41 || Bandara (END)

Comenzar desde el principio
                                        

"Apa? Jauh? Takut ngecewain?" tanya Keyla beruntun dan gemas. Apalagi dia tahu bahwa Radea juga menyukai Danil, sekali pun kakaknya tidak pernah mengatakan itu.

"Dia pantas dapat yang lebih baik." Radea menunduk, menatap jemarinya yang kini saling meremas. Dia jadi teringat bagaimana semalam Danil memegang tangannya sambil menunggu jawaban.

Radea menarik napas dalam saat merasakan dadanya menyempit, sesak. Matanya kini memanas. Ada banyak hal yang gadis itu tahan dan tidak tahu bagaimana cara mengutarakannya. Radea bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah baik dalam mengekspresikan apa yang dia rasakan.

"Itu versi lo, tapi versi Danil beda, Ra. Kalau Danil bilang suka ke lo, itu berarti dia sudah terima risiko apa pun saat bareng lo kedepannya," ujar Keyla berapi-api. Dia mendengkus, jadi sebal karena merasa Radea egois bahkan terhadap diri sendiri. "Danil kenal baik sama lo. Dia pasti tau apa yang harus dia hadapin kalau jadi pacar lo."

"Tapi aku cuma nggak mau ngeribetin dia lagi, Key," balas Radea dengan suara parau. "Aku nggak ngerti sama perasaan aku sendiri harus gimana sekarang."

"Urusan pikiran lo yang takut ngeribetin, takut dia nggak bahagia, dan ketakutan lainnya itu dikesampingkan dulu, deh. Semua itu bisa dijalanin bareng-bareng nanti kedepannya." Keyla menatap Radea yang kini mengusap pipi. "Setop nyakitin perasaan lo sendiri. Jangan sok jadi pahlawan dengan alasan nggak mau nyakitin. Karena yang ada, dengan nggak nerima dia, lo udah nyakitin."

"Terus aku harus gimana?" Suara Radea bergetar. Dia tidak punya banyak waktu untuk menghampiri Danil dan berbicara dengan cowok itu.

Keyla menatap jam dinding di kamar. "Sisa sepuluh menit lagi sebelum lo berangkat ke bandara. Datangin dia nggak mungkin. Mending lo telepon."

"Sekarang?" tanya Radea ragu sambil mengusap pipinya cepat.

"Nggak. Nanti tunggu lo lulus S1!" sergah Keyla gemas. "Iyalah, sekaranggg!"

Tanpa banyak pikir lagi, Radea segera menghubungi Danil. Namun, suara dari telepon itu membuat Radea kehilangan harapan. Nomor Danil tidak aktif. Dia jadi berpikir Danil tidak ingin diganggu karena sedang bersama Naraya. Segala pikiran-pikiran negatif hinggap di kepala gadis itu, membuat tangis Radea semakin menjadi.

Namun, Radea tidak ingin langsung menyerah. Dia kembali menghubungi Danil, tetapi masih sama, nomornya tidak aktif. Bahkan saat sudah di mobil ketika di perjalanan menuju bandara, dia tetap mencoba menghubungi Danil. Hasilnya pun tidak berubah, nomor cowok itu masih tidak aktif.

"Masih nggak aktif juga?" tanya Keyla saat melihat ekspresi Radea yang tidak tenang sejak tadi.

Radea mengangguk lemah. Dia pikir mungkin memang inilah harusnya yang terjadi. Danil dan kehidupannya akan kembali normal tanpa dibayang-bayangi oleh orang aneh seperti dirinya.

Pemikiran yang sangat buruk.

*****

Dua puluh menit sebelum keberangkatan Radea, dia masih duduk di samping Keyla yang setia menemani. Gadis itu kebanyakan diam, pasrah dan tetap mengikuti rencana awalnya yang akan ke Singapura.

"Lo yakin berangkat dalam keadaan kayak gini? Nggak mau diundur aja?" Melihat hidung merah, serta mata berair milik Radea membuat Keyla jadi tidak tega. "Jangan terlalu dipikirin, deh, Ra. Cinta pertama emang jarang berjalan lancar."

Ucapan Keyla itu membuat Radea sadar bahwa dia sudah menangisi seorang laki-laki yang bukan siapa-siapanya. Hal itu seharusnya tidak berlebihan, karena semua perasaan bekerja dengan cara yang sama saat terluka, yaitu menangis. Hanya saja, Radea baru merasakan ini sekali, dan dia merasa terlalu berlebihan. Namun, sekali pun sudah memutuskan untuk tidak lagi bersedih, dadanya malah terasa semakin nyeri.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora