaki yang Selalu Menepati Kata-Katanya

11.3K 1.5K 395
                                    

Jadi satu bab lagi selesai lagi.

🌹🌹🌹

”Mulai malam ini, kamu kembali menjadi istri saya. Kita rujuk.” ~Papa Gafi~

***

Usai sarapan, aku bergerak canggung di dekatnya. Semua piring sudah aku bereskan. Sekarang tidak tahu lagi ingin melakukan apa. Mas Nata bagai air yang entah akan mengalir ke mana. Dia sangat dingin seolah waktu satu malam telah membekukan kehangatan semalam.

Mas Nata meninggalkan dapur ke belakang. Aku menyusulnya dan tiba saat Mas Nata membuka pintu. Sepetak tanah berumput menyambut kami. Area ini kami gunakan untuk menjemur pakaian. Terdapat dua kursi dan satu meja di dekat dinding. Keranjang besar untuk mengangkat pakaian kering tertelungkup di atas kawat jemuran. Tembok setinggi dua meter membatasi rumah ini dengan milik tetangga.

”Sebaiknya anak kita memanggil apa kepada kita?” Mas Nata memulai. Dia duduk di kursi. ”Mama papa? Ayah bunda?”

Apa, ya?

Namun, bibirku mencetuskan, ”Mama dan papa.”

”Jadi, aturannya saya hanya boleh datang saat hari kelahiran anak kita?”

Mas Nata tidak memerlukan jawaban.

”Kalau begitu, hari ini kita membeli perlengkapan baby.”

Walau merasa aneh dengan sikap Mas Nata, aku menuruti keinginannya. Kami pergi mencari baju-baju, popok, perlengkapan mandi, kereta, dan segala macam yang diperlukan bayi baru lahir sampai usia bayi satu tahun lebih. Semua itu dimasukkan ke dalam taksi online menyebabkan bagian belakang mobil penuh sesak. Lelah seharian, tetapi aku merasa puas sebab membeli semua ini dengan dia.

Aku merasa Bunda memberikan keleluasaan waktu kepada aku dan Mas Nata. Bunda cepat masuk ke kamarnya sesudah makan malam. Aku dan Mas Nata pindah ke ruang tengah. Kakiku terasa pegal dan nyaris patah.

”Mas, kamu kenapa?” Akhirnya aku tanyakan juga.

Wajah Mas Nata seperti ekspresi saat ia datang kemarin. Pemandangan yang membuat jantungku seperti dicubit. Ada dengan dia? Dari pagi seperti kesal sekarang berubah lagi murung.

”Saya betul-betul tidak bisa berpisah, Fela.”

”Kita nggak membahas ini lagi, Mas. Semua sudah kita putuskan.”

”Tolonglah. Saya ingin kita hidup bersama.”

”Dengan istri kamu?”

Mas Nata mengunci mulutnya.

”Kamu cuma ragu, Mas, itu biasa. Kamu punya sebagian diri kamu sama aku.”

Mas Nata tanpa ragu meletakkan tangannya di atas perutku. Ekspresinya berubah lagi. Aku merasakan usapannya yang lembut mereaksi bayi kami di dalam perutku. Binar di mata Mas Nata bertambah waktu merasakan sesuatu bergerak di balik kulitku. Seperti inikah kebahagiaan calon orang tua baru? Kami sama-sama tersenyum. Bersamaan dengan itu Mas Nata memperbaiki letak kacamata. Semua resah di hati Mas Nata seolah terangkat saat kedua bibirnya yang merah mengembang semakin lebar.

”Namanya apa, ya?” tanyaku.

Kening Mas Nata berkerut. ”Belum ada nama?”

Aku menggeleng. Ayo kita cari namanya! Aku ingin melakukan semua untuk bayi bersama dia. Setelah bayi lahir, semua tentang Mas Nata harus aku tinggalkan. Perasaan ini pun harus aku bersihkan. Aku bersandar di pundaknya melihat Mas Nata mencari-cari nama bagus dari buku digital.

Pernikahan Singgah (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang