Satu Windu

1.3K 46 1
                                    

Cast : Shin Ahra

Lee Donghae

Lee Min Jun

21 Mei 2000

       Sudah hampir lima tahun aku menunggu kedatangannya, namja (sebutan untuk pria) yang sangat aku cintai. Setiap hari yang aku lakukan menggambar kenangan yang dulu aku lalui saat bersamanya.

Dan kini, dinding kamarku sudah penuh dengan ceritanya.

Bagaikan kamar orang gila, keadaanku saat ini layaknya orang yang jauh dari kata waras. Setiap hari yang kulakukan hanya melihat kearah jendela, menunggunya dan memastikan kedatangannya.

"Aku takut ketika dia datang nanti aku tidak ada." Hanya kata itu yang selalu ada di dalam benakku.

"Bagaimana jika ia kembali, tapi pada saat itu aku tidak ada untuk menunggunya." Alasan sederhana itu yang mampu membuatku untuk tetap menantinya.

"Sampai kapan kau akan seperti ini?" Tanya eomma (ibu) yang entah sejak kapan berada disampingku.

"Entalah, aku sangat mencintainya eomma." Aku tersenyum kecut tanpa berani melihat eomma, menikmati terpaan angin sore yang menyapu wajahku lembut melalui jendela kamar.

"Hmmm ... arraseo (baiklah). Eomma mengerti bagaimana perasaanmu, tapi sudah lima tahun kau menunggu kedatangannya. Itu bukanlah waktu yang sebentar, sayang."

Dapat kudengar dengan jelas terdapat nada pedih disetiap ucapan eomma. Kutarik seulas bibirku untuk membentuk suatu senyuman.

"Lihat dirimu, kau seperti tidak terurus sayang. Berhentilah untuk menunggunya, ia tidak mungkin kembali." Ucap eomma mengusap kepalaku dengan tetesan air mata yang semakin membasahi wajahnya.

Lagi-lagi aku hanya dapat tersenyum menanggapi ucapan eomma dan sekarang ia sedang menangis. Menangisi kebodohan dan kekerasan kepalaku.

"Andwae (Jangan) eomma ... aku mohon jangan menangis." Kataku sambil menghapus air mata yang berada pada pelupuk matanya.

"Aku menangis melihat putriku yang sangat kuat. Kau boleh menunggunya sayang, tapi tidak seperti ini.

Setiap hari yang kau lakukan hanya menunggunya dan menangis, lihat wajahmu, rambutmu kusam, itu sama saja menyiksa dirimu sendiri .... berhentilah menunggunya sayang, sejak saat itu aku tidak pernah melihat guratan senyummu."

"Satu detikpun takkan kubiarkan berlalu begitu saja tanpa menunggu kedatangannya, eomma. Suatu saat nanti aku akan tersenyum jika aku bisa bertemu walau hanya beberapa menit."

Aku tahu perasaan eomma saat ini, melihat keadaanku layaknya orang yang kehilangan kesadarannya. Hati ibu mana yang tidak akan sakit ketika melihat keadaan putrinya seperti ini.

"Mianhae (maaf) eomma." Ucapku yang tak sadar jika mata itu mulai membasahi wajahku ketika melihat ibu yang telah melahirkanku pergi begitu saja

21 Mei 2008

       Kini delapan tahun sudah aku menunggunya, di tanggal dan bulan yang sama hanya saja waktu yang terus bergerak maju hingga membawaku pada tahun kedelapan ini.

Aku tersenyum perih, saat ingatanku kembali memutar memori tentangnya. Layaknya sebuah film yang sedang ditayangkan.

"Dimana kau?! Apa kau sudah melupakanku?" Aku tertawa bodoh mendengar kalimat yang baru saja aku katakan.

Aku bahkan masih sangat mampu mengingatmu, bahkan hal aneh yang kau lakukan hanya untuk menghiburku. Aku masih sangat jelas mengingatnya.

"Seharusnya aku tidak perlu untuk mengingatnya kembali." Gumamku, menyesali perbuatan baru saja aku lakukan menambah rasa perih. Tanpa terasa air mata jatuh membasahi wajahku

All is LostWhere stories live. Discover now