18 | Hukum Sebab Akibat

2.2K 319 99
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Jangan sampai menyesal di kemudian hari, karena telah menyia-nyiakan lelaki yang sudah berbaik hati menyayangi dengan sepenuh hati."

Marahnya seorang pendiam dan petakilan jauh lebih menyeramkan, karena di balik bibirnya yang terkatup rapat kita tidak akan pernah tahu apa saja yang tengah diperbincangkan dengan Rabb-Nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marahnya seorang pendiam dan petakilan jauh lebih menyeramkan, karena di balik bibirnya yang terkatup rapat kita tidak akan pernah tahu apa saja yang tengah diperbincangkan dengan Rabb-Nya. Begitu pula dengan Naresh, lelaki itu begitu betah berkawan dengan geming dan mendiamkanku seperti sekarang.

Kurasa untuk kali ini dia benar-benar menunjukkan tanduknya. Jujur ini sangat amat menakutkan, dan membuatku tersadar bahwa di balik sifat humoris yang selalu dia perlihatkan menyimpan banyak kejutan yang mematikan, dan inilah yang jauh lebih membahayakan.

"Jangan diem mulu atuh, aku berasa ngomong sama patung," bujukku. Ini bukanlah kali pertama, melainkan sudah berulang kali. Namun responsnya tetap sama, diam dengan pandangan datar.

"Maafin aku, Resh. Janji gak bakal gitu lagi," imbuhku dengan tangan menggapai lengannya dan kugerak-gerakkan secara brutal.

Dia hanya melirik sekilas ke arahku lantas bergegas menuju kamar. Aku mengintil dan berusaha untuk mensejajarkan langkah. "Abang Naresh yang cakep, yang gantengnya gak ketulungan maafin aku yah."

"Jangan pegang-pegang. Jijik bekas Pak Tua!" Setelah mengatakan kalimat itu dia langsung bergegas ke kamar mandi, tapi aku terus saja membuntuti ke mana pun Naresh pergi.

"Apa?"

Aku memilin ujung jilbab dan mengatupkan bibir gugup. "Ikut," cicitku lantas membuang pandangan ke arah ubin.

"Yakin?"

Aku mengangguk ragu.

Tangannya berancang-ancang untuk membuka baju, dan secara spontan aku pun langsung menjerit histeris serta berlari tunggang langgang keluar.

"Katanya mau ikut?"

Aku tak menghiraukan suara kencang nan dingin miliknya. Berusaha untuk menetralkan gemuruh dalam dada dan bersandar pada pintu untuk menenangkan diri.

Naresh tak pernah bersikap dingin dan cuek seperti sekarang, ini adalah kali pertama aku menghadapinya. Aku tak tahu harus dengan cara apa membujuk lelaki itu agar mau memberikan maaf.

"Masuk udah malem, tidur."

Aku tersentak saat pintu dibuka dari dalam dan secara otomatis membuat kakiku bergerak maju dengan tak sabaran. Jika sedang tidak dalam mode ngambek, aku akan memarahinya sekarang juga.

Aku bersidekap dada dan membuang pandangan. "Tidur sendiri aja sana. Katanya jijik bekas Pak Bagas!"

Dengan lancang Naresh menarik paksa tanganku agar kembali memasuki kamar, dan berjalan mengarah ke toilet. "Harusnya dicuci tujuh kali pake air sama tanah, tapi karena gak ada sabun juga gak papa."

Penghujung Cintaku | Cinta Tapi Diam Series 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang