41 || Bandara (END)

Start from the beginning
                                        

Karena Radea hanya diam dan melamun, Keyla kembali berkata, "Kalau lo ngerasa perlu ketemu Danil dulu, penerbangannnya dibatalin aja. Ayah pasti ngerti, kok."

Radea menggeleng. Dia mengusap hidung berairnya dengan tisu. "Nggak. Aku tetap harus pergi."

"Udahlah, nggak usah terlalu memaksakan diri. Kalau bahagia lo di sini, ngapain milih pergi, sih?"

Tidak ada tanggapan lagi dari Radea. Gadis itu kembali berkutat pada ponselnya, mencoba menghubungi Danil lagi. Namun, hasilnya tetap sama, tidak aktif. Gadis itu memejamkan matanya yang terasa panas beberapa detik. Setelah itu, dia kembali menjalankan usaha terakhir untuk menghubungi Danil.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif ata-"

Tut

Radea lebih dulu memutuskan panggilannya, setelah itu menyimpan ponsel dalam tas. Dia sekali lagi mengusap kedua pipinya. Gadis itu mengembuskan napas berat. Pikirannya kacau.

"Masih nggak aktif, ya?"

"Hm," jawab Radea singkat. Gadis itu tidak bisa banyak bicara, karena kalau dia melakukannya, yang ada tangisnya semakin menjadi.

Berkali-kali Radea menarik napasnya panjang, berusaha lebih tegar dan tidak menangis. Walaupun faktanya, dadanya masih sesak dan perasaan ingin bertemu Danil begitu mengusik. Akan tetapi, gadis itu berusaha tetap pada pendirian awal. Dia tetap akan berangkat sesuai waktu yang sudah dijadwalkan.

Saat Radea merunduk pasrah dan tidak berharap apa-apa lagi, suara langkah tiba-tiba berhenti di dekatnya disertai suara deru napas. Radea mengangkat kepalanya, kedua mata gadis itu otomatis membulat melihat siapa yang kini sedang membungkuk di hadapannya.

Tangis Radea tidak dapat dibendung lagi saat Danil menarik tangannya agar berdiri, lalu memeluknya erat. Dia masih dapat merasakan dada cowok itu naik turun karena tersengal setelah berlari. Dekapan Danil semakin erat saat merasakan Radea membalas pelukannya.

Satu tangan Danil berada di bahu Radea, dan satu lagi di belakang kepala gadis itu, mengelus rambutnya lembut.

"Sori, gue telat," ucap cowok itu lirih sembari menurunkan kepalanya ke bahu Radea. Danil dapat merasakan gadis itu menggeleng.

Keyla memutar kedua bola matanya melihat adegan perpisahan yang cukup membuatnya terharu itu. Dia melihat jam lalu berkata, "Masih ada waktu sepuluh menit buat kalian ngobrol. Gue tinggal dulu, sepuluh menit lagi gue ke sini." Setelah itu Keyla pergi menjauh, membiarkan dua orang itu menyelesaikan yang semestinya selesai.

"Nil," panggil Radea lirih. "Tadi malam kamu bilang-"

"Nggak, Ra. Kita nggak punya waktu buat bahas itu." Danil mengurai pelukan mereka, lalu memegang lengan Radea membawanya duduk. Tanpa melepas tautan tangannya, Danil berkata, "Lo ingat nggak, gue pernah ngelarang lo bilang terima kasih, tapi gue yang bakal minta langsung imbalannya dari lo?"

Radea mengangguk, tentu saja dia ingat. Dia menatap mata cowok di hadapannya itu yang tampak berair.

"Dan gue bakal tagih itu sekarang." Danil mengarahkan satu tangannya ke pipi Radea. Mengusap lembut kedua pipi bulat gadis itu yang dipenuhi air mata secara bergantian.

"Apa?" tanya Radea dengan suara serak khas orang menangis. Dia menatap Danil tidak sabar.

"Hidup dengan baik di sana. Jadi Radea yang bisa berdiri di kakinya sendiri dan bisa membuat pilihan terbaik untuk dirinya sendiri."

Bahu Radea menurun. Dia pikir Danil akan memintanya tinggal atau membahas perasaan mereka berdua. Namun, ternyata dugaan Radea meleset jauh. Cowok di hadapannya itu tersenyum lembut, kembali mengusap pipi Radea yang kembali basah.

"Jaga diri lo baik-baik. Jangan sampe gue dengar lo kenapa-kenapa. Gue udah ngejaga lo di sini, gue nggak akan terima kalau ada yang nyakitin lo, termasuk diri lo sendiri." Danil menunduk menatap kedua tangan mereka yang kini saling menggenggam erat, seolah sama-sama tidak akan melepas dalam waktu dekat. "Gue titip Radea sama lo."

Mendengar itu Radea terkekeh. Dia berdecak sambil menatap Danil tidak percaya. Bisa-bisanya cowok itu berkata demikian padahal yang Danil titipi sendiri adalah Si Radea.

"Itu 'kan aku, Nil. Kamu ada-ada aja."

"Tapi, Radea punya aku."

Suara rendah itu membuat Radea terhenyak sesaat. Jantungnya bereaksi dengan berdetak lebih cepat.

Tapi, Radea punya aku.

Aku.

Radea menelan salivanya susah payah. Pengakuan macam apa barusan itu? Namun begitu, Radea tetap tersenyum sambil mengangguk. "Aku bakal jaga Radea."

"Janji?" Danil mengacungkan jari kelingkingnya ke depan, membuat Radea melakukan hal yang sama.

"Janji."

"Pinter." Danil mengacak gemas puncak kepala Radea membuat rambut gadis itu berantakan. Dia tertawa melihat Radea cemberut sambil memperbaiki kembali rambutnya.

"Nggak usah cemberut," protes Danil. Cowok itu mengecek jam tangannya, dan benar saja sudah sembilan menit mereka berbicara. Dari kejauhan Danil melihat Keyla berlari mendekat.

Wajah sendu Radea tidak bisa berbohong bahwa dirinya merasa berat harus pergi. Gadis itu berdiri, begitu pula Danil. Radea berhambur ke pelukan Danil lagi. Menghabiskan detik-detik sebelum kepergiannya bersama aroma tubuh cowok itu.

Tanpa Radea lihat, Danil menarik bibirnya datar. Walaupun dadanya terasa nyeri dan tidak ikhlas melepaskan Radea, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Kalau demi kebaikan Radea, Danil akan selalu mendukung. Lupakan soal perasaan, lupakan soal jarak yang akan memisahkan mereka, yang terpenting adalah kesembuhan Radea.

Danil melepas pelukan Radea pelan-pelan saat sadar bahwa waktu sepuluh menit mereka sudah habis. Radea terlihat kecewa, tetapi dia juga tahu mengapa Danil mengurai pelukan mereka. Gadis itu menarik kopernya, lalu memakai tas ransel. Dia memeluk Keyla sebentar sebelum benar-benar pergi.

"Jaga diri lo," ucap Keyla sambil tersenyum.

Radea mengangguk. "Kamu juga, Key."

Dia berjalan sambil sesekali melihat ke belakang, pada Danil dan Keyla yang melambaikan tangan. Radea pun melakukan hal yang sama sambil tersenyum.

"Ra! Radea!"

Radea kembali menoleh mendengar suara lantang cowok itu memanggilnya.

"I love you!"

Keyla langsung menoyor kepala Danil saat mendengar itu. Gadis itu menoleh kanan-kiri melihat orang-orang di bandara yang kini menatap Danil, bahkan ada yang tertawa.

Dari kejauhan, Radea pun tertawa. Dia berbalik, lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan menggerakkannya ke kanan-kiri tanda perpisahan.

Perpisahan yang akan menjadi awal baru baginya.

Perpisahan yang akan menjadi alasan adanya sebuah pertemuan kembali di kemudian hari.

***

T A M A T

Iya, sudah tamat.
Terima kasih buat semuanya yang sudah ngikutin cerita ini dan rajin kasih vote.
Terima kasih juga karena sudah mendukung cerita ini.

Masih ada epilog, tungguin, yaaa!

Jangan lupa mampir ke cerita baru aku judulnya '(Not) A Good Boy'.

Semoga Kalian semua sehat selalu.

♡♥♥♡

Introvert VS Ekstrovert ✔️Where stories live. Discover now