BAB 4A (SIAP TIDAK SIAP!)

495 71 34
                                    


 BAB 4

SIAP TIDAK SIAP!

Secara structural pria ini tidak memiliki pekerjaan tetap. Neneknya menyebutnya pengangguran ketika ia berdiam di rumah seharian. Walaupun akhir-akhir ini ia seperti kehilangan waktu luang dan membuat nenek menyuruhnya diam di rumah. Pulang malam sudah melekat dalam diri Riki. Hari ini pun ia sampai rumah pukul 11 malam. Pintu sudah dikunci sejak pukul 9 malam. Sebagai pegangan ia memiliki kunci cadangan yang ia bawa kemana-mana.

Saat memasuki rumah ia melihat televisi masih menyala namun, tidak ada orang disana. Ia mendekat ke sofa untuk mencari remote, ternyata Icha masih terjaga ia terlentang di bawah sofa.

"Mas Riki baru pulang?" sapa Icha, ia duduk ke sofa.

Barulah Riki ingat di rumah ini ada satu penghuni baru, Icha.

"Iya," jawabnya singkat dan langsung pergi begitu saja.

"Sudah makan Mas?!" teriak Icha.

"Sudah." Tanpa menoleh dan terus berjalan Riki menjawab.

"Ck... aneh banget sih! Itu orang berubahnya banyak banget. Tetap cakep sih, tapi membosankan gak kayak Mas Riki yang dulu!" Icha mendumel sendiri, beberapa hari tinggal di rumah ini ia sekali pun belum pernah bercakap-cakap dengan Riki.

Di dalam kamarnya Riki kelaparan. Ia mengintip dari pintu yang dibuka sedikit apakah Icha masih nonton TV. Ia segera berjalan ke dapur untuk memasak mi instan ketika Icha masuk kamar dan mematikan lampu ruang tengah.

Baru setengah ia melahap mi-nya tiba-tiba seseorang masuk ke dapur. Ia Icha yang sudah memakai piama. Ia menyeringai memergoki Riki makan.

"Katanya sudah makan?" sindir Icha. Ia menuang air ke mug yang ia bawa dari kamar.

Riki menelan cepat mi-nya. Terburu-buru dan merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Bagaimana tidak? Icha datang dengan dress piama sepaha, rambut di gerai dan tidak ada orang lain kecuali mereka berdua. Suasana tidak nyaman ini hanya dirasakan oleh Riki. Icha santai saja dengan penampilannya, yang menjadi pikirannya hanya sikap Riki yang sangat dingin.

Melihat Riki yang makan terburu-buru bahkan sampai tersendak membuatnya sedikit kesal. "Gak bakal aku ambil kali Mas mi-nya. Kalau mau aku bisa bikin sendiri!" ucapnya.

Selesai. Riki meletakkan mangkuk lalu nyelonong keluar dapur, "Permisi," serunya sebelum melewati pintu.

Icha hanya melihat punggung Riki dengan ternganga. Lagi-lagi dia diabaikan. Apa salahnya tidak diterima oleh Riki? apa karena dia tidak membayar uang sewa rumah? Tidak! Dia masih memiliki ikatan keluarga dengan penghuni rumah ini. jelas bukan karena uang, lantas karena apa? Icha frustasi dibuatnya.

(***)

Kaki jenjangnya melangkah lebar ke arah apotek rumah sakit. Tempat yang beberapa hari lalu sering ia hindari kini menjadi tujuannya ketika ada waktu senggang. Ia menemui teman barunya, Harun. Kehadiran pria itu sudah ia terima dengan senang hati.

"Pak Harun sibuk sekali! Ada waktu senggang , Pak? Bisa ke kantin dengan saya? Kali ini saya yang teraktir Bapak!"

Harun memandang dokter di depannya dengan misterius. Ada apa gerangan dokter ini mengajaknya makan? Biasanya ia susah ditemui barang sebentar saja. "Ada ini Pak Debo, tumben?"

Senyum lebar Harun menyadarkan Debo akan sikapnya yang begitu tiba-tiba. "Saya hanya ingin membalas teraktiran kopi dari Pak Harun kemarin!" ia mencari alasan yang tepat. Alasan sebenarnya ia hanya senang mendapati kenyataan bahwa apoteker ini bukan suami Alyssa tapi paman dari gadis itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PIJAR DALAM KELAM (DWILOGI CDA)Where stories live. Discover now