Malam yang semarak

Mulai dari awal
                                    

"Kamu bisa kembali ke Hansa jika mau,"


Senyum Arkhana meredup. Tidak benar. Pertukaran pelajar biasanya berlangsung selama tiga musim. Apa Sekte Whudara sebenarnya sedang mengusir Arkhana dengan cara halus?

Tsang Marwa berjalan kembali ke arah mejanya. Dia mengambil gulungan potongan bambu yang dijahit yang di dalamnya terdapat rangkaian kata. "Peraturan baru yang di dapat dari Musyawarah Gabungan. Pertukaran pelajar diadakan oleh sebanyaknya empat Sekte. Pada musim pertama, murid yang berperilaku tidak baik bisa dikembalikan ke Sekte semula. Tidak mendapat berkat maupun koin keberuntungan," kutipnya.

"Hah?"

Koin keberuntungan dan berkat adalah dua hal yang sebenarnya Arkhana harapkan dari pertukaran pelajar ini. Sudahlah. Lagi pula, tidak ada hal yang perlu Arkhana sesali. Tentang tidur saat pelajaran tengah berlangsung, tentang tidak menghormati Guru yang memang tidak layak untuk diberi hormat, tentang perkelahiannya dengan sesama pelajar, dan peraturan-peraturan Sekte Whudara lainnya yang dia langgar.

Arkhana tahu benar dirinya, dia tidak akan melakukan hal yang berdampak kerugian bagi dirinya sendiri.

"Terima kasih Guru Tsang Marwa. Arkhana pamit."

Tsang Marwa memutar tubuhnya seolah tidak ingin melihat penghormatan yang dilakukan Arkhana. Bahkan, wajah masannya tidak mengijinkan mulutnya terbuka semata untuk menjawab pamitan Arkhana.

Arkhana menghembuskan nafas panjang baik dari mulutnya maupun dari hidungnya yang mancung dan kecil.


"Sampai jumpa. Kota Yama."

***


3 bulan kemudian

Tabuhan gendang dan goong yang terbuat dari tembaga saling bersautan. Ditambah alunan alat tiup yang terbuat dari tempurung kelapa, yang berirama seiring tabuhan genderang bambu. Bukan hanya di pelataran sekte, bahkan hingga ke luar gerbang. Keramaian itu seolah tengah menghiasi wajah kota Hansa.

Orang-orang dari luar daerah bahkan berbondong-bondong pergi ke sana. Baik untuk sekedar mencari peruntungan dalam berdagang, atau hanya sekedar menikmati kesenian yang disuguhkan selama tiga hari tiga malam di pelatarannya.

"Pemimpin Sekte akhirnya menikahkan putrinya juga!"

"Benar, bisa bertemu dengan saudara-saudara di sini, membuat Shoda menjadi teringat akan masa muda," ucap seorang kesatria yang memakai jubah bercorak burung phonix yang mencolok berwarna jingga dan di beberapa bagiannya terdapat warna merah.

Lelaki ini tidak lain adalah Shoda Sadu--Pemimpin Sekte Margana.

Dia meraih cawan berisi arak yang di sodorkan seorang pelayan wanita ke arahnya. Matanya yang penuh pesona menatap penuh gairah si pelayan wanita. Kemudian tertawa genit.

Shoda Sadu mengangkat cawannya tinggi-tinggi. "Mari bersulang!" ujarnya.

Aula utama pavilion itu tidak kalah meriahnya dari suasana di pelataran. Para tamu yang di undang duduk dengan penuh suka cita di kursi yang telah disediakan.

Kursi-kursi yang berjejer itu membentuk huruf 'U'. Jajaran kursi sebelah kanan adalah khusus untuk para tamu agung dari Klan ternama. Sementara yang berada di sisi kiri adalah jajaran kursi untuk para saudagar-saudagar kaya yang bekerja sama dengan Sekte Agra, termasuk orang-orang dari kelas atas juga.

Blessed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang