Akhirnya pelajaran terakhir. Hanya tinggal menunggu sekitar setengah jam saja untuk bel pulang berbunyi. Tidak sengaja mataku menoleh keluar. Ku lihat Deva berdiri di ujung pintu. Saat mata kami bertemu, ia mengucapkan sebuah kalimat namun tak bersuara. Hanya gerakan bibir.

"Hah? Apaan gue gak denger." Bisikku meskipun tau, ia tidak akan mendengarnya.

Bibirnya kembali bergerak seperti barusan. Kali ini dengan tangannya. Tangannya memeragakan sesuatu. Namun otakku tak mampu untuk menerka sesuatu yang tidak jelas itu.

"Apaan?" Lagi lagi aku berbisik secara diam diam. Deva menarik nafas panjang. Seolah bersiap untuk berteriak.

"NANTI PAS PULANG, JANGAN PULANG DULUUU! TUNGGUIN GUE DI PARKIRAN! KITA PULANG BARENG!!!" Aku benar benar tidak menduga jika Deva akan melakukan hal konyol seperti itu. Apalagi mengatakannya dengan sangat keras. Semua murid menoleh ke asal suara. Lalu menoleh padaku. Membuatku kikuk tak karuan. Ku yakin, guruku yang tengah mengajar saat ini, jelas jelas mendengarnya.

Pak Hadi yang tengah mengajar saat itu, menghentikan penjelasannya. Sosok lelaki dengan kacamata yang membuat penampilan wajahnya semakin mematikan, berjalan serius menuju asal suara. Mampus! Batinku berteriak. Tidak ada yang bisa dilakukan.

"Sini kamu!" Ucapan singkatnya langsung dibalas anggukan oleh Deva. Dia masih sempat berjalan santai. Seolah tak terjadi apa apa.

"Ngapain barusan?" Tanyanya lagi kepada Deva yang berdiri di depan kelas, dengan tangan disatukan di depan badannya.

"Barusan saya...lagi latian puisi pak. Maaf kalo kekencengen."

Mata Pak Hadi menelusuri setiap hal di diri Deva. Mulai dari rambut yang acak acakan. Kerah kancing atas tak terpasang. Baju keluar. Lalu kepalanya hanya bisa menggeleng tak percaya.

"Puisi? Judulnya apa?" Tanya Pak Hadi.

Duh, kenapa ga cepet suruh keluar aja sih. Ntar ntar, gue ikutan kena lagi. Batinku.

"Judulnya..." Semua terdiam. Kelas menjadi sunyi.

"Judulnya, ngajakin pacar pulang bareng."

"Wuhuuuuu... Ehem ehem..." Sontak semua murid di kelas bersorak sambil sesekali melirik ke arahku. Seolah Deva mengatakannya untukku. Anjir.

"Cihuy, Acha!!! Gak lagi nehi nehi lo ya. Tapi lagi lopi lopi." Ledek Elvan.

"Apaan sih?!" Tepisku.

"Ya sudah. Sana kembali ke kelas kamu. Anak IPS kan?"

"Iya pak." Jawab Deva kemudian berjalan keluar.

"Eh itu bajunya masukin! Murid kok kayak preman!"

Kelas kembali seperti biasa. Bahkan, setelah kejadian itu, Deva masih kembali mengisyaratkan hal hal dengan ucapan mulutnya. Aku tak menggubris. Karena tidak mengerti, dan tidak ingin kejadian seperti tadi kembali terulang lagi.

"Sekian untuk pelajaran hari ini. Jangan lupa kerjakan PR kalian. Wassalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam pak." Seru semuanya.

"Eh, bentar bentar! Kayaknya salah satu temen kita, ada yang pacaran sama cowok ganteng satu sekolah nih!!!" Ujar Elvan yang aku yakin ia tengah meledekku. Disambut sorakan menyebalkan dari semua murid di kelas. Aku memilih mengabaikannya. Tidak menggubris. Meski aku benar benar ingin menutup mulutnya dengan steples.

"Yoiii!!! Kayaknya bentar lagi, bakalan jadi gosip terbaik tahun iniiiii!!!" Sambung Arin yang tak kalah heboh.

"Apaan sih, kalian? Nih ya, biar gue klarifikasi. Gue sama Deva gak ada apa apa. Kita cuma temen nebeng doang. Gak lebih!!!" Ucapku menjelaskan berusaha serinci-rincinya.

Drrrttt... Sebuah pesan masuk dari orang yang baru saja dibicarakan. Deva.

Kita ketemunya di depan gerbang. Tungguin kalo gue belum sampe. Jangan pulang dulu, nanti bisa kesasar.

Iyeiye. Apaan sih? Lo kira gue anak baru di kota ini? Pake kesasar segala.

Yaa kan siapa tau lo nyasar ke Mount Everest. Hahaha. Dahlah, tungguin pokoknya.

Rese!

Aku memasukkan semua buku ku ke dalam tas. Memakainya. Lalu bergegas menuju gerbang sekolah. Sebagian besar anak juga sudah keluar kelas. Hanya tersisa aku, Keyla, Nara, Elvan, dan beberapa murid yang mendapat tugas piket siang.

"Gue duluan ya. Lo pulang sama Nara kan?"

"Iyaa, Cha. Tiati!" Aku mengangguk ucapan Keyla.

"Uhuy, pulang sama bang Deva nih." Elvan kembali menggodaku.

"Dasar lumut selokan lo!"

DevandraWhere stories live. Discover now