"Gak ada cewek yang lebih cantik, gak ada cewek yang lebih unik di mata gue, selain cewek yang lagi meluk gue sekarang."

"Apaan sih lo. Sok gombal." Ucapku malu malu.

Kami sampai di pemakaman. Deva langsung menuju pemakaman ibunya tanpa berpikir lagi. Seolah dia benar benar sudah hafal. Kami memanjatkan doa doa khusus ibunya. Sambil duduk di samping pemakaman.

"Ma, ini Acha. Doain Deva ya, biar bisa cepet punya Acha." Ujarnya sambil tersenyum menggodaku.

"Apaan sih?" Aku tidak dapat membendung rasa senangku. Ini pertama kalinya, Deva mengenalkan ku pada ibunya, meski lewat pemakaman. Satu hal yang kami berdua yakini, ibunya pasti akan mengetahuinya dari atas sana.

Selesai. Kami bergegas pulang.

"Jangan lupa besok." Ucapnya saat tiba di depan rumahku.

"Iya, bawel lo."

Deva melajukan motornya. Setelah melambaikan tangan. Motornya menghilang di tikungan. Kakiku melangkah masuk ke dalam rumah. Hatiku senang bukan main. Entah ada apa. Aku tidak tau pasti. Pikiranku melayang. Mengingat setiap hal yang Deva katakan. Saat ini yang bisa ku lakukan, hanya duduk begitu saja diatas sofa, sambil senyum senyum sendiri. Ahh, rasanya aku akan gila!

Tanpa sadar, Kak Revan ternyata sudah berada di dekatku.

"Dih kenapa lo? Pacaran ya?" Tanyanya asal. Sok jadi dukun banget sih.

"Keipou." Ucapku sambil menjulurkan lidah.

"Buuuk, Acha pacaran buuukkk!" Teriaknya tiba tiba. Ibu yang berada di depan televisi, langsung menoleh.

"Oh ya? Udah mau berhenti sekolah ya Cha? Udah langsung mau nikah?" Tanya ibu yang juga asal asalan, membuatku kesal.

"Hah? Nggak kok, apaan sih?! Nggak kok Acha gak pacaran. Kak Revan bikin bikin omongan."

"Halah, hayo ngakuuu..." Tante Eli kini ikut ke dalam perdebatan.

"Nggak. Acha gak pacaran." Ucapku yang masih sangat membantah.

"Emang kenapa Cha, kalo kamu ngaku aja? Toh, gak salah kok." Kini ayah angkat bicara.

"Astagaaa! Ayah juga nggak percaya? Acha gak pacaran yah. Gara gara Kak Revan nih, suka bikin omongan. Nyebarin hoax!"

Kak Revan menjulurkan lidah. Membuatku ingin menyuruh Kris John menonjoknya. Telfonku berdering. Sebuah panggilan masuk dari Pak Nasir. Pak Nasir adalah pembina OSIS di sekolah.

"Halo... Assalamualaikum." Ucapku.

"Ohh, ini nih pacarnya Acha nelfon!!!!" Teriakan Kak Revan membuatku memelototkan kedua bola mataku. Ku yakin suaranya masuk ke dalam telfon dan Pak Nasir pasti akan bingung menanggapinya.

"Apaan sih?! Gila lo ya?!" Ucapku berbisik sambil menjauhkan telfon agar tidak terdengar Pak Nasir.

"Coba sini, ibu mau ngomong sama calon mantu." Ugh, ibu juga. Suara ibu juga tidak kalah keras dari Kak Revan.

"Ibuk! Ini bukan pacar Acha, ini..."

"Bukan pacar, tapi kok nama kontaknya ada lope lopenya?!!" Sial sial sial! Mimpi apa aku semalam.

"Ngaco lo!"

Aku beranjak dari tempatku. Menjauh dari Kak Revan, ibu, ayah, dan semua orang yang berniat mengganggu.

"Halo pak..." Tut tut tut. Sambungan telepon terputus. Ugh, jangan sampai Pak Nasir berpikir hal yang aneh aneh. Aku hanya bisa mendengus kesal.

"Kok udah? Emang siapa sih yang nelfon?" Tanya ayah tanpa tampang rasa bersalah.

"Pembina OSIS!" Ujarku menekankan. Membuat ibu, Kak Revan, ayah, DNA Tante Eli yang berada di sana menganga.

"Seriusan?" Tanya Kak Revan tak percaya.

"Iyalah. Gara gara lo, Pak Nasir matiin telfon gitu aja. Lo sih...ughhhh!!!" Aku sangat sangat geram pada Kak Revan. Tanganku gatal ingin menjambaknya.

"Gak papa kali Cha. Santai aja." Ucap ibu.

"Bukan masalah santai atau enggaknya, ini Acha takutnya Pak Nasir mikirin hal yang enggak enggak. Ugh gak tau deh. Udah ah, Acha masuk kamar dulu." Ucapku langsung beranjak menuju kamar.

Tok tok!

Ugh siapa lagi coba? Udah tau orang capek. Batinku.

"Masook!"

"Hei broo!" Kak Revan tenyata. Ia langsung melompat ke atas kasur, sok akrab, seolah barusan tiska terjadi apa apa.

"Apasih? Sana ah, gue sibuk."

"Sorry sorry man. Gue kan bercanda doang."

"Sumpah ya, gue makin kesel ke elo!"

"Hah? kenapa?"

"Pertama lo panggil gue bro, kedua lo panggil gue man. Gue cewek kak, gue cewekkkk."

"Oh maap maap. Gue panggil lo nyai aja deh."

"Gila lo! Sumpah!"

"Yaudah gini gini. Biar lo gak ngambek lagi sama gue, gimana kalo kita nonton? Kan seru tuh, bisa nonton film aksi, atau horor."

"Gue maunya nonton dramaaa. Gimana?"

"Gak jadi deh, nontonnya. Kita makan aja gimana? Cari seafood, atau makanan Korea deh, di restoran deket sini. Oke?" Perkataannya sungguh mengembalikan mood ku.

"Oke dong. Yuk, gue ganti baju dulu."

"Oke."

"Ngapain masih disini? Mau gue buka baju di sini?"

"Dih ogah." Ucap Kak Revan lalu bergegas keluar.

.
.
.
.
Next skuyy

DevandraWhere stories live. Discover now